Jakarta, CNN Indonesia -- "Jika kamu mencintai seorang laki-laki, pikatlah ia dengan mengenyangkan perutnya." Penggalan kalimat di atas sering sekali disampaikan para ibu ketika anak perempuannya sedang jatuh cinta. Entah teori apa yang mendasari perkataan tersebut. Tapi nyatanya tak sedikit yang berhasil membuktikannya.
Tapi mungkin itu salah satu akal-akalan para ibu saja untuk membuat anaknya gemar memasak. Yang jelas, banyak anggapan yang menyatakan bahwa memasak memang bisa dijadikan sebagai sebuah cara untuk mengungkapkan kasih dan sayang.
Dan nyatanya tak sedikit juga sepasang kekasih yang berakhir di pelaminan karena sekotak nasi yang disiapkan sepenuh hati untuk sang kekasih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memasak bisa menjadi bagian dari cara kita menunjukkan kasih sayang pada seseorang, seperti orang tua untuk anak, istri untuk suami, nenek untuk cucu, dan berbagai kisah lainnya," kata Senior Head Marketing Division PT Anggana Catur Prima, Ahmad Fachrur Rival, dalam konferensi pers kampanye
Curhatan Rasa yang diselenggarakan oleh Koepoe Koepoe, di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan.
Tak heran memang jika memasak dianggap sebagai kegiatan yang emosional. Makanan adalah kebutuhan dasar manusia. Dengan memasak, berarti seseorang sedang berusaha untuk mencukupi kebutuhan dasar yang secara tidak langsung mendukung keberlangsungan hidup orang lain.
Hal inilah yang mungkin menyebabkan betapa senangnya hati seorang ibu jika melihat anaknya lahap memakan masakan buatannya. Apalagi jika masakannya ditunggu-tunggu.
"Saya masak cuma hari Minggu. Anak-anak
nunggu banget saya
masakin kalau hari Minggu," kata Wulan Guritno saat ditemui beberapa waktu lalu.
Bahkan tak jarang anak atau suami menahan lapar di perjalanan pulang ke rumah hanya demi menyantap masakan sang ibu.
Tak hanya itu, sekelas juru masak profesional juga merasakan hal yang sama. Mereka mengaku senang jika para tamu yang datang ke restoran atau hotel mereka menghabiskan makanan yang ada di piringnya. "Kalau kita
ngeliat orang habis makanannya, bilang enak, kenyang, saya sudah senang," kata Chef Arnold, saat sesi wawancara dengan CNN Indonesia awal tahun 2015 lalu.
Itulah sebabnya, para ahli masak selalu memberikan wejangan, 'memasaklah dari hati'. Karena memasak memang tak hanya pekerjaan indrawi.
Memasak pun selalu melibatkan perasaan. Sang ibu pasti menghindari memasak makanan yang tak disukai anaknya, sekalipun ia sendiri menyukainya.
Begitu juga dengan juru masak. Mereka juga harus mengetahui makanan apa yang paling banyak disukai orang, bagaimana menyajikan makanan yang istimewa dengan kualitas terbaik. Semua itu ada perhitungannya, tidak sembarangan.
"Dalam memasak ada interaksi keintiman, berbagi cinta, persahabatan, dan kasih sayang," kata Ahmad. Di balik setiap masakan pun bisa jadi terselip doa, semoga yang menyantap suka masakannya, bisa mengenyangkan, dan membuat senang.
(win/utw)