Jakarta, CNN Indonesia -- Tepat tengah malam di Hong Kong, ribuan orang berkumpul menyaksikan peserta-peserta berani mati memanjat menara 60 kaki atau sekitar 18 meter yang terbuat dari roti.
Dua belas kontestan terpilih punya waktu tiga menit untuk mendaki kontruksi baja, dan mengumpulkan roti sebanyak-banyaknya sebelum waktu habis.
Kompetisi 'Berebut Roti' atau 'Bun Scrambling' adalah puncak Festival Cheung Chau yang berlangsung selama satu minggu. Festival ini menarik sekitar 70 ribu orang mengunjungi pulau kecil Cheung Chau, yang letaknya sekitar enam mil dari Hong Kong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di hari-hari sebelumnya, kerumunan orang memadati jalan-jalan. Mereka bersemangat menyaksikan parade Piu Sik yang menampilkan anak-anak 'mengambang'. Anak-anak tersebut dianggap sebagai dewa yang dihormati dan tokoh politik saat ini.
Diangkat tinggi dengan kayu yang diletakkan di punggung, dari kejauhan seolah-olah tampak seperti mengapung di udara.
Anak-anak itu ditemani lebih dari 20 hiasan yang mengapung, musisi, bendera, gong, dan penari singa. Di depan prosesi, tandu kursi merah membawa dewa-dewa dari semua kuil di Cheung Chau.
Menurut legenda, festival, yang sudah diadakan lebih dari seratus tahun ini, memperingati saat dewa Pak Tai menyelamatkan desa dari wabah yang telah menghancurkan pulau pada 1894.
Namun, epidemi itu berakhir ketika gambar dewa Taois dibawa menyusuri jalan-jalan. Demi memastikan tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi, penyelenggara menggabungkan baik elemen baru maupun lama agar pengunjung-pengunjung muda tertarik.
Tahun ini, untuk pertama kalinya, seorang bintang pop Korea Selatan ikut tampil dalam parade.
Sebuah teater darurat didirikan di seberang kuil Pak Thai. Di sini akan diadakan pertunjukan opera China dan acara lainnya di sepanjang festival, termasuk tarian singa dan naga, pertunjukan seni bela diri, dan banyak acara lainnya.
Selama tiga hari, hanya makanan vegetarian yang disiapkan. Daging dan makanan laut hanya tersedia setelah semua roti ludes di menara.
Sampai 1978, kompetisi 'Berebut Roti' bisa dilakukan semua orang. Para lelaki muda beradu balap ke atas menara untuk mengumpulkan roti paling pucuk. Roti itu dipercaya membawa keberuntungan bagi keluarga mereka.
Namun, pada kompetisi tahun itu, sebuah kecelakaan terjadi. Salah satu dari tiga menara bambu roboh, seratus orang luka-luka. Kompetisi pun dihentikan sampai tahun 2005. Ketika pulih, dia boleh dilangsungkan dengan keamanan yang ketat.
Roti di atas menara diganti dengan replika dari plastik. Namun, pada kompetisi tahun ini, ribuan roti dibuat oleh para tukang roti lokal, dan akan dibagikan ke begitu banyak orang.
(win/mer)