Jakarta, CNN Indonesia -- Semakin banyak uang yang dimiliki orang-orang, semakin berubah gaya hidup mereka. Mark Woodward, profesor dari George Insitute for Global Health, mengatakan, semakin banyak orang-orang di Asia Tenggara yang memiliki banyak uang, pada akhirnya mereka masuk ke pola makan salah.
“Jika Anda memiliki uang lebih, Anda akan mengeluarkan uang membeli makanan cepat saji. Ketika punya mobil, Anda tidak berjalan kaki atau bersepeda ke kantor, tapi mengendarai mobil, dan kemungkinannya Anda juga merokok,” kata Woodward dalam Konfrensi Pers Societal and Economic Impact of Cancer in the Southeast Asia Region di Nusa Dua, Bali, pada Kamis (21/8).
Woodward mengatakan, semua negara di dunia memiliki masakan tradisional masing-masing, “Apakah itu di Inggris, Amerika Serikat, atau Indonesia.” Semua makanan tradisional cukup baik untuk mencegah penyakit kanker, penyakit jantung, atau stroke, ucap Woodwart yang seorang vegetarian tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Woodward ingat ketika dia pertama kali datang ke Indonesia sekitar 30 tahun yang lalu. Ke mana pun dia pergi di negeri ini pasti akan bertemu dengan ayam goreng. “Itu makanan lokal yang sangat menarik. Tapi saya bingung kenapa Anda menginginkan ayam goreng ala Amerika, ketika sudah punya ayam goreng di negara Anda sendiri?” Woodward bertanya sambil tertawa heran.
Namun, budaya makanan tradisional ini juga kadang membingungkan. Di satu sisi sehat, tapi tak semuanya menyehatkan. Misalnya, sudah jelas bahwa pada umumnya orang-orang vegetarian atau yang menjalankan diet vegan memiliki lemak jenuh yang lebih sedikit.
Namun, pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Orang-orang di negara barat mereka sangat senang menyantap keju yang mengandung lemak. Demikian halnya dengan santan. “Lantas semua aturan tentang makanan tradisional yang lebih sehat menjadi kacau. Namun, pada intinya adalah makan secukupnya.”
Setiap orang, termasuk pasien penyakit kanker, punya hak memilih. Jika memilih untuk tetap merokok, maka dia hanya merusak dirinya sendiri tapi juga keluarga terdekatnya. Apalagi, menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang penduduknya terbanyak di Asia Tenggara ini.
Negeri ini pun jadi target empuk industri untuk memasarkan produk global mereka, salah satunya adalah rokok.
Kanker dan industri rokokWoodward menjelaskan, “Jika kita melihat pada statistik, kanker paru merupakan penyebab kejadian kanker terbesar kedua dan penyebab kematian terbesar pertama di Asia Tenggara.” Faktanya di Asia, lebih dari 60 persen laki-laki merokok.
Sementara itu, Hasbullah Thabrany, dosen Kebijakan Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia mengungkap satu fakta mengkhawatirkan tentang industri rokok di Indonesia. “Ya hal aneh lainnya yang terjadi di Indonesia, kami melindungi industri. Kami melindungi industri rokok lebih dari kami melindungi manusia,” ujarnya.
Bertahun-tahun yang lampau kegelisahannya tersebut, sempat dia tuangkan dalam sebuah tulisan berjudul
Indonesia adalah Surga Bagi Industri Rokok dan Neraka bagi Manusia. Di Indonesia, menurut Thabrany, sangat mudah untuk mengampanyekan rokok atau makanan cepat saji.
“Tapi Anda tidak akan menemukan papan iklan pemerintah yang mengampanyekan hidup sehat, konsumsi makanan lokal, konsumsi makanan sehat, atau melakukan olahraga setiap hari,” ungkapnya.
Kepentingan masyarakat selalu dikalahkan oleh kepentingan industri. Itu fakta yang sampai sekarang terjadi. Kampanye gaya hidup sehat, tampaknya akan selalu takluk oleh gempuran iklan rokok atau makanan cepat saji.
“Harus ada
people movement bersama dengan masyarakat,” kata Thabrany. Hal tersebut juga berlaku untuk menyadarkan masyarakat akan dampak kanker bagi sosial ekonomi rumah tangga. “Biarkan orang-orang tahu bahwa ini adalah masalah besar. Suatu hari mungkin Anda akan menjadi bagian dari kami. Jadi, jangan menjadi salah satu dari kami.”
Thabrany mengakui bahwa dengan kebijakan pemerintah saat ini, pemerintah mencari industri baru yang bisa menghasilkan lebih banyak pemasukan. Hal lain yang perlu diperjuangkan adalah menaikkan pajak rokok sehingga pada akhirnya harga rokok ikut naik.
Ironi di negeri pembakar uangIni yang sedang diperjuangkan oleh Thabrany tahun ini, katanya. “Karena harga rokok di Indonesia adalah salah satu yang terendah. Itu sebabnya anak-anak sekolah bisa membeli rokok. Sebab, harga rokok di Indonesia hanya satu dolar per bungkus. Bahkan papan iklan rokok diletakkan di depan sekolah. Beginilah situasi gila yang terjadi di Indonesia.
“Kami ingin menaikkan harga satu bungkus rokok tiga kali lipat, dan pemerintah akan mendapat uang,” ujarnya. Namun, pemerintah harus memberikan timbal balik uang tersebut kepada masyarakat. Caranya, menggunakan uang tersebut untuk mempromosikan perilaku hidup sehat dengan menyediakan fasilitas olahraga, kesenian, dan fasilitas lainnya.
Prof Thabrany mengungkap fakta mengejutkan tentang perilaku merokok di Indonesia. “Indonesia menghabiskan per tahun sekitar US$ 30 sampai 35 miliar, atau sekitar Rp 410 sampai 481 triliun, membakar uang untuk rokok.”
Sementara itu, anggaran belanja pemerintah untuk kesehatan tahun ini hanya US$ 70 miliar dolar, atau sekitar Rp 962 triliun, atau hanya 30 persen dari uang tersebut.
“Tahun lalu kami membakar 360 miliar batang rokok selama satu tahun. Rata-rata, setiap orang Indonesia, termasuk bayi yang lahir di tengah-tengah lingkungan perokok, semuanya mengonsumsi 104 ribu batang rokok per tahun. Ini gila.”
Jangan lupakan juga kaum hawa kata Woodward. Bagi perempuan muda, merokok adalah hal yang sangat seksi, gaya hidup yang seksi. “Itu tidak seksi, merokok dapat menyebabkan perempuan kehilangan anggota tubuhnya."
Woodward menimpali, “Hal terbaik, menurut pendapat saya, untuk mencegah kanker adalah dengan membuat orang-orang berhenti merokok, dan hentikan orang-orang untuk mulai merokok. Ini adalah masalah di berbagai negara.”
(win/mer)