Jakarta, CNN Indonesia -- Ada ruang kosong yang bagi sebagian orang yang tahu persis sejarahnya, terasa hampa di lantai dua Tugu Kuntskring Paleis, Menteng, Jakarta. Di salah satu sisi dindingnya, dahulu terdapat patung Buddha yang tengah bersemedi. Warnanya emas. Tingginya sekitar empat meter.
Sejak 2010, patung itu tak lagi bisa dilihat di Tugu Kuntskring Paleis, yang dahulu dikenal sebagai Buddha Bar. Sang patung pun disumbangkan ke sebuah vihara di Jawa Tengah sekitar 2011. Kini, salah satu dinding ruangan yang berubah menjadi restoran sekaligus tempat pertunjukan itu, dihiasi lukisan.
Buddha Bar termasuk salah satu bar legendaris di Jakarta, kota metropolitan yang tak pernah tidur ini, tapi kini tak bisa dikunjungi lagi. Isu yang berkaitan dengan agama membuatnya ditutup. Pencinta hiburan malam di Jakarta boleh "
move on," tapi kenangan Buddha Bar tak pernah bisa dilupakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu pula dengan memori adanya tempat berdansa mendengarkan musik, sekaligus bermain sepatu roda di kawasan Blok M. Lipstick, nama tempat itu, sangat populer di kalangan anak muda Jakarta sekitar 1980-an. Blok M sendiri dikenal lokasi paling gaul di Jakarta Selatan.
Menjamur bar dan diskotek yang banyak dikunjungi ekspatriat kala itu. Sementara remaja-remaja lokal, saling pamer busana dan kendaraan di sepanjang Melawai. Penyanyi-penyanyi legendaris mengabadikannya dalam lirik lagu.
Sebaran tempat hiburan malam di Jakarta dahulu mungkin memang tidak sesporadis sekarang. Namun mereka itu termasuk saksi bagaimana Ibu Kota bersolek dari masa ke masa. Berikut bar-bar di Jakarta yang sangat populer di masanya, namun sekarang harus "tutup usia."
Sejak dahulu Menteng dikenal sebagai lokasi mewah dan prestisius. Tak heran jika Buddha Bar memilih lokasi itu. Buddha Bar merupakan bar waralaba yang berasal juga dari negara prestisius di dunia, Perancis.
Didirikan sejak 1996, Buddha Bar di Negara Menara Eiffel itu juga dikenal sebagai tempat makan mewah. Terdapat pula patung Buddha emas nan raksasa di dalamnya. Itu merupakan perlambang bisnis waralaba Buddha Bar di dunia.
Punya restoran, musik, hotel, dan spa, Buddha Bar berlokasi di beberapa negara termasuk Manila, Praha, bahkan Rusia. Konsepnya di setiap negara nyaris sama, restoran bernuansa merah keemasan perlambang kemewahan.
Namun di Indonesia, tempat nongkrong kalangan kelas atas yang harga makanannya minimal Rp200 ribu itu hampir tak "mempan." Kalangan Buddha menganggap bar itu menyinggung agama mereka.
Setelah protes berbulan-bulan, bar yang dibuka pada 2008 itu akhirnya harus ditutup pada 2010. Pengelola pun memutuskan menggantinya dengan bistro yang masih berkonsep mewah, meski kisaran harganya tidak lagi semahal dahulu.
Restoran yang ada di Tugu Kuntskring Paleis itu pun kini sering dijadikan lokasi mengenang sejarah dan seni serta acara kebudayaan.
Kalau sekarang kawasan Blok M identik dengan tempat berburu kuliner, dahulu itu merupakan lokasi tujuan remaja bergaul. Di sepanjang Melawai, mobil-mobil mewah dari masa 1980-an diparkir. Para pengemudi dan penumpangnya turun berkeliaran jajan di sepanjang jalan.
Selain makanan pinggiran, diskotek dan bar juga menjadi tempat nongkrong mereka yang ingin mejeng. Di sana mereka beradu gaya hidup yang populer masa itu: breakdance dan sepatu roda.
Diapit bar dan diskotek lain, tersebutlah salah satu tempat nongkrong yang mewadahi itu. Lipstick, namanya. Para pengunjungnya dibebaskan berdansa mengikuti musik sembari bersepatu roda, salah satu hiburan yang unik.
Dengan logo orang meliuk seperti asyik menari, Lipstick banyak dikunjungi remaja, selain tempat berbeda yang disebut Happy Day. Lokasi itu sangat hits untuk menikmati musik, terutama bagi pencinta sepatu roda yang dianggap gaul dengan adanya film Olga Sepatu Roda saat itu.
Bukan hanya malam hari, Lipstick juga beroperasi saat siang. Namun tentunya, para pengunjung lebih suka menikmati musik di tengah sorotan lampu malam. Sayang, sekitar tahun 1990, Lipstick tak lagi beroperasi.
Salah satu sudut di kawasan SCBD Sudirman itu sebenarnya kini bernama Fairgrounds. Namun kebanyakan pengendara ojek, sopir taksi, maupun masyarakat secara umum lebih mengenal tempat makan dan fesyen itu dengan nama lawasnya.
Dahulu, tempat beratap kerucut itu memang bernama Bengkel Cafe. Ada karaoke, kafe, dan bar di dalamnya. Itu merupakan salah satu lokasi nongkrong legendaris di Jakarta, terutama untuk kalangan menengah ke atas dan ekspatriat.
Di kawasan SCBD memang terdapat banyak kafe dan bar. Namun Bengkel Cafe termasuk yang paling hits karena menawarkan lokasi yang nyaman untuk berpesta. Meskipun, lokasi itu pernah terbakar pada 2013.
Bengkel Cafe disukai karena menawarkan lokasi yang luas. Hanya ada hamparan lahan dengan meja disc jockey dan bar di salah satu sudutnya. Para penikmat hiburan malam menyukai konsep lepas semacam itu.
Belum lagi, ia sering dijadikan lokasi konser, termasuk artis internasional.
Saat Bengkel Cafe akhirnya berganti menjadi Fairgrounds, hamparan itu menjadi disekat-sekat untuk hal berbeda-beda. Ada ruang pamer mobil mewah, tempat nongkrong, dan rooftop yang menarik.
Namun beberapa "peninggalan" Bengkel Cafe, seperti dinding yang sederhana, tetap dipertahankan meski disulap lebih modern.
Dahulu, sekitar tahun 1970-an, kawasan Kemang masih sangat sepi. Menurut situs web National Geographic Indonesia, Bob Sadino termasuk generasi pertama yang punya lahan di sana dan membuka bisnis kulinernya.
Usaha Bob menarik bukan hanya warga lokal, tetapi juga asing. Kemang pun hingga kini menjadi tempat favorit ekspatriat untuk tinggal. Rumah-rumah mewah, kafe-kafe mahal, menjamur di kawasan itu.
Salah satu pelopornya adalah Jimbani Cafe & Gallery. Ia berdiri sejak 1995. Ada live music yang dimainkan untuk menghibur pengunjungnya pada hampir setiap malam. Pencinta kuliner Bali dan Barat akan menyukainya.
Dibangun dengan konsep khas Pulau Dewata, Jimbani menyediakan menu internasional elegan sekaligus tradisional yang mewah.
Kapasitas pengunjungnya mencapai seribu orang. Harga makanannya mulai Rp100 ribu. Selain kafe, Jimbani juga punya bar. Tempat itu buka sampai pukul 01.30 pada hari biasa dan sampai 02.00 dini hari setiap malam Minggu.
Sayangnya, kafe yang disukai masyarakat lokal sampai ekspatriat itu kini telah tutup. Lokasinya di Kemang Raya 85 kini hanya menjadi galeri seni semata.
Tempat hiburan malam ini sangat terkenal pada awal tahun 2000-an. Embassy, yang terletak di area Taman Ria Senayan, dibuka sejak 2001. Lokasi itu digadang-gadang memiliki musik terbaik di Jakarta.
Bukan hanya itu, Embassy juga disebut sebagai bar paling keren di Asia.
Disc jockey (DJ) dari negara-negara asing kerap didatangkan ke lokasi hiburan malam yang beberapa kali direnovasi namun tetap mempertahankan ikon gemerlapnya itu. Embassy punya balkon menarik dan kelab di bagian atas yang privat.
Saking hits-nya, Embassy sampai punya cabang di Bandung. Sayang, sekarang kawasan Taman Ria Senayan pun tak lagi se-hits zaman dahulu. Embassy di Jakarta sempat kebakaran pada 2005 dan tutup sementara.
Pada 2006, bar itu dibuka kembali dengan konsep baru. Harga masuk The New Embassy Club sekitar Rp60 ribu sampai Rp80 ribu. Jika datang sebelum tengah malam, akan mendapat dua jenis minuman. Embassy juga punya racikan khusus yang khas.
Namun pada 2009, bar itu akhirnya ditutup lagi dan tak dibuka kembali hingga kini.