Jakarta, CNN Indonesia -- Tak banyak yang tahu tentang penyakit langka yang diderita Ashira Shalva Riko. Balita cantik itu meninggal karena neuroblastoma. Keluarga awalnya mengira Ashira hanya kembung dan masuk angin, tanpa tahu ada kanker ganas yang menggerogoti tubuhnya.
Ashira terlahir dengan kondisi sehat. Ia bahkan jarang sakit. Baru pada 20 Oktober 2014, Ashira mengeluh sakit perut. Namun tak ada anggota keluarga yang curiga. Sang ibu hanya mengira Ashira kembung biasa, karena ia masih tampak aktif dan ceria.
“Saya mengira awalnya sakit di perut Ashira itu kembung,” ujar ibunda Ashira, Revina Raymond (29), saat ditemui di rumah duka di kawasan Rempoa, Ciputat, Jakarta Selatan, Minggu (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun perut Ashira teraba semakin keras. Dia mulai kehilangan selera makan. Orang tuanya memutuskan membawa Ashira ke dokter anak yang menangani masalah pencernaan anak. Dokter menyarankan untuk dilakukan X-Ray jika ukuran perutnya tidak kunjung mengecil.
Hasil dari X-Ray, ada massa di tubuh gadis kecil itu. Hasil USG dan CT-Scan diketahui ada tumor berukuran 12 cm x 11,5 cm di perut sebelah kanannya. Menurut dokter, ciri terdekat adalah neuroblastoma. Ini adalah tumor ganas yang beberapa kali ditemukan pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun.
Semakin hari kondisi Ashira dikabarkan menurun. Tumor tersebut semakin hari semakin membesar dan mendesak organ-organ tubuhnya, mulai dari usus, hati, dan paru-paru. 1 November, Ashira pun dibawa ke Guangzhou Modern Cancer Hospital untuk jalani perawatan intensif.
“Ketika pertama datang ke China dibilang sudah buruk, enggak bisa ambil tindakan biopsi karena harus menstabilkan dulu kondisi Ashira. Dia naikkan dulu kondisinya. Yang kita enggak tahu ternyata ada pendarahan di tumor. Darah enggak bisa beku karena trombositnya turun,” tutur sang ayah Wahyu Fathir Riko Yoi (30) menjelaskan.
Hasil pemeriksaan di Guangzhou memastikan bahwa Ashira mengidap neuroblastoma stadium 4, dengan ukuran tumor sudah mencapai 21 cm. Harapan hidupnya sangat kecil, hanya sekitar 20 persen.
(Baca juga:
Mengenal Neuroblastoma Perenggut Nyawa Ashira)
Proses biopsi atau pengambilan sampel jaringan mengungkap bahwa kondisi Ashira lebih buruk dari yang dibayangkan. Saat disedot, bukan cairan tumor yang keluar melainkan darah. Dokter baru mengetahui Ashira mengalami pendarahan meski saat USG yang terlihat hanya cairan.
“Masuk ICU Rabu (5 November). Selama di ICU kondisi Ashira sudah bahaya bukan lagi buruk. Dokter sudah bilang ini bisa kapan saja dipanggil,” ujar Riko.
Kondisi Ashira sempat membaik pada 7 November 2014. Ia bisa berkomunikasi dengan Reivina dan Nyai (neneknya) yang menunggui di Guangzhou. Namun kondisinya kembali memburuk, Ashira mengalami gagal napas.
“Hanya ada dua pilihan bagi Ashira. Pertama, menyedot cairan di rongga paru-paru dan jantung. Risikonya bisa lebih baik atau buruk. Kedua, memberikan suntikan imunitas. Itupun untuk menstabilkan kondisinya,” kata Revi.
Ashira direncanakan akan disuntik pada Rabu (12/11). Namun Tuha berkehendak lain. Ashira mengembuskan napas terakhirnya Selasa (11/11) malam pukul 21.13 waktu Guangzhou.
“Jadi pihak dokter di sana bilang meninggalnya karena gagal bernapas. Tumor di perutnya menekan paru-paru,” tutur sang ibu menjelaskan.
Revi dan Riko mengatakan telah ikhlas dan merelakan kepergian buah hati tercintanya. "Ashira meninggalkan kami saat keluarga sudah siap dan merasa tenang," ucap Riko.
(Baca juga:
Kenangan Manis Ashira di Mata Orang Tuanya)