Jakarta, CNN Indonesia -- Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Sepenggal lirik di atas agaknya tidak berlebihan untuk menggambarkan Indonesia. Kita memang kaya alam sumber daya alam, apalagi jenis tumbuh-tumbuhannya. Hal ini membawa Indonesia masuk ke dalam jajaran negara yang digolongkan memiliki mega-biodiversity setelah Brasil, Columbia, dan China.
Indonesia memiliki sekitar 30 ribu jenis tanaman (
vascular plants), dan 7 ribu di antaranya berpotensi dikembangkan menjadi tanaman obat. Banyaknya suku dan budaya di Indonesia pun mendorong timbulnya cara pemeliharaan kesehatan dan pengobatan yang sangat beragam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, banyak studi Ethno-medicine yang telah dikerjakan oleh berbagai lembaga riset yang menunjukkan betapa kayanya Indonesia jika kita berbicara tentang sumber daya genetik dan pengetahuan lokal dalam pemeliharaan kesehatan dan pengobatan.
Salah satu bukti adanya kekayaan pemeliharaan kesehatan dan pengobatan adalah dengan hadirnya jamu. Data Riskesdas 2010 yang dilakukan oleh Balitbang Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa setiap daerah mempunyai cara yang spesifik dalam pemanfaatan bahan alam yang dipakai sebagai jamu.
Budaya jamu pun telah meluas. Ada sekitar 50 persen penduduk Indonesia, usia di atas 15 tahun, mengonsumsi jamu. Jenis jamu yang paling banyak digunakan adalah bentuk cairan atau gondhokan jadi. Jenis ini mengambil porsi 55 persen sebagai jenis jamu yang laris di masyarakat, disusul oleh serbuk sebanyak 44 persen, rajangan untuk direbus sebanyak 20,5 persen dan bentuk kapsul/pil/tablet yang mencapai 11,5 persen.
Riskesdas 2013 pun menunjukkan, sebanyak 30,4 persen rumah tangga di Indonesia memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional dan 49 persen di antaranya memilih menggunakan jamu.
Terkait hal ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI pun melakukan saintifik jamu agar kualitas jamu di Indonesia bisa diperhitungkan sebagai bahan pengobatan.
"Ini merupakan suatu terobosan bagaimana jamu secara ilmiah dapat berkhasiat, bermutu dan aman untuk dikonsumsi," kata Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Indah Yuning Prapti di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (29/12).
Menurutnya, penelitian ini dilakukan akibat tingginya animo masyarakat dalam satu dekade terakhir terhadap pengobatan melalui cara tradisional.
Tahun 2012, Kementerian Kesehatan sudah membuat jenis jamu saintifik, yaitu untuk hipertensi ringan dan asam urat. Tahun 2014 ditargetkan akan ada tiga jenis jamu saintifik lagi yang dihasilkan, yaitu jamu untuk osteoarthritis, ambeien dan mag. Sementara untuk tahun depan akan dilakukan penelitian saintifikasi untuk jamu diabetes dan hiperkolesterol.
Jika jamu-jamu tersebut sudah saintifik dan lulus uji klinis pada manusia, maka khasiatnya bisa sepadan dengan obat-obatan modern.
"Sekarang masyarakat menuntut jamu yang lebih praktis. Tahun 2014 kami akan meneliti bentuk sediaan jamu yang berbentuk pil dan tablet, mudah-mudahan bentuk itu bisa kita hasilkan," ujar Indah.
Semua penelitian yang dilakukan terkait jamu ini juga didasarkan agar jamu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri dan menjadi kehormatan di negara lain. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengubah mindset dokter dan petugas kesehatan mengenai khasiat jamu sebagai pilihan utama dokter dalam melakukan program alternatif komplementer di berbagai fasilitas kesehatan.
(mer/mer)