Jakarta, CNN Indonesia -- “Saya dapat merasakan sakit yang Anda rasakan.” Ekspresi tersebut biasanya diungkapkan ketika seseorang bersimpati untuk penderitaan orang lain. Namun, bagi seorang dokter, ungkapan tersebut diucapkan dalam arti sesungguhnya.
Joel Salinas, dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum Massachusetts, secara fisik dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasiennya.
Ahli bedah saraf tersebut menderita kondisi langka
mirror-touch synesthesia, suatu kondisi di mana dia akan mengalami sensasi sama dengan orang yang sedang diamati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salinas mengatakan, “Ketika saya melihat orang-orang, saya bisa merasakan sensasi apapun yang mereka rasakan kapan pun saya menyentuh tubuh mereka dengan tubuh saya.”
Salinas sadar kondisi tersebut dia miliki saat dirinya masih kecil. Ketika melihat orang lain memeluk, dia merasa seolah-olah sedang dipeluk. Kondisi yang kurang menyenangkan juga dia rasakan.
Saat menyaksikan seseorang dipukul, maka Salinas akan merasakan ketidaknyamanan orang tersebut. Sebetulnya sensasi ini amat mengganggu dirinya.
Ketika menempuh pendidikan kedokteran, Salinas amat sadar dengan kondisi ini, terutama ketika menonton proses amputasi. “Saya ingat waktu merasakan lengan saya seperti dipotong-potong, persis seperti apa yang saya saksikan,” ungkapnya mengenang peristiwa itu.
Mirror-touch synesthesia disebabkan oleh aktivitas saraf cermin (
mirror neuron). Ini adalah sel-sel yang diaktifkan tidak hanya ketika tubuh melakukan perilaku tertentu, tapi juga ketika seseorang, atau hewan, menyaksikan subjek lain melakukan aksi tersebut.
Pada studi terhadap kondisi ini pada 2007, ahli bedah saraf kognitif Universitas College London, Jamie Ward, mengatakan, “Kami sering tersentak ketika melihat seseorang mengalami patah lengan, mungkin itu adalah versi lemah dari pengalaman sinestetis ini.”
Sekitar satu sampai dua persen populasi di dunia mengalami kondisi langka ini. Bagi beberapa orang, sensasi ini dianggap sebagai beban, penderitaan berlebihan, dan memicu masalah kesehatan mental termasuk kecemasan dan depresi.
Meski demikian, Salinas mengakui bahwa kondisi tersebut membantunya berempati kepada pasien-pasien.
“Keadaan ini membuat saya benar-benar terhubung dengan pasien,” ucapnya. Ada dinding yang runtuh ketika Salinas merasakan berbagai sensasi yang juga dirasakan pasiennya.
Kendati memiliki konsekuensi yang kadang tak menyenangkan, Salinas mengaku, dia tidak akan pernah mengubah kondisinya tersebut.
(win/mer)