Jakarta, CNN Indonesia -- Pada Selasa (7/7) lalu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), merilis temuan tentang produk pembalut berklorin yang berbahaya. Mereka mengklaim melakukan penelitian di laboratorium.
"Klorin memang tidak bisa dilihat secara kasat mata, jadi kami lakukan penelitian uji laboratorium dengan metode spektrofotometri," ujar peneliti dari YLKI, Arum Dinta, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (7/7).
Namun, menanggapi temuan ini, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maura Linda Sitanggang mempertanyakan metode penelitian tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"YLKI sebaiknya memberikan klarifikasi terhadap temuannya. Sebaiknya dijelaskan dengan lebih detil wujud dan senyawa kimia dari klorin yang ditemukan," kata Linda saat konferensi pers di Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (8/7).
Pasalnya, Linda menyatakan bahwa pihaknya selalu melakukan pengujian ulang terus menerus terhadap pembalut yang ada di pasaran.
Lebih lanjut, ia mengatakan YLKI juga perlu menjelaskan senyawa klorin jenis apa yang ditemukan dalam penelitiannya. "Wujudnya seperti apa? Apakah ion atau gas?" kata Linda.
Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan terhadap pembalut perempuan di peredaran yang dilakukan sejak 2012 hingga pertengahan 2015, ia mengatakan Kemenkes tidak pernah menemukan pembalut yang tidak memenuhi syarat.
Dalam memberikan izin edar, Kemenkes mengharuskan setiap pembalut perempuan memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI 16-6363-2000. Peraturan ini meliputi tentang daya serap minimal sepuluh kali dari bobot awal dan tidak berfluoresensi kuat.
"Pengujian dilakukan di laboratorium yang terakreditasi antara lain PPOMN dan Sucofindo," katanya.
Aturan fluoresensi kuat sendiri, katanya, juga selalu dilakukan dalam proses pengujian sampling pembalut.
"Fluoresensi adalah uji yang dilakukan untuk melihat adanya klorin yang terdapat dalam pembalut," katanya.
Namun, sejauh ini, Linda menegaskan bahwa pihaknya belum pernah menemukan adanya pembalut atau pantyliner yang mengandung zat berbahaya berupa klorin yang.
"Perlu dipahami bahwa yang berbahaya adalah gas klorin atau Cl2. Sementara ion klorin tidak berbahaya karena ada dalam tubuh manusia juga. Klorin tidak berbahaya misalnya ada dalam garam atau NaCl," kata Linda.
Seperti diberitakan sebelumnya, hasil penelitian YLKI menyebutkan bahwa pembalut yang mengandung klorin paling banyak adalah merek CHARM dengan 54,73 ppm. Menyusul di belakang CHARM, Nina Anion menempati posisi kedua dengan kandungan klorin sebanyak 39,2 ppm.
Merek My Lady berada di posisi ketiga dengan kandungan klorin 24,4 ppm dan menyusul di bawahnya VClass Ultra dengan 17,74 ppm. Sementara itu, Kotex, Hers Protex, LAURIER, Softex, dan SOFTNESS juga masuk dalam daftar dengan kandungan klorin 6-8 ppm.
Selain pembalut, penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa kandungan klorin juga ditemukan pada tujuh merek pantyliner, yaitu V Class, Pure Style, My Lady, Kotex Fresh Liners, Softness Panty Shields, CareFree superdry, LAURIER Active Fit.
Tentang paparan nilai klorin dari data YLKI, yaitu 5-55 ppm (part per million), Menteri Kesehatan Nila Moeloek juga menegaskan bahwa kandungan ini masih dalam ambang batas aman.
(chs/mer)