Jakarta, CNN Indonesia -- Gerobak-gerobak kecil berwarna putih dengan sederetan bungkus obat yang dipajang adalah pemandangan yang lazim ditemui saat Anda melintas di kawasan jalan raya Matraman, Jakarta Timur. Menyisir ke arah selatan menuju Stasiun Jatinegara, gerobak-gerobak sejenis makin banyak ditemui utamanya pada malam hari.
Gerobak ini bukanlah pedagang kaki lima biasa. Menu utama yang menjadi andalan bukan makanan nan lezat tetapi obat kuat alias pembangkit gairah bercinta. Di lapak ini tersedia beragam obat kuat impor baik dari Tiongkok maupun dari Eropa.
"Ada yang lokal tapi jarang laku, yang impor lebih banyak dicari," kata Budi (bukan nama sebenarnya), salah seorang pedagang obat kuat kepada CNN Indonesia, Jumat (5/12) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menjual obat-obatnya dengan cara diecer per tablet. Harganya bervariasi. Satu tablet obat kuat bermerk Max Man dijualnya dengan harga Rp 65 ribu. Ada juga obat dengan kualitas di bawahya, Maximum Powerful, dijual seharga Rp 45 ribu per tablet. Sementara obat kuat Black Ant asal Tiongkok dibanderol Rp 25 ribu untuk satu sachet berisi dua kapsul.
"Yang mahal lebih tahan lama," katanya.
Budi menjelaskan, beberapa tahun belakangan obat impor Tiongkok memang laris diburu pembeli dibandingkan pil biru Viagra. Ia pun kini tak lagi menjual Viagra lantaran sepi peminat.
Meski tak tahu pasti alasannya, namun dengan nada mantap ia mengklaim bahwa obat asal Tiongkok memiliki khasiat yang lebih ampuh.
Karena berasal dari Tiongkok, obat ini pun tidak ini memiliki label petunjuk dalam bahasa Indonesia, semuanya dalam huruf Tiongkok. Ketika pembeli datang, Budi menjelaskan cara pakai obatnya. Penjelasannya tentang cara pakai ini dijelaskannya bukan lantaran karena ia mengerti tulisan Tiongkok. Penjelasan ini diberikan berdasarkan pengalamannya sendiri.
"Pernah coba (pakai obat kuat.red)" katanya.
Menurutnya obat kuat akan efektif bila dikonsumsi setengah jam sebelum bersenggama.
Selain tak mengerti cara pakai obat sesuai anjuran dana kemasan obat, Budi juga tak paham apa kandungan obat yang dijual. Semuanya tertulis dalam tulisan Tiongkok. Namun ia mengklaim obat dagangannya aman dikonsumsi.
"Ini aman, kan obat herbal semua," ujarnya. Selain itu ia juga menjamin bahwa obat yang dijualnya adalah obat asli. Obat-obat ini dibelinya dari pedagang lain di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat.
"Kadang juga ada
sales yang nganter (obat) ke sini," ujarnya.
Usaha tahunanUsaha ini sudah dilakoninya lebih dari sepuluh tahun. Awalnya ia membuka lapak di dalam perkampungan di kawasan Pisangan, Jatinegara, Jakarta Timur. Namun, lapaknya digusur pemerintah. Ia kemudian berjualan di pinggir jalan Matraman, sampai saat ini.
Setiap hari pendapatan yang dikantonginya tak menentu. Rata-rata ia mengantongi uang Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari. Namun bila sedang sepi tak jarang ia hanya membawa pulang Rp 50 ribu.
Berjualan di pinggir jalan raya, nyatanya tak membuat dia kapok. Ia juga tak takut usahanya bakal digilas kamtib dan BPOM sekalipun di lapaknya jelas-jelas terlihat kemasan obat kuat lokal yang dilarang oleh BPOM, salah satunya obat bermerk Urat Madu. Ia berdalih, obat terlarang itu hanya sekadar kemasannya saja, tanpa isi.
"Kamtib biasa kami kasih uang rokok, kalau obat yang dilarang tidak masalah. Kan ini cuma kemasannya aja tidak ada isinya," katanya.
Ratusan kemasan obat yang dipajang di gerobak memang hanya bungkus guna menarik pengunjung saja, Budi sendiri menyimpan stok obat di kotak yang ada di laci bagian bawah gerobak.
Pengalaman puluhan tahun berdagang obat kuat juga menjadikannya hafal dengan karakter pembeli. Menurut pengamatannya, pembeli "senior" biasanya langsung membeli obat tanpa banyak pertanyaan karena mereka sudah pernah memakai dan tahu khasiatnya. Tak jarang banyak pula yang bertransaksi di atas motor atau mobil. Sementara pembeli amatir lebih sering bertanya sebelum membeli obat.
Tak seperti pedagang lainnya yang mengenal pelanggannya dengan baik. Ia mengaku tak kenal pelanggannya. Yang ia tahu, kebanyakan pembelinya adalah pria paruh baya, dan sesekali remaja tanggung.
(chs/vga)