Jakarta, CNN Indonesia -- Restu Anggraini, Friederich Herman, dan Merdi Sihombing tampil dalam satu rangkaian
fashion show yang menerapkan
ethical fashion dalam karya busana mereka. Mereka menerapkan
ethical fashion dengan cara dan gaya masing-masing lewat pergelaran fesyen
bertajuk
Beginning Ethical Fashion.
Ethical fashion atau fesyen etis sebenarnya bukanlah hal baru di industri fesyen. Belakangan terobosan ini mulai didengar.
Banyak yang mengaitkan
ethical fashion dengan fesyen yang ramah lingkungan, tapi ternyata tidak sebatas itu.
Ethical fashion juga memerhatikan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam membuat produk fesyen itu sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam
fashion show yang didukung oleh Kementerian Perindustrian tersebut, label fesyen Etu dengan rancangan santunnya tampil dengan tema
The Continuum. Etu menggunakan bahan ramah lingkungan untuk membuat koleksinya, yang berasal dari
cupro. Bahan ini didapatkan dari sebuah perusahaan di Jepang bernama Asahi Kasei Fiber Corporation.
"Bahan ini ramah lingkungan 100 persen
biodegradable, cocok untuk di Indonesia. Bahkan anti-kotor, anti-debu, anti-statis, cocok untuk baju muslim," kata Desainer Etu, Restu Anggraini saat ditemui usai jumpa persnya di Senayan City, Jakarta, Senin (26/10). Ia juga menggunakan linen, serat tanaman rami, dan katun untuk menyempurnakan koleksinya.
 Busana karya Merdi Sihombing, Restu Anggraini, dan Friederich Herman yang mengusung Ethical Fashion. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
Dari segi teknik pembuatan busana, Etu menggunakan teknik smoking. Teknik ini menghasilkan detail efek ukiran dan pola yang kompleks melalui jahitan tangan dan keahlian tertentu.
Selain itu Etu juga membuat detail struktur pada bahannya dengan beberapa efek yang berbeda seperti
dot dan
grid menggunakan jahitan tangan. Teknik smoking juga menghasilkan dua efek yang berbeda dalam satu busana di bagian depan maupun belakang bahan untuk menegaskan tema
The Continuum yang digunakan Restu.
Restu juga cenderung menggunakan warna-warna aman untuk rancangannya. Nuansa putih yang dikombinasi dengan putih gading membuat tampilan busana Etu terlihat bersih.
Kebanyakan dari busana yang ditampilkan Etu memadukan atasan berkerah dengan celana panjang berpotongan lurus, ada juga yang berpipa lebar.
Untuk melengkapi busana santunnya, Restu menggunakan luaran berbagai model dengan detail smoking. Terlihat sederhana, tapi jika dilihat dengan saksama akan terlihat sisi kerumitan busana tersebut.
Sementara itu, Friederich Herman yang mengusung tema
Moods, bermain dengan lebih banyak warna. Ia menggunakan warna
bluebonnet dan
buble gum pink, meski dominan menggunakan hitam dan putih. Ia juga bermain dengan lebih banyak bahan, seperti merino, cady wool, silk gazar, textured jacquard, dan organza.
Sesuai dengan gayanya yang kontemporer, Friederich ingin menunjukkan busana
street style yang menonjolkan kesan kasual. Ia menghadirkan beberapa
dress selutut dengan potongan rok asimetris hitam putih dan bagian atas busana yang memperlihatkan punggung.
 Busana karya Merdi Sihombing, Restu Anggraini, dan Friederich Herman yang mengusung Ethical Fashion. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
Untuk beberapa tampilan, Friederich membuat
long coat dan blazer tanpa lengan dengan detail kancing besar di depannya yang terlihat formal namun tetap kasual.
Dari semua busana karya Friederich, ada satu yang agak berbeda. Busana biru dengan garis tepi putih yang juga dipadukan dengan celana putih tampil sedikit mencolok. Baju yang terlihat seperti jubah dengan potongan bagian depan dan belakang yang tak sama rata itu seolah memiliki kelebihan bahan di bagian leher yang diletakkan begitu saja.
Dilihat dari busana dan bahan yang ia gunakan, Ethical Fashion Friederich memang tidak terlihat pada busananya. Namun, Friederich mengangkat Ethical Fashion dari sumber daya manusia yang ia ajak kerja sama.
"Untuk bahan dan materialnya belum sampai di situ (belum menggunakan bahan ramah lingkungan). Tapi kami menuju ke arah
sustainability dengan memanusiakan tenaga kerja fesyen," ujar Friederich.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memanusiakan tenaga kerja seperti yang dimaksud desainer muda itu. Ongkos kerja yang sesuai dan tidak mengeksploitasi pekerja adalah hal yang ia pegang teguh.
Sebagai penutup, Merdi Sihombing tampil dengan busana-busana yang memiliki sentuhan tradisional. Bagaimana tidak, karya yang ia tampilkan ini memang merupakan buah kerja samanya dengan pengrajin lokal di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.
Butuh lebih dari dua tahun untuk Merdi menyelesaikan karyanya tersebut. Di sana ia benar-benar mempraktekkan apa yang disebut
ethical fashion. Tidak hanya memberdayakan para pengrajin dengan transfer ilmu, Merdi juga menggunakan teknik pewarnaan dari alam.
"Kami membuat motif baru karena saya tidak mau menggunakan kain adat. Kain adat punya filosofi yang dalam dan kami tidak mau mengguntingnya," ujar Merdi.
Begitulah cara Merdi untuk mempraktekan
ethical fashion dalam karyanya. Penuh perhitungan dan penuh pertimbangan sebelum memulai membuat sebuah karya. Maklum, Merdi merupakan penggagas
ethical fashion di Indonesia yang memulai praktek ini lebih dulu, beberapa tahun lalu.
Kendati motif yang ditampilkan Merdi merupakan motif baru, tapi kesan tradisional dan etnik begitu lekat pada busana yang ia buat. Hal ini ia pertegas dengan menggunakan aksesori seperti topi dan kalung yang juga bergaya etnik.
Pada beberapa tampilan, kesan itu ia coba padankan dengan sentuhan modern berupa rompi polos dengan potongan yang
clean. Namun, ada juga kebalikannya. Ia membuat rompi kain tenun dengan motif sendiri yang dipadukan dengan terusan rok yang berlipit kecil, atau
jumpsuit berlipit kecil pada celananya.
Merdi juga melakukan tabrak motif pada beberapa penampilan. Pada beberapa tampilan busananya ia memadukan
stocking berwarna kontras dengan busana, misalnya putih, merah, kuning, dan biru. Beberapa terlihat pas ketika dikenakan, tapi ada juga yang agak mengganggu dan membuat penasaran bagaimana jika
stocking itu ditanggalkan?
Namun, di luar busana yang mereka tampilkan, yang terpenting adalah ketiga desainer ini telah berusaha untuk memulai
ethical fashion, dan menjaga keberlangsungan industri fesyen di Indonesia yang selaras dengan alam.
(win/vga)