Jakarta, CNN Indonesia -- Apa yang membedakan laki-laki dari perempuan? Salah satunya adalah hormon testosteron. Hormon testosteron berperan penting dalam faktor karakter laki-laki seperti suara, otot-otot besar, rambut khas lelaki, termasuk juga untuk sperma dan libido atau gairah seksual. Laki-laki bisa memiliki karakter khas tersebut karena peran testosteron.
Namun pertanyaannya, apakah laki-laki yang kekurangan testosteron menjadi tidak laki-laki lagi? Psikolog klinis dewasa Tar de Thouars menjawab 'tidak juga'. Menurut Tara, pada dasarnya ketika level testosteron berkurang akan ada dampak yang muncul, di antaranya adalah disfungsi seksual, disfungsi ereksi, dan penurunan libido.
“Disfungsi seksual sangat ditakuti laki-laki. Karena kejantanan laki-laki dilihat juga dari kemampuan berhubungan seksual, bagaimana dia memuaskan pasangan. Karena jika tidak bisa melakukan itu rasanya enggak jantan,” kata Tara dalam acara dialog media bertajuk SMILE (Seputar Masalah Intim Laki-Laki), tadi siang di DoubleTree Hotel, Jakarta, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tara menjelaskan, penelitian oleh University of Maryland Medical Centre mengatakan bahwa hampir setiap laki-laki pernah mengalami disfungsi ereksi. Namun, menurut Tara yang perlu menjadi perhatian adalah intensitasnya, apakah problem tersebut mengganggu lelaki tersebut, atau mengganggu pasangannya sehingga harus segera diatasi.
“Jika terjadi sesekali mungkin saja itu faktor psikologis, misalnya stres, banyak pikiran sehingga gairah hilang. Tapi jika intensitasnya besar, terjadinya tidak hanya sesekali berarti ada permasalahan yang lebih besar daripada sekadar masalah psikologis atau stres. Itu yang harus dicek, karena harus dituntaskan ke akar masalah.”
University of Maryland juga menemukan bahwa 15 persen disfungsi ereksi disebabkan oleh faktor psikologis. “Tapi kita harus lihat juga dari faktor fisik atau kesehatannya, apakah memang sudah usia, ada diabetes, atau penyakit lain. Kalau akar masalahnya dari masalah kesehatan berarti harus dituntaskan dari situ,” ujar lulusan Bachelor of Arts in Psychology dari University of Queensland Australia itu.
Tara menjelaskan beberapa penyebab disfungsi ereksi secara psikologis adalah stres, depresi, kecemasan (anxiety), dan permasalahan dengan pasangan. Orang yang stres sulit mengalihkan pikiran dari masalah-masalah dalam hidup, misalnya ketika ada masalah kerjaan dan masalah finansial.
“Pria punya peran sangat tinggi. Jika dia merasa gagal dalam pekerjaan, maka dia merasa harus berhasil dalam hal lainnya, seperti hubungan seksual, sehingga dia punya tuntutan yang sangat besar pada saat mau berhubungan seksual. Tanpa dia sadari tuntutan itu justru membuat dia jadi tambah stres lagi pada akhirnya menjadi depresi.”
Depresi adalah perasaan dan pikiran buruk mengenai diri sendiri dan sekitarnya dan ketidakseimbangan kimiawi dalam otak. “Orang yang depresi biasanya mood-nya selalu low, perasaannya selalu enggak enak, mood selalu sedih, enggak nafsu ngapa-ngapain hilang minat, sehingga memengaruhi kegiatan seksualnya juga.
Lalu ada kecemasan, asumsi-asumsi yang diyakini terjadi. Beberapa contoh kecemasan yang menyebabkan disfungsi ereksi adalah, berpikir posisi seksual yang bagus seperti apa nanti, bisa tidak menguasai pasangan, nanti pasangan bahagia tidak. Semua pikiran kecemasan tersebut jika dipikirkan terus-menerus akan membuat gairah seksual otomatis menurun, kata Tara.
(win/win)