Suka Duka 'Memikul' Nama Pasaran

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Selasa, 03 Nov 2015 17:12 WIB
Punya nama yang juga dimiliki sejuta orang lainnya di dunia memang bisa jadi menyebalkan. Namun juga bisa jadi ciri khas tersendiri.
Ilustrasi komunitas (LuminaStock/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Apa rasanya memiliki nama pasaran? Banyak yang mengatakan aneh karena berada dalam satu ruangan dengan nama yang sama, namun tak sedikit pula yang merasa bahagia bahkan bangga bila bertemu orang dengan nama yang sama. 

Asep Hambali merasakan kebanggaan dengan nama ‘Asep’ yang diberikan oleh kedua orang tuanya ketika ia lahir. Alumni Institut Pertanian Bogor ini justru merasa namanya menjadi ciri khas tersendiri.

“Bangga sih punya nama Asep, orang jadi yakin saya ini Sunda bukan Tionghoa,” kata Asep dengan bercanda saat berbincang dengan CNN Indonesia, beberapa waktu lalu. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perawakannya memang mirip dengan keturunan Tionghoa, dengan mata sipit dan kulit putih dan rambut lurus, Asep yang asli orang Subang itu memang kerap dikira keturunan Tionghoa.  

Nama ‘Asep’ bagi pria ini sangat berharga karena adalah nama yang sama dengan mendiang ayahnya. Dan nama Hambali mengacu kepada nama salah satu imam besar dalam agama Islam, Imam Hambali. Sudah seringkali ia menemukan sesama ‘Asep’, sama seringnya ia mendapat ejekan karena namanya yang cenderung pasaran. Asep mengaku dia kerap mendapat cemoohan dari sebayanya karena namanya itu, tapi ia tak ambil pusing.  

“Kata mereka, nama saya pasaran dan sunda pisan (sangat menunjukkan Suku Sunda). Tapi saya tanggapi dengan santai dan bercanda saja,” kata Asep.  “Tapi memang agak bingung saat ada yang sama, jadi manggilnya ketika ada di satu tempat yang sama itu seperti Asep tua, Asep pak Haji, atau Asep karyawan. Atau manggil dengan nama belakang atau organisasinya, ribet sih tapi bisa teratasi kok. 

Biar namanya pasaran, tapi Asep mengaku mengidolakan Asep lainnya, yaitu seniman Jawa Barat, Asep Sunandar Sunarya, yang tenar dengan acara ‘Asep Show’ pada dekade 90an. 

Asep Sunandar Sunarya adalah salah satu dalang wayang golek legendaris asal Bandung, Jawa Barat. Seniman yang memiliki nama lahir Asep Sukana tersebut menciptakan karakter Cepot yang terkenal hingga mancanegara. Ketika berada di puncak ketenaran pada 1985 hingga 1990, Asep Sunandar memiliki jam terbang yang tinggi, ia harus mentas 40 kali dalam sebulan. Seniman besar itu tutup usia karena penyakit jantung pada 31 Maret 2014 silam. 

Asep Hambali pun berharap suatu saat nanti ia dapat memiliki karya sebaik ‘Asep senior’ yang menjadi idolanya itu. Meski tidak terampil dalam memainkan dalang seperti Asep Sunandar, setidaknya dengan bernama ‘Asep’, ia sudah membawa jatidiri Sunda ke mana pun ia berada. “Nama Asep kan sangat terasa Sunda, jadi seharusnya bisa jadi duta daerah juga secara tidak langsung meski sedang tidak berada di tanah Sunda,” katanya. 

Seperti juga Asep, Dewi Karmila pun tak mempersoalkan namanya yang dimiliki 'sejuta umat'. Dia justru berbangga hati punya nama pasaran. 

"Ya berarti kan, Dewi itu populer," kata wanita yang bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan swasta itu. 

Dewi berkisah, sewaktu sekolah, pernah ada tujuh orang bernama Dewi yang satu kelas dengan dia. "Kalau ada yang manggil Dewi, nengok semua. Makanya, sejak saat itu kita punya nama panggilan masing-masing," kata wanita yang kini akrab disapa Deka itu. Deka merupakan akronim dari nama lengkapnya. 

Saat disinggung mengenai ide membuat komunitas pemilik nama Dewi, Deka hanya tertawa. "Nggak perlu lah, semua juga tahu nama Dewi pasaran, nggak perlu juga dibuat komunitasnya," ujar dia. 

Meskipun begitu, dia tidak menampik pernah ada rasa penasaran mengetahui seberapa banyak pemilik nama Dewi di seluruh Indonesia. "Lucu juga kalau semua yang namanya Dewi kumpul."
(les/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER