Jakarta, CNN Indonesia -- Selama ini mal-mal di Jakarta hanya didominasi oleh merek-merek fesyen luar negeri. Ada yang dari benua Amerika, ada yang dari Eropa, bahkan tak sedikit juga merek fesyen dari Asia. Lalu bagaimana dengan nasib merek lokal Indonesia?
Ironisnya, merek-merek lokal, kebanyakan hanya bisa berdagang online melalui website mereka sendiri. Cara lainnya adalah dengan membuka toko kecil di kawasan yang dianggap strategis.
Tapi, untungnya, para pelaku fesyen, pemilik modal, dan pemerintah sudah menyadari kondisi merek lokal yang tidak banyak terekspos ini. Kini, perlahan tapi pasti, merek lokal mulai memasuki ke mal di negaranya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KLE, Bleach Project, RAD Studios, Arthrtiks, Austere by Tri Handoko, Purana RTW, Pinx Project, Style Supply ID, Black Book, Richfield, Lashes by Moza, dan Polca Cosmetics adalah sederet nama lini busana dan produk kecantikan yang baru masuk mal. Semuanya berjualan dalam satu tempat di gerai bernama Our Flock di Kuningan City.
Memiliki misi membangun bisnis retail lokal yang lebih mapan, Our Flock yang merupakan produk dari PT Angkasa Pura Retail menggandeng desainer-desainer dan pengusaha lokal untuk mengenalkan produknya secara langsung kepada konsumen.
Selama ini, kebanyakan dari merek fesyen itu memang hanya merambah konsumen dari dunia maya. Sehingga belum banyak dikenal oleh masyarakat.
Lashes by Moza, merek bulu mata, dan Polka, merek lipstik lokal, merupakan salah satu usaha yang bisa menembus pasar produk kecantikan dan fesyen yang 'lebih nyata'. Sebelumnya, Moza mengatakan, mereka hanya bermain di dunia maya.
"Ini adalah toko pertama kami. Sebelumnya kami dari online. Akhirnya brand kami bisa masuk mal," kata Moza, pemilik Lashes by Moza ketika konferensi pers pembukaan Our Flock di Kuningan City, Jakarta, belum lama ini.
Tak cuma itu, Our Flock juga menjadi tempat bagi desainer dari daerah untuk memajang koleksinya. Seperti Pinx Project yang berasal dari Bandung.
Salah satu pendiri Pinx Project, Attina Nuraini mengaku ini pertama kalinya ia memasarkan produknya di Jakarta. Sebelumnya Pinx Project sudah terlibat dalam showcase di Bandung dan Surabaya.
"Pelanggan Pinx yang ada di Jakarta dan biasanya beli online, mereka penasaran pengen Pinx ada di Jakarta. Akhirnya sekarang ada," ujar Attina kepada
CNNIndonesia.comDirektur Utama PT Angkasa Pura Retail Teges Prita Soraya mengatakan merek-merek yang diajaknya bergabung ini dipilih berdasarkan koleksi dan harga-harga produk mereka yang sesuai dengan segmen pasar tempat mereka membuka gerai. Konsistensi para desainer dan pengusaha dalam berbisnis pun juga menjadi kriteria sendiri yang menjadikan mereka terpilih.
"Saya milih brand yang secara
feeling akan menjadi konsisten. Mereka sudah saya pantau lama," kata Teges, saat ditemui di sela kunjungan gerai Our Flock.
Teges juga menambahkan semua merek yang masuk dalam Our Flock harus bisa menempati standar yang ditetapkan. Berfungsi sebagai butik kolektif yang sekaligus inkubator fesyen, Teges pun membuat peraturan yang ketat untuk mereka.
"Mereka tidak boleh kekurangan barang, tidak boleh ada barang yang rusak, minimal harus mengeluarkan tiga koleksi dalam setahun," ujar Teges.
Dia mengatakan, hal ini dilakukan untuk mendidik para pengusaha muda itu secara tidak langsung untuk mengelola bisnis fesyennya secara profesional.
Selain merek lokal, Our Flock juga menampilkan merek internasional seperti Adidas, Piquadro, dan National Geographic. Kehadiran merek internasional ini diharapkan menjadi pemicu merek lokal supaya konsistensi mereka bisa mengikuti label internasional.
Bukan yang pertamaOur Flock bukanlah lokasi pertama yang memberikan tempatnya untuk pengusaha fesyen muda Indonesia. Beberapa tahun sebelumnya, Galeries Lafayette yang berpusat di Paris, Perancis, juga memberi ruang untuk desainer muda Indonesia.
Hal ini tentunya menjadi hal yang istimewa karena karya-karya desainer Indonesia ini bisa bersanding dengan karya desainer top dunia.
Beberapa desainer yang mendapat kesempatan untuk menempati ruang pamer di Galeries Lafayette ini antara lain, Sebastian Gunawan, Mel Ahyar, Albert Yanuar, Ina Thomas, Biyan, Ardistia New York dan lainnya.
Selain Galeries Lafayette, Central Departement Store yang berada di Grand Indonesia juga menyandingkan koleksi desainer Indonesia dengan desainer dunia.
Beberapa nama desainer lokal yang tampil dalam etalase Central Departement Store antara lain, desainer Jeffry Tan, Ivan Gunawan, Ikat Indonesia, Stella Rissa, sampai kreasi batik dari Danar by Danar Hadi.
Desainer-desainer Indonesia Fashion Forward (IFF) dalam ajang Jakarta Fashion Week juga mendapatkan prime spot untuk memamerkan koleksi busana mereka di Sogo Departement Store. Kelima desainer Indonesia yang mendapat kesempatan ini adalah ada desainer busana
ready to wear yaitu Todjo by Sapto Djojokartiko, Yosafat Dwi Kurniawan, Tertia, Etu, dan Alex[a]lexa.
"Kerjasama antara IFF dengan Sogo ini bertujuan untuk memberikan pengalaman ritel kepada desainer muda Indonesia," kata Svida Alisjahbana, Ketua Umum Jakarta Fashion Week saat konferensi pers Indonesia Fashion Forward di Sogo Plaza Senayan, Jakarta, Selasa (15/12).
Untuk kolaborasi Sogo-IFF ini para desainer Indonesia akan berlangsung selama satu bulan, sejak 10 Desember 2015 sampai 10 Januari 2016 mendatang. "Memang waktunya sangat sempit, tapi ini adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan karyanya."
Senada dengan Svida, Arnolda R. Tondobala, Corporate PR & sales director PT Panen Lestari Internusa (Sogo) mengungkapkan, sebenarnya koleksi desainer Indonesia semakin baik dan kreatif, setiap tahunnya. "Untuk itulah kami membuka pintu selebar-lebarnya kepada desainer Indonesia untuk masuk ke dalam ritel," kata Arnolda.
Dia juga menambahkan ternyata respon masyarakat ternyata sangat luar biasa, terutama untuk desain dari Sapto Djojokartiko dan juga Yosafat Dwi Kurniawan.
"Namun tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam urusan ritel ini, para desainer harus siap stok koleksi," ucapnya.
(chs)