Potret 'Rompi Bunuh Diri Makanan Cepat Saji' Anak Aborigin

Masyaril Ahmad | CNN Indonesia
Kamis, 23 Jul 2015 14:39 WIB
Warwick Thornton, sutradara sekaligus fotografer asal Australia, membuat pameran tersebut dengan membawa sebuah pesan mendalam tentang masalah kesehatan.
Foto karya Warwick Thornton (Dok. Warwick Thornton via Anna Schwartz Gallery)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang anak laki-laki Aborigin bernama Sterling menatap gelisah ke bawah, ia memakai sebuah 'rompi bunuh diri' dari kumpulan kaleng-kaleng McDonald yang terikat oleh lakban pada badan telanjangnya.

Bebannya terlihat jelas, makanan cepat saji yang ia konsumsi telah menggerus detik-detik hidupnya oleh sebuah bom waktu penyakit. Ekspresi wajahnya menunjukkan sebuah masa depan yang tak bisa dihindari.

Di sudut lain, terdapat sebuah gambar yang lebih kecil menunjukkan sang anak memakai ketapel, sebuah mainan berburu tradisional. Lengannya tertarik ke belakang seolah membidik para penonton yang melihatnya. Gerakannya menunjukkan kekuatan yang sedikit kabur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diptych ini merupakan bagian dari rangkaian gambar yang berjudul The Future is Unforgiving karya Warwick Thornton. Karya itu dipamerkan di Anna Schwartz Gallery, Melbourne.

Warwick Thornton, sutradara sekaligus fotografer asal Australia, membuat pameran tersebut dengan membawa sebuah pesan mendalam tentang masalah kesehatan yang dihadapi oleh generasi anak-anak pribumi Australia.

Terdapat gambar anak-anak lainnya yang ditampilkan di pameran, seperti seorang anak perempuan bernama Luka yang terbebani oleh kaleng-kaleng Coca-cola yang terikat di tubuh rampingnya. Pada gambar itu, ia terlihat memegang senjata bumerang ‘nomor 7’, sebuah senjata bumerang yang paling mematikan.

Foto karya Warwick Thornton (Dok. Warwick Thornton via Anna Schwartz Gallery)

Untuk para pengunjung yang melihat, gambar-gambar yang kontradiktif itu mestinya terlihat sangat menantang, kata Schwartz.

"Gambar-gambar itu mempunyai sesuatu kesederhanaan universal dan kepolosan dan positif dari anak-anak, dan meninggalkan bekas kepada kita tentang apa yang akan terjadi dalam hidup mereka," katanya.

Dalam acuan pameran tersebut, Ketua Studi Indigenous dari Universitas Melbourne, Profesor Marcia Langton, mengatakan bahwa potensi anak-anak telah lama hilang. Untuk anak-anak seperti Sterling, "Tradisi sosialisasi seperti berburu, mendapat pengetahuan tentang lingkungan tradisional, mengenal flora dan fauna, merupakan hak warisan mereka", tulisnya.

Para politisi dan pembuat kebijakan mulai mengakui dampak dari kehilangan warisan dan budaya pada kehidupan orang-orang asli Australia tersebut. Tapi orang-orang Aborigin dan penduduk Selat Torres terus menanggung beban yang tidak proporsional dari penyakit dan kesehatan yang semakin buruk.

Data dari Australian Institute of Health and Welfare yang dirilis tahun ini menemukan sekitar 3.000 penduduk asli Australia mati sebelum waktunya setiap tahun, sehingga menghasilkan hampir 100 ribu tahun nyawa yang hilang.

"Masyarakat kami selamanya berkabung pada kehidupan kalahnya generasi muda oleh penyakit yang sebenarnya dapat dicegah,” kata Vicki Wade dari National Heart Foundation, saat peluncuran laporan.

Penyakit yang banyak berkontribusi terhadap mayoritas kematian seperti penyakit jantung, penyakit bayi dan kondisi bawaan, penyakit gastrointestinal, kanker dan diabetes - yang sebagian besar dapat dicegah dengan diet dan menghindari faktor gaya gidup tak sehat, seperti pengaruh alkohol dan tembakau.

Penduduk Aborigin dan Selat Torres kemungkinan tiga kali lebih besar mengalami diabetes dan kadar gula darah lebih tinggi dari orang non-pribumi, satu dari 10 menderita kondisi tersebut. Dari usia 15 tahun, setiap penduduk Aborigin dan Selat Torres di wilayah Kimberley Australia Barat dianggap memiliki risiko tinggi terkena diabetes.

Thornton mengatakan kepada The Guardian Australia bahwa ia sangat menaruh perhatian pada gambar-gambar yang dipamerkan. Pernah terpikir olehnya bahwa pada usia 45 tahun, ia mendekati harapan hidupnya.

Pria pribumi Australia memiliki umur rata-rata 69,1 tahun, 10,6 tahun lebih sedikit dari laki-laki non-pribumi. Bagi perempuan pribumi 73,7 tahun, atau 9,5 tahun lebih sedikit dari perempuan non-pribumi.

"Saya semakin dekat dengan akhir, dan saya tahu saya harus mulai mencari tahu tentang apa yang terjadi setelah ini dan memastikan diet saya sejak awal," kata Thornton.

"Orang-orang dapat bebas membuat karya, ada banyak ide di sana. Tapi satu yang menyentuh hati saya ketika tekanan darah dan kolesterol menjadi masalah kesehatan yang dihadapi anak-anak kita."

Anak-anak yang ada dalam pameran semuanya berhubungan dengan hidup Thorton, mulai dari rumah asalnya di Alice Springs, Northern Territory Australia yang berjarak 1.500 kilometer dari kota besar. Menurut Thornton keluarga itu penting, karena pesan-pesan kuat yang diberikan sekaligus kegelapan yang mereka gambarkan.


(mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER