Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah studi menemukan bahwa tidak semua orang cocok melakukan pola makan vegetarian. Ada yang bisa langsung menjadi vegetarian secara alami, ada pula yang harus berjuang keras.
Penelitian yang dilakukan Cornell University, Inggris, menunjukkan bahwa hal tersebut ternyata berkaitan dengan DNA.
Masyarakat berasumsi bahwa pola makan vegetarian berkaitan dengan pilihan moral, alasan kesehatan dan keagamaan. Tapi, tidak demikian halnya dengan hasil studi Cornell University. Bisa jadi, pilihan melakukan pola makan vegetarian berkaitan dengan rangkaian alel DNA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cornell University melakukan penelitian di Asia Timur dan beberapa kawasan di Afrika yang kebanyakan penduduknya menganut pola hidup vegetarian. Mereka menemukan alel DNA yang bisa secara efisien memproses asam lemak omega-3 dan omega-6, lalu mengubahnya menjadi komponen esensial untuk perkembangan otak.
Padahal, asam lemak omega-3 dan omega-6 kebanyakan terdapat pada daging merah serta ikan.
Hal ini menunjukkan bahwa ‘anomali’ DNA tersebut diturunkan dari generasi ke generasi penduduk kawasan Asia Timur dan Afrika, agar mereka bisa terus mencerna asam lemak omega-3 dan omega-6 secara efisien, kendati tidak mengonsumsi daging merah dan ikan.
Alel DNA serupa ditemukan pada suku Inuit yang berdomisili di Arktik dan Amerika Utara, dimana diet harian mereka didominasi ikan.
“Karena Suku Inuit memang pemakan ikan, keberadaan alel DNA ini adalah hal yang wajar, tapi menjadi abnormal di penduduk Asia Timur dan Afrika, yang vegetarian,” kata penulis studi Kaixiong Ye, dilansir laman
Daily Meal.
Dengan demikian Kaixiong menyimpulkan bahwa temuan tersebut bisa digunakan untuk menyesuaikan rangkaian DNA dengan diet harian, sehingga seseorang bisa mendapatkan nutrisi optimal yang dibutuhkan tubuh.
(les)