LIPUTAN KHUSUS

Kembang Kempis Bisnis Yasco, Biro Jodoh Tertua di Jakarta

Abraham Utama | CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2016 11:55 WIB
Yasco pernah memiliki sejarah kejayaan di masa 1980an. Kini, Kantor Yasco kini berada persis di pinggir Kali Sentiong dan nyaris bangkrut.
Bambang Riyanto, karyawan sekaligus pengelola Yayasan Scorpio. Bambang menjadi anggota biro jodoh lawas itu pada tahun 1975. Dua tahun berselang, ia menemukan teman hidupnya di yayasan itu. (CNNIndonesia/Abraham Utama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nyaris tak ada lagi sisa kejayaan Yayasan Scorpio, biro jodoh yang pernah tenar sebelum datangnya era digital. Yasco, sebutan untuk yayasan itu, kini menempati lantai dua sebuah rumah tempat tinggal di Jalan Kramat Lontar, sebuah jalan kecil di Jakarta Pusat.

Yasco pernah memiliki sejarah kejayaan di masa 1980an. Saat itu Yasco pernah memiliki kantor yang nyaman dan luas di Jalan Pramuka, Jakarta Timur.

“Saya tidak tahu sejak kapan Yasco pindah ke sini,” kata pengelola Yasco, Wardi Taufiq kepada CNNIndonesia.com di Jakarta, Rabu (10/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kantor Yasco kini berada persis di pinggir Kali Sentiong. Bau kali yang tidak sedap kerap menyelinap ke ruangan utama Yasco.

Luas kantor Yasco sekitar 90 meter persegi yang terdiri dari tiga ruangan. Desain ruangan dipenuhi perabotan tua peninggalan era 90an.

Wardi mengelola Yasco sejak pendirinya, Subky Hasbie yang juga merupakan mertuanya, meninggal pada 2012. Menurut Wardi, dia melanjutkan Yasco dalam keadaan hampir bangkrut.

“Dibandingkan dengan zaman Bapak, Yasco memang sangat menurun,” katanya.

Karena sepinya aktivitas Yasco, Wardi terpaksa memecat tiga karyawan di biro jodoh itu. Kini, Wardi mengelola Yasco bersama dengan Bambang Riyanto (73). Bambang adalah seorang anggota yang berhasil mendapatkan jodoh lewat Yasco.

Minimnya anggota baru membuat kocek Yasco menipis. Paling banyak, hanya 10 orang anggota baru dalam sebulan. Padahal di zaman Hasbie, saban bulan ada sekitar 40 anggota baru.

Keanggotaan ini sangat signifikan, karena pendanaan Yasco mengandalkan uang pendaftaran. Setiap anggota baru dikenakan biaya pendaftaran sebesar Rp125 ribu.

Biaya pendaftaran ini, bahkan lebih kecil dari masa ketika Bambang menjadi anggota Yasco. Bambang merogoh kocek sebesar Rp200 ribu pada saat bergabung tahun 1975. Jumlah yang cukup besar di masa itu. Sebagai perbandingan, pada 1971-1978 nilai tukar satu dolar Amerika setara Rp 415.

Di luar biaya pendaftaran Wardi menarik iuran perpanjangan keanggotaan sebesar Rp100 ribu di tahun ketiga keanggotaan. Namun, dia tidak lagi menagih biaya bulanan yang diterapkan Hasbie yakni sebesar Rp25 ribu per bulan.

Wardi dan Bambang mengelola Yasco dengan melanjutkan sistem manual yang diperkenalkan Hasbie. Setiap anggota baru Yasco dicatatkan melalui mesin ketik tua merk Olympia. Selanjutnya disimpan dalam album anggota.

Album anggota dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Album berwarna pink khusus perempuan dan album berwana biru khusus pria. Setiap anggota diperkenankan melihat biodata anggota lain.

“Bila ada yang tertarik, tinggal sebutkan nomor anggota dan memberitahukan ke pengelola,” kata Bambang.

Disamping itu, setiap anggota berhak mengikuti acara pertemuan yang dinamakan Temu Jodoh. Acara itu, kini tidak diadakan rutin diadakan seperti masa Hasbie.

Karena keterbatasan dana, Wardi mengupayakan sumber pendapatan lain. Dia kini tengah menjajaki kerja sama membuat forum kuliah pra nikah bagi para lajang.

Materi kuliah pra nikah antara lain pendidikan psikologi bagi lajang yang hendak menuju ke pelaminan serta tata cara mengelola keuangan rumah tangga. Dari kegiatan itu, dia berencana menarik biaya Rp500 ribu per orang.

Untungnya, di tengah kesulitan, Yasco mendapat dana hibah dari PT Pegadaian sebesar Rp 29 juta. “Tidak dalam bentuk uang tunai, melainkan bantuan pengadaan barang,” kata Wardi. Yasco mendapatkan dana hibah karena terdaftar sebagai penerima program bina lingkungan PT Pegadaian.

Rencananya mereka mengajukan pembelian komputer baru. Dengan komputer, Yasco hendak mendigitalisasi seluruh arsip anggota.

Meskipun akan menggunakan teknologi yang lebih canggih, kata Wardi, dia tidak akan latah memindahkan sistem pencarian jodoh menjadi sistem berbasis daring.

“Sistem kami akan tetap tradisional. Kami tidak merasa teranggu dengan kehadiran biro jodoh di internet,” kata Wardi.

Toh, Wardi bertekad meneruskan misi Hasbie yakni mengembangkan Yasco sebagai ladang amal. “Baginya, itu tugas mulia. Bapak ingin beramal. Bayangkan, sudah berapa ribu orang yang bertemu jodoh berkat Bapak,” kata Wardi.

Hal senada diungkapkan Bambang. Almarhum Hasbie yang pernah menjadi PNS Departemen Agama itu berpinsip sederhana, “Yang penting biaya operasional harian tertutup,” kata Bambang. (yul/yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER