Jakarta, CNN Indonesia -- Para peneliti mulai mencari jawaban atas kondisi yang dialami para penderita anoreksia nervosa. Mereka menelusuri jauh ke mekanisme saraf otak para pengidap anoreksia. Berdasarkan studi terbaru, perbedaan aktivitas saraf di otak dapat mendasari pola makan tak sehat pada penderita anoreksia nervosa.
Drai penelitian tersebut, diketahui orang-orang yang dirawat di rumah sakit karena anoreksia nervosa, ternyata mengaktifkan area unik di otak mereka saat membuat keputusan memilih di antara berbagai makanan.
“Penelitian ini menarik karena ini adalah pertama kalinya kami mampu memelajari secara langsung apa yang terjadi di dalam otak pasien anoreksia nervosa ketika memutuskan untuk mengonsumsi makanan tertentu,” kata Joanna Steinglass, psikiater di Pusat Kedokteran Universitas Columbia di New York, seperti dilaporkan oleh Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Steinglass menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI), yang berfungsi melacak aliran darah di otak. Dengan fMRI tersebut, para peneliti melakukan penelitian terhadap 21 perempuan yang baru dirawat di rumah sakit karena anoreksia, dengan 21 orang sehat yang tidak mengalami gangguan makan.
Selama penelitian, peserta menilai kesehatan dan kelezatan sekitar 76 makanan. Mereka menjawab serangkaian pertanyaan untuk memilih antara makanan yang mereka nilai 'netral' dan makanan lain pada daftar.
Dibandingkan kelompok pembanding, orang dengan anoreksia kecil kemungkinannya memilih makanan berlemak tinggi, yang mengandung setidaknya 30 persen kalori dari lemak.
Hal itu berkaitan dengan lebih aktifnya area dorsal striatum di otak para pengidap anoreksia, area yang dikaitkan dengan tindakan kebiasaan, saat memilih makanan, berdasarkan laporan penulis dalam jurnal Nature Neuroscience.
Tidak mengherankan, pilihan makanan yang dibuat oleh peserta selama studi pencitraan itu cocok dengan pilihan mereka pada hari berikutnya, yakni ketika mereka diberi makan siang prasmanan dan diizinkan memilih makanan apapun yang mereka inginkan.
Dibandingkan kelompok pembanding, orang-orang dengan anoreksia, kecil kemungkinannya memilih makanan berlemak tinggi untuk makan siang.
Steinglass mengatakan, ini adalah studi pertama yang menguji hipotesis bahwa perilaku anoreksia nervosa memenuhi definisi ilmu saraf kognitif tentang 'kebiasaan'.
“Kami menemukan, ketika pasien anoreksia nervosa membuat pilihan makanan, mereka menunjukkan adanya aktivitas di area otak striatum dorsal, sedangkan orang yang sehat tidak. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan mekanisme saraf yang aktif pada orang-orang ini.”
Steinglass mengharapkan, pemahaman mekanisme saraf penderita anoreksia nervosa, bisa memberikan titik terang untuk penelitian pengobatan penyakit ini di masa depan.
(win/les)