Jakarta, CNN Indonesia -- Keindahan alam bawah laut Indonesia merupakan sebuah karunia yang tak dimiliki oleh negara-negara dunia lainnya. Indonesia punya dua per tiga atau sekitar 60 persen koleksi terumbu karang dunia. tak heran bila taman laut Indonesia jadi incaran para pencinta olahraga selam, mulai dari Raja Ampat, Bunaken, Bali, Gili Trawangan, hingga Pulau Pari.
Sayangnya, Indonesia masih punya banyak batu sandungan guna menuju gelar sebagai pusat destinasi selam dunia. Salah satunya, banyaknya keluh kesah yang dilontarkan para
diver alias penyelam tentang destinasi taman bahari di Indonesia.
Beberapa masalah yang sering menggelayuti pikiran para divers antara lain adalah sampah, akses menuju tempat menyelam, sampai akomodasi penerbangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya suka kecewa kalau lagi lihat-lihat terumbu karang yang bagus, lalu ada sampah botol, sepatu, bungkus mi instan, hingga baju," papar Wulan Rahmadita yang hobi menyelam ketika diwawancarai
CNNIndonesia.com di acara Deep & Extreme Indonesia 2016 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis (31/3).
"Selain sampah, masalah transportasi juga kadang rumit," tambahnya.
Wulan menceritakan, suatu ketika ia ingin pergi ke Kepulauan Anambas di dekat Batam. Saat itu, ia sudah membeli tiket pesawat dari Riau untuk menyeberang ke sana ditambah memanggul berbagai peralatan.
Namun sayang, pesawat yang menjadi satu-satunya transportasi untuk mencapai tempat menyelam di sana hanya terbang satu kali sehari.
"Pemerintah seharusnya peduli dengan pulau kecil di Indonesia. Padahal, potensi pariwisatanya luar biasa, masih kurang banget promosinya," keluh Wulan.
Tidak hanya itu, Wulan juga kerap mendengar kabar dari orang-orang di Kepulauan Maratua, Kalimantan Timur, bahwa yang peduli dengan potensi wisata selam di Indonesia adalah orang asing, bukan pemerintah setempat.
"Bahkan ada orang Belanda yang ke Maratua untuk melakukan riset tentang pengelolaan sampah. Mereka
ngomong kalau masih banyak yang buang sampah, tak akan ada lagi orang asing yang mau ke Maratua," tutur Wulan.
Sementara, soal harga peralatan selam yang mahal, Wulan menampik hal tersebut sebagai halangan. Pasalnya, hobi mengalahkan segalanya.
"Kalau masalah mahalnya harga diving dan peralatannya itu sudah resiko, harus siap menabung dulu kita,” kata dia.
Hal serupa juga diutarakan oleh Komang Arnaya, instruktur selam asal Nusa Lembongan, Bali. Dia menegaskan bahwa sampah masih menjadi masalah di tempat-tempat menyelam di Bali.
"Sampah banyak banget, apalagi musim hujan, banyak sampah kayu, plastik, yang tentu saja mengganggu kenikmatan menyelam," ujarnya.
Karenanya, banyak penyelam asing yang meminta para pemandu selam lokal untuk memberitahu tentang tempat-tempat yang bersih dari sampah, agar pengalaman menyelam mereka terasa lebih baik.
Komang menambahkan, jika Indonesia ingin memperbaiki isu sampah yang ada di tempat wisata bawah laut, pemerintah harus lebih serius lagi di dalam mengawasi serta menjaga keindahan alam bahari.
Di sisi lain, Menteri Pariwisata Arief Yahya berjanji akan menambah personel dive master atau instruktur selam di berbagai titik di Indonesia. Tujuannya, menjadikan Indonesia sebagai pusat destinasi selam dunia.
"Kita akan memberikan sertifikat kepada 400 pelatih selam di Indonesia. Tahun lalu ada 350 orang yang kita berikan," ujarnya, ditemui di kesempatan yang sama.
"Keuntungan wisata bahari kita masih kalah jauh dari Malaysia, padahal banyak banget destinasi bawah laut kita yang terbaik di dunia."
(les/les)