Jakarta, CNN Indonesia -- Suhaimi (70) mengisap rokok lokal Belitung, Maraton, ke paru-parunya yang sudah renta. Dia duduk sendirian di bangku panjang warung kopi Anui, di Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Sudah dari pukul lima pagi kakek itu duduk di sana, sendirian saja, hanya ditemani secangkir kopi hitam. Sementara yang lain, kebanyakan duduk berkelompok, tiga orang, empat orang, bahkan lebih dari lima orang.
Ritual nongkrong di warung kopi dilakukan Suhaimi sejak dia muda dulu. Sebagai penjaga timah, dia memulai aktivitasnya dari pukul enam sore sampai pukul enam pagi. “Kopi murah di sini, tiga ribu (rupiah),” katanya yang tidak pernah minum kopi selain di warkop Anui.
Pulang kerja, Suhaimi pasti menyempatkan diri mereguk segelas kopi O, singkatan dari kopi hitam
only (tanpa susu), di warkop yang sudah ada sejak 1982 tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah Suhaimi terletak di Kecamatan Kampung Gunung, daerah Pantai Larang yang jaraknya tiga kilometer ke tempat kerjanya di daerah Manggar. Kurang lebih empat puluh lima menit Suhaimi sudah sampai dengan menggowes sepeda ontel tuanya. “Di sini banyak kawan,
ngobrol-ngobrol, dengar-dengar,” kata bapak enam orang anak tersebut.
 Warung kopi Anui di Kota Manggar Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. (CNN Indonesia/ Windratie) |
Gaji sebulan Suhaimi Rp 700 ribu per bulan. Menurutnya, gaji itu termasuk besar karena pekerjaan dia tidak terlalu berat. “Kerja tidur doang,” katanya. Duduk-duduk sambil minum kopi di warung kopi sebelum dan sesudah kerja adalah kebiasaan masyarakat kota Manggar, Beltim sejak lama. Maka tak heran jika Manggar dijuluki sebagai Kota 1001 Warung Kopi.
Berbeda dengan warkop Anui yang tutup di sore hari, warkop Acin mulai buka pada pukul lima sore. Warkop Acin dibuka sejak 1998, usia warkop ini tergolong muda karena budaya minum kopi di warung kopi sudah ada sejak zaman penambangan timah di PT Timah dahulu.
Di atas pukul sembilan malam, bangku-bangku di warung kopi Nyonya Acin mulai terisi penuh. Seperti di kedai kopi lainnya, tamu-tamu di warkop Acin sebagian besar adalah pelanggan. Pelanggan lama tidak akan kemana-mana, setiap hari selalu datang ke warkop langganannya.
Tidak pakai tanya, pelanggan kopi di warkop itu biasanya langsung disuguhi minuman kesukaannya, kata Agnes pramusaji di warkop Acin.
“Dari bujang sampai sudah ada istri, sampai kakek-kakek pun terus ngopi enggak bisa berhenti. Biar sudah ngopi di rumah tetep ngopi di warung kopi. Katanya di rumah enggak enak, enggak ada orang diajak ngobrol, enggak ada teman, enggak enak lah makannya,” ujar Agnes (34).
Imam (38), pelanggan warkop Anui, mengatakan, tradisi minum kopi di warung kopi sudah ada sejak zaman orang tua dulu. “Ya kayak gini lah, pulang kerja berangkat kerja pasti ngopi,” katanya. Imam menuturkan, warung kopi adalah tempat informasi paling akurat di Beltim.
“Karena semua kalangan ada di sini. Dari LSM, pekerja bangunan, pegawai negeri pasti kumpulnya di warung kopi, tidak ada batasan. Wakil bupati pun pernah kadang-kadang ke sini,” katanya. Bahan obrolan pun bermacam-macam. Orang-orang yang tidak bekerja akan bertanya soal kerjaan, mereka yang satu profesi akan mengobrol masalah dalam pekerjaan mereka.
Tidak sedikit tamu yang hanya mengobrol sambil bersenda-gurau menghilangkan stres. Yang menarik, meskipun tradisi minum kopi di Kota Manggar sangat kuat, Beltim sendiri bukan wilayah yang dikenal sebagai penghasil kopi.
Minuman kopi yang disuguhkan di warung kopi Manggar bukanlah kopi Belitung. “Belitung enggak ada pohon kopi. Belitung aja impor kopi dari luar, kalau (penghasil) lada iya. Sebagian besar biji kopi yang diolah di Belitung didatangkan dari Palembang dan Lampung.
Orang Belitung Timur, menurut Imam, pergaulan sosialnya sangat tinggi, rasa kekeluargaannya juga sangat kental. “Kalau di kota-kota besar ada Mbah Google, kalau di sini ada warkop. Kita pusing di rumah, rasanya banyak problem, di warung kopi banyak senior yang bisa ditanya-tanya. Mau bicara masalah agama atau apapun tinggal tanya orangnya.”
 Warung kopi Anui di Kota Manggar Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. (CNN Indonesia/ Windratie) |
Menurut Aad, seorang pengunjung di warkop Anui, minuman kopi terbaik dimasak menggunakan arang. Namun kebanyakan warung-warung kopi di Manggar sudah menggunakan kompor. Acin pemilik Warkop Acin mengatakan, memakai bara api membuat teko dan langit-langit dapur menjadi hitam karena asap.
Cara menyeduh kopi di Kota Manggar berbeda dari kopi-kopi daerah lain. “Kopi tidak diseduh seperti kopi umumnya tetapi direbus dahulu di dalam panci. Bubuk kopi dimasukkan ke dalam saringan berbahan kain sehingga ampasnya terpisah. Kopi lalu dipanaskan di dalam sebuah panci besar.
Jadi ketika disuguhkan, kopi tidak memiliki ampas. Pelanggan yang tetap menginginkan ampas kopi di minumannya tetap bisa memesan dengan ampas. Api di kompor tidak pernah berhenti menyala. “Nonstop lah kompor itu, kalau tidak panas kopi tidak enak,” kata Acin.
Kopi disuguhkan dalam gelas kecil. Selain kopi O, ada juga kopi susu, teh susu, teh manis hangat, susu cokelat hangat, susu cokelat dingin. Harganya bervariasi dari Rp 3000 sampai Rp 7000. Makanan pendampingnya antara lain, lemper, roti bakar, mi instan rebus atau goreng, singkong, pisang goreng.
“Walaupun kopinya sedikit bisa lama. Kadang-kadang pun ada yang enggak dihabisin, berarti kan datang ke sini bukan untuk cari kopi. Yang jelas intinya, bukan cuman untuk menghilangkan stres di kerjaan dan di keluarga. Karena di warung kopi juga tempat untuk bertemu dengan teman-teman.”
Kota Manggar dijuluki sebagai Kota 1001 Warung Kopi setelah memecahkan rekor MURI pada 18 Agustus 2009. Ketika itu, sebanyak 17.070 orang meminum kopi bersamaan di warung kopi di sepanjang jalan di Manggar.
Kegiatan ini adalah upaya Pemerintahan Provinsi Bangka Belitung untuk memajukan sektor pariwisata di Belitung Timur. Julukan Kota 1001 Warung Kopi cocok dengan budaya masyarakat Beltim.
 Warung kopi Anui di Kota Manggar Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. (CNN Indonesia/ Windratie) |
(win/les)