Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Dengan populasi penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, Indonesia memiliki 350 etnis suku dengan 483 bahasa dan budaya.
Akibat beragamnya etnik dan budaya di Indonesia, pemahaman dan penyembuhan terhadap penyakit pun beragam.
Profesor Riset Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Lestari Handayani, mengatakan pada keadaan tertentu masyarakat masih nyaman menggunakan pendekatan budaya spesifik untuk menaggulangi masalah kesehatan. "Akses pelayanan kesehatan juga masih sangat terbatas," katanya, saat ditemui di Gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (29/12).
Berikut lima jenis etnik yang masih mengandalkan budaya dalam penanganan kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak, pengobatan umum, dan penyakit menular yang dikutip dari Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI.
1. Tradisi oyog untuk ibu hamil
Tradisi oyog merupakan tradisi menggoyang-goyangkan perut ibu hamil yang dilakukan oleh etnis Jawa di Desa Dukuh Widara, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Tradisi ini dilakukan sejak usia kehamilan menginjak bulan ketiga sampai bulan kesembilan. Biasanya tradisi ini dilakukan oleh dukun bayi setempat.
Masyarakat setempat menilai, tradisi oyog bermanfaat untuk mengurangi berbagai keluhan pada kehamilan, melancarkan proses persalinan, dan memberikan kenyamanan dan rasa tenang.
2. Pengobatan oleh Topo Tawoi
Topo Tawui adalah dukun yang melakukan semua pengobatan penyakit, termasuk persalinan, dengan meniup bagian tubuh yang sakit tanpa menggunakan alat apapun. Mayoritas persalinan pada etnis Kaila Da'a di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Tengah, dilakukan di rumah dengan banguan Topo Tawui.
Persalinan yang dilakukan di rumah dianggap wajar karena sudah dilakukan turun temurun. Mereka pun merasa lebih nyaman melakukan persalinan dengan Topo Tawui karena alat kelamin ibu tertutup oleh sarung.
3. Kematian bayi karena makhluk gaib
Tingginya angka kematian bayi pada etnis Laut di Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, masih dipercaya disebabkan oleh kepercayaan bahwa penyakit yang menyerang disebabkan oleh keteguran, kelintasan dan tekene yang merupakan makhluk gaib.
Sayangnya, pengobatan yang dilakukan oleh dukun atau pengobat tradisional dengan menggunakan cara-cara tradisional diduga dapat berisiko menambah parah penyakit.
4. Ritual penyembuhan dengan memanggil roh
Untuk menolong dan menyembuhkan masyarakat yang sakit, etnis Dayak Ngaju, Desa Muroi Raya, Kapuas, Kalimantan Tengah, melakukan ritual memanggil roh Dewa Sangiang sebagai penyembuhnya. Yang menjadi perantara antara Sangiang dan pasien disebut lasang atau dukun.
Masih tergantungnya masyarakat terhadap tradisi tersebut disebabkan oleh akses ke sarana layanan kesehatan yang jauh dan sulit dan jarangnya tenaga kesehatan yang berkunjung ke desa tersebut. Pengobatan yang dilakukan oleh dokter dan perawat pun hanya dianggap sebagai pengobatan sampingan.
5. Kusta di Asmat
Ada 150 penderita kusta ditemukan di etnis Asmat di Kampung Mumugu, Distrik Sawa Erma, Kabupaten Asmat, Papua. Di sana, penderita kusta bisa hidup berbaur dengan masyarakat lain dan tidak ada pengucilan. Bagi mereka, kusta hanyalah penyakit kulit biasa sehingga mereka tidak melalukan pencegahan dan pengobatan. Akibatnya penyebaran kusta pun semakin cepat. Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi sanitasi yang kurang baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(mer/mer)