Jakarta, CNN Indonesia -- “Saya tidak merasa diri saya cacat sampai saya masuk ke dunia model,” ujar Kelly Knox. “Penghalang saya sebagai seorang model bukan karena saya memiliki satu tangan, tapi karena sikap dan ketidakpedulian orang-orang di industri fesyen.”
Knox (28) dari Enfield, London Utara, lahir tanpa tangan kiri. “Rumah sakit tidak pernah menjelaskan kenapa,” katanya. “Mereka mengatakan kepada ibu saya bahwa ini lebih sering terjadi pada anak perempuan dan lebih umum terjadi pada sisi kiri.”
Meskipun demikian, itu tidak menghalangi Knox untuk menjadi model. Karier modeling Knox dimulai ketika dia memenangkan sebuah acara televisi 'Britain's Missing Top Model' pada 2008. Hadiah yang diterimanya adalah pemotretan untuk majalah Marie Claire oleh fotografer kenamaan dunia, Rankin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu berbagai tawaran datang kepadanya. Dari program 'How To Look Good Naked', membuka pergelaran Pakistan Fashion Week, wajahnya muncul di bilboard membintangi sebuah iklan merek telepon, juga tampil di pergelaran fesyen Beauty Trends.
“Saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang model,” ucap Knox mengaku. “Saya ikut dalam acara Britain's Missing Top Model untuk menginspirasi orang-orang disabilitas. Tapi saya sadar saya cakap dalam modeling dan saya menikmatinya. Saya pikir, saya bisa masuk ke sana dan menantang persepsi orang-orang tentang arti kecantikan.”
Saat ini, industri fesyen semakin terbuka merangkul kaum disabilitas. Hal tersebut nampak saat pergelaran New York Fashion Week, Februari lalu, seperti dilaporkan oleh
Huffington Post. Beberapa desainer mempercayakan busana rancangan mereka diperagakan oleh para model disabilitas dari berbagai latar belakang.
Dari Jamie Brewer, aktris, aktivis, sekaligus model penyandang
down syndrome, sampai Jack Eyers, model laki-laki yang kaki kanannya diamputasi. Pergelaran NYFW seolah jadi momen peletakan 'batu pertama' untuk kaum disabilitas.
Menurut desainer Carrie Hammer, sosok di balik terselenggaranya pergelaran fesyen 'Role Models Not Runway Models' yang menampilkan Brewer, diikutsertakannya model disabilitas sangat diperlukan. Hammer menekankan bahwa pelanggan desainer mencakup berbagai macam orang dari berbagai latar belakang, termasuk individu disabilitas. Desainer harus memperhatikan hal tersebut.
“Merek fesyen dengan model yang lebih mewakili pelanggan mereka akan mendapat pengakuan dan pujian,” kata Hammer. “Pada akhirnya kami bukan melakukan ini untuk pelanggan kami, melainkan untuk para model. Kami memberdayakan mereka bukan melemahkan mereka.”
Model disabilitas lainnya adalah Blake Leeper, seorang Paralympian yang kedua kakinya diamputasi. Leeper tampil dalam pergelaran fesyen untuk amal milik Naomi Campbell, Fashion for Relief. Dia berkata bahwa kini ada pergeseran sikap menuju keterbukaan dalam industri fesyen.
“Dulu, menjadi cacat dianggap sebagai hal yang buruk. Tapi sekarang kondisi ini lebih diterima dan orang menikmati hal tersebut," katanya. “Saya bisa membuktikan diri kepada dunia. Itu adalah sebuah kesempatan besar.”
Dilaporkan oleh
metro.co.uk, di Inggris, lebih dari sebelas juta orang menyandang cacat. Namun, pada 1999, hanya ada satu model disabilitas yang tampil dalam sebuah iklan fesyen oleh Alexander McQueen.
Kata 'cantik' dan 'disabilitas' seperti kapur dan keju, kata model, aktor, dan personal trainer Jack Eyers. Eyers (24) lahir dengan kondisi
proximal femoral focal deficiency, yang membuat kakinya tidak memiliki struktur otot atau lutut sendi.
“Kita perlu mendobrak anggapan tentang kecantikan. Media memiliki kekuatan untuk membuat perubahan bagi orang-orang seperti saya, tapi sesuatu telah menahan mereka,” kata dia.
Kendati sudah berprofesi sebagai model, kadang kecacatan Eyers membuatnya rendah diri. “Tapi ibu saya tak pernah lelah mengatakan untuk mengubah kerugian sebagai sebuah keuntungan.”
Simetri SempurnaMenurut Mari'e O'Riordan, editor majalah Marie Claire, industri fesyen masih mencari apa yang disebut sebagai 'Perfect Symmetry' pada model, yang dituntut bertubuh kurus, punya rahang tajam dan leher jenjang. Model juga harus bertubuh tinggi semampai.
Fesyen tidak sendirian dalam mempromosikan kesempurnaan bentuk tubuh manusia. “Ini adalah bisnis. Disabilitas kerap diabaikan oleh industri mainstream. Secara tradisional, model busana merepresentasikan kesempurnaan perempuan. Mereka tinggi dan bertubuh ramping agar dapat memamerkan busana dengan keuntungan maksimal,” kata O'Riordan.
Faktanya fesyen adalah bisnis dan konsumen yang membuatnya berkembang, lanjut O'Riordan. Lalu, apakah industri akan tetap memakai formula keberhasilan mereka ketika sebetulnya gagasan itu tidak merepresentasikan orang kebanyakan? Menghindari model bertubuh besar yang mewakili kelompok perempuan di masyarakat, atau model disabilitas berarti mengurangi jangkauan bisnis.
“Model disabilitas akan lebih diingat dalam sebuah foto daripada model berbadan sempurna. Dengan demikian, membuatnya lebih menarik dalam sebuah iklan atau penerbitan," ucap O'Riordan.
Ucapan Eyers berikut ini barangkali dapat menyimpulkan apa yang dianggap sebagia model 'arus utama' atau model 'bukan arus utama'. Eyers berkata, “Seorang model yang baik seharusnya tidak didefinisikan oleh warna kulit, ukuran, atau kesempurnaan tubuh mereka,” katanya.
“Jika saya menjadi model untuk sebuah iklan kecantikan, seharusnya tidak menjadi masalah apakah saya memiliki dua tangan atau 12 tangan.”
Alex Minsky yang kehilangan tangan kirinya dalam sebuah perang di Afghanistan mengatakan, “Pergelaran fesyen selalu menjadi pengalaman luar biasa.”
Dalam partisipasinya di New York Fashion Week 2014 Minsky berkata, “Saya harap kita semua dapat saling menerima, mencintai, dan peduli terhadap satu sama lain. Bukan hanya dalam fesyen, tapi fesyen adalah tempat yang baik untuk memulainya.”
(les/les)