Jakarta, CNN Indonesia -- Remaja laki-laki dengan tingkat denyut jantung rendah saat istirahat lebih mungkin melakukan kejahatan kekerasan ketika dewasa, berdasarkan sebuah studi di Swedia.
Detak jantung rendah saat istirahat tidak selalu menandakan masalah. Menurut Asosiasi Jantung Amerika, detak jantung rendah umum terjadi pada orang yang sangat atletis, karena otot jantung mereka dalam kondisi baik, dan tidak perlu bekerja keras untuk mempertahankan irama yang stabil.
Namun, penelitian sebelumnya telah mengaitkan denyut jantung rendah saat istirahat dengan perilaku antisosial anak-anak dan remaja, seperti diungkapkan oleh penulis penelitian dalam
JAMA Psychiatry.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Denyut jantung yang lambat diduga dapat meningkatkan pengambilan risiko, baik itu karena remaja mencari pengalaman yang menantang atau gagal mendeteksi bahaya sebanyak rekan-rekan mereka dengan detak jantung normal.
Tim penelitian yang dipimpin oleh Antti Latvala dari Korilinska Institute di Stockholm dan Universtitas Helsinki di Finlandia menyelidiki hubungan antara denyut jantung laki-laki muda ketika mereka memasuki dinas militer sekitar usia 18 tahun, serta peluang mereka melakukan kejahatan ketika dewasa.
Penelitian ini melibatkan 710 ribu peserta yang lahir antara tahun 1958 dan 1991, mereka kemudian diikuti selama lebih dari 36 tahun.
Jika dibandingkan dengan 140 ribu pemuda dengan tingkat jantung istirahat tertinggi (di atas 83 denyut per menit), peserta dengan denyut jantung terendah (tidak lebih dari 60 denyut per menit), memiliki sekitar 39 persen kemungkinan dihukum atas perilaku kekerasan dan kejahatan. Mereka juga memiliki kesempatan 25 persen lebih tinggi mendapatkan hukuman karena kejahatan tanpa kekerasan.
“Sudah jelas bahwa denyut jantung pada saat istirahat dengan sendirinya tidak dapat digunakan untuk menentukan perilaku kekerasan atau antisosial di masa depan,” kata Latvala, seperti dilansir dari laman Reuters.
Namun, lanjut Latvala, hal ini menarik karena bisa menjadi ukuran sederhana yang dapat digunakan sebagai indikator perbedaan individu dalam proses psiko-fisiologis, yang membentuk puzzle kecil yang merupakan bagian tak terpisahkan.
Para peneliti tidak yakin mengapa detak jantung yang lambat mungkin terkait dengan kekerasan atau pengambilan risiko. Denyut jantung istirahat yang rendah bisa menjadi indikator rangsangan fisiologis rendah yang kronis, dan hal itu bisa menyebabkan orang untuk mencari pengalaman yang merangsang.
Latvala dan rekannya menulis, denyut jantung yang rendah bisa merupakan tanda respons psikologis yang tumpul dalam menghadapi situasi yang biasanya menghasilkan stres atau kecemasan pada orang lain, dan itu mungkin menyebabkan perilaku tak kenal takut.
Selama penelitian, sekitar 40 ribu orang dihukum karena kejahatan kekerasan setelah penelitian tindak lanjut setelah rata-rata 18 tahun kemudian. Lalu, sekitar 104 ribu orang dihukum karena kejahatan tanpa kekerasan setelah penelitian tindak lanjut pada rata-rata 16 tahun kemudian.
Berdasarkan temuan studi, lelaki yang memiliki denyut jantung istirahat yang rendah selama masa remaja juga lebih mungkin untuk terbunuh dan terluka dalam serangan, atau mengalami kecelakaan serius yang mengakibatkan kematian.
(win/mer)