KEHIDUPAN SEKSUAL

Mendengar Isi Hati Kaum Disabilitas untuk Kebutuhan Seksual

Windratie | CNN Indonesia
Rabu, 14 Jan 2015 14:02 WIB
"Sebagai lelaki di usia tiga puluhan, saya merasa malu dengan kehidupan seksualitas saya. Perasaan tersebut benar-benar tanpa tujuan dalam hidup saya."
Sejumlah penyandang disabilitas mengikuti rangakaian acara Hari Disabilitas, yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta, Rabu, 10 Desember 2014. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --
Sudah 35 tahun lamanya Tuppy Owens melakukan advokasi hak-hal seksual para penyandang cacat. Pada 1979, dokter yang baru saja berulangtahun ke-70 tersebut mendirikan Outsider, klub yang memberikan kesempatan kencan bagi orang-orang disabilitas. Buku terakhir Owens Supporting Disabled People with their Sexual Lives ditulis untuk memberikan informasi untuk para kliennya yang membutuhkan.

Topik yang dibahas meliputi segala keterbatasan fisik, jangkauan layanan seksual yang tersedia secara online, dan legalitas untuk mengejar layanan tersebut. “Buku tersebut menawarkan dukungan untuk semua hal yang dapat memberikan kepercayaan seksual orang-orang dengan disabilitas,” kata Owens.

Buku tersebut bertujuan menghilangkan prasangka aseksual terhadap orang-orang disabilitas. Tema menyeluruh pada buku tersebut berupaya memperbaiki sikap masyarakat terhadap ekspresi seksual para penyandang cacat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isu tersebut diangkat pada 2012 silam dengan rilisnya film pemenang Oscar The Sessions pada 2012. Film yang diperankan oleh Helen Hunt dan John Hawkes tersebut diangkat berdasarkan esai berjudul On Seeing A Sex Surrogate karangan jurnalis dan penyair Mark O'Brien.  

O'Brien mengidap polio pada usia enam tahun. Sebagian besar hidupnya dihabiskan dengan alat bantu pernapasan. Dia tinggal di Berkley, California, dan kehilangan keperjakaannya pada usia 36 tahun.

“Setiap kali saya memiliki perasaan atau pikiran seksual, saya merasa seperti dituduh dan bersalah. Tidak ada seorang pun di keluarga pernah membahas seks kepada saya," ujar O'Brien mencurahkan perasaannya.

"Sebagai lelaki di usia tiga puluhan, saya masih merasa malu dengan seksualitas saya. Perasaan tersebut benar-benar tanpa tujuan dalam hidup saya, kecuali untuk mempermalukan saya,” katanya seperti dikutip dalam laman The Telegraph.

Masa depan lebih baik

Terlepas dari cerita menyedihkan, O'Brien mengaku memiliki teman-teman penyandang cacat dengan kehidupan seks yang aktif. “Mengapa rumah sakit rehabilitasi mengajarkan orang-orang cacat cara menjahit dompet dan memasak dari kursi roda, tetapi tidak mengurus rusaknya citra diri seseorang?” kata pemeran film dokomenter pemenang Academy Award Breathing Lessons.

“Kenapa rumah sakit ini tidak mengajarkan orang-orang cacat bagaimana mencintai dan dicintai melalui hubungan seksual, atau bagaimana mencintai tubuh kita yang tidak biasa? Saya membayangkan para pasien cacat di rumah sakit mendapat masa depan lebih dari sekedar menonton di siang hari, bermain catur, dan bola basket di kursi roda.”

Juli 1999, O'Brien wafat karena sindrom pascapolio. Lalu, apakah pemahaman kita terhadap kebutuhan seksual orang-orang cacat berkembang sejak saat itu? Menurut Owens, jawabannya adalah tidak.

“Seperti yang dikhawatirkan orang-orang dengan disabilitas, sekarang memilih pasangan lebih tentang bagaimana menemukan seseorang dengan pekerjaan yang baik, memiliki uang, dan menarik. Orang tampaknya ingin mengesankan teman dan orang tua mereka.”

Owens membeberkan bahwa pertumbuhan kencan online sebagai salah satu penghalang lanjut orang dengan disabilitas untuk menjalin pertemuan intim.

“Ada penolakan yang teramati tertama terhadap orang-orang dengan disabilitas,” katanya. “Staf perawat dan pengasuh keluarga sering merasa tidak nyaman membahas topik seksual.”

(win/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER