Jakarta, CNN Indonesia -- Di berbagai jejaring sosial kini sering kali terlihat kawula muda berpose dengan sepatu putih atau hitam bergambar warna-warni di bagian depannya. Menampilkan karya dari seniman kelas dunia, seperti Pharrell Williams, Todd James, dan Mr., sepatu tersebut menjadi incaran banyak anak muda masa kini.
Hanya menampilkan karya seni di depan sepatunya, pihak produsen mengaku memang memiliki alasan khusus.
"Shelltoe atau ujung sepatu itu dari dulu selalu menjadi daya tarik bagi orang. Kami menampilkan karya seni di shelltoe agar orang tambah tertarik," ujar Senior Activation Manager Adidas Indonesia, Ivon Liesmana, kepada CNN Indonesia sesaat setelah menggelar jumpa pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketertarikan ini, kata Ivon, dimulai sejak medio 1980-an. Kala itu, basket tengah digandrungi masyarakat.
Adidas sendiri sebenarnya sudah merilis hasil kolaborasi dengan pemain basket asal Amerika Serikat, Kareem Abdul-Jabbar pada 1971. Inovasi pun terus dilakukan dengan perilisan sepatu dengan beberapa pemain basket ternama, seperti Doug Collins, Kevin Grevey, Billy Knight, Mitch Kupchak, dan Kermit Washington sejak 1979.
Tren sepatu basket meledak ketika Nike menggandeng Michael Jordan untuk merilis rangkaian sepatu Air Jordan pada 1985. Adidas pun berkolaborasi dengan Patrick Ewing dengan mengeluarkan seri sepatu basket Ewing Rivalry setahun kemudian.
Namun, ada ciri khas yang selalu dibawa dalam koleksi sepatu basket kolaborasi Adidas sebelum era 1990-an, yaitu model depan layaknya sneaker dan tiga garis di samping, seperti model Superstar kini.
Menurut Ivon, model depan sepatu Adidas kala itu sangat disukai banyak orang. "Bagian depan kan sebagai tumpuan. Harus nyaman bagi pemain basket. Itu merupakan bagian penting yang dilihat orang saat itu," kata Ivon.
Melihat antusiasme tersebut, Adidas pun memutuskan menambah daya tarik dari shelltoe tersebut dengan memberikan sentuhan karya seni. Dengan mendapuk seniman muda berbakat dari berbagai negara, Ivon mengaku sangat berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan.
Tak hanya menghadirkan sepatu Superstar Supershell karya seniman mancanegara, Adidas juga menggandeng ilustrator muda Indonesia, Diela Maharanie.
Bukan di sepatu biasa, Diela menuangkan karya di atas reklame shelltoe raksasa berbahan dupleks berukuran sekitar 75x50 cm. Sekaligus menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia, Diela menggoreskan cat akrilik dan spidol dengan pola gambar bertema Indonesia.
"Saya mau menunjukkan keindahan alam Indonesia dengan menampilkan unsur flora dan fauna Indonesia dan beberapa tempat terkenal. Ada burung kasuari yang cuma ada di Papua, Rafflesia Arnoldi, dan Monas. Kita dikasih alam indah, harus diapresiasi," ujar Diela.
Reklame ujung sepatu tersebut dapat dilihat di gerai Adidas Grand Indonesia pada 14-22 Agustus. Setelah itu, karya ini akan diboyong ke Bandung untuk dipamerkan di gerai Adidas Paris van Java pada 24-31 Agustus.
Meskipun sudah dapat dipampang di reklame sepatu raksasa, Ivon belum dapat memastikan apakah karya Diela juga dapat diproduksi di ujung sepatu Adidas sungguhan.
"Adidas itu brand internasional. Untuk mengusulkan satu desain, tentu perlu proses panjang. Kami belum bisa memastikan itu," kata Ivon.
Kendati demikian, Ivon mengaku akan terus menggandeng seniman-seniman lokal untuk bekerja sama dengan Adidas. Ia pun mengaku sudah mengantongi nama untuk kolaborasi selanjutnya.
"Sudah ada, tapi rahasia. Tunggu saja," katanya.
(mer)