Patah Hati Bisah Ubah Irama Detak Jantung

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Jumat, 08 Apr 2016 17:05 WIB
Orang-orang yang kehilangan pasangan, mengalami peningkatan resiko irama detak jantung yang tidak teratur selama 12 bulan berikutnya.
Sebuah penelitian menyebut bahwa patah hati bisa mengubah irama detak jantung. (Chepko/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kehilangan orang dicintai tentu akan menimbulkan kesedihan mendalam. Istilahnya, patah hati.

Bahkan sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa patah hati punya imbas yang lebih kompleks dari sekedar kesedihan. Patah hati ternyata bisa mengubah irama detak jantung, yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.  

Para ilmuwan menemukan, bahwa orang-orang yang kehilangan pasangan, mengalami peningkatan resiko irama detak jantung yang tidak teratur selama 12 bulan ke depan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Resiko tersebut tampaknya lebih besar dialami seseorang ketika kehilangan pasangan di usia 60an ke bawah.

Peneliti Denmark mengumpulkan data dari hampir 89 ribu orang yang didiagnosis dengan fibrilasi atrium, masalah dengan kecepatan atau irama jantung, antara tahun 1995 dan 2014, dibandingkan dengan catatan kesehatan dari 886 ribu orang sehat.

Mereka melihat beberapa faktor yang mempengaruhi resiko fibrilasi atrium, yaitu saat berduka, umur dan jenis kelamin, berdasarkan kondisi, seperti penyakit jantung dan diabetes, kesehatan pasangan sebulan sebelum meninggal, dan apakah mereka 'single'.

Dilansir dari Independent, 17.500 dari mereka yang didiagnosis dengan fibrilasi atrium telah kehilangan pasangan mereka, dari 169 ribu yang dimiliki pada kelompok pembanding.

Terkait pengobatan untuk kondisi ini, penyakit yang mendasari, seperti penyakit jantung dan diabetes,lebih umum di antara orang-orang yang telah didiagnosis dengan fibrilasi atrium.

Temuan yang dipublikasikan oleh majalah BMJ 'Open Heart' ini, menyatakan resiko irama detak jantung yang tidak teratur, untuk pertama kalinya adalah 41 persen lebih tinggi di antara orang-orang yang berduka daripada mereka yang tidak mengalami kehilangan.

Resiko ini lebih besar terjadi selama 8-14 hari setelah ditinggalkan. Setelah itu secara bertahap, sampai satu tahun setelahnya mereka akan lebih baik, layaknya seseorang yang tidak berduka.
Sindrom Patah Hati lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria. (Chepko/Thinkstock)
Lebih Banyak Terjadi Pada Wanita

dr. Jessica Florencia, anggota redaksi medis kedokteran umum KlikDokter.com, menyebut rasa sedih mendalam yang mengubah irama jantung itu disebut sebagai Sindrom Patah Hati.

Patah hati, dr Jessica menuturkan, memang bisa bermanifestasi pada berbagai gangguan fisik seperti migrain berkelanjutan, sakit maag berkepanjangan, sulit tidur dan penurunan nafsu makan. Di sisi lain, patah hati juga memicu depresi dan stres. 

"Lebih parah lagi, patah hati dan putus cinta juga dapat menyebabkan kematian dalam bentuk penyakit jantung," tuturnya.

Dia menambahkan, Sindrom Patah Hati ini lebih banyak terjadi pada wanita, di usia paruh baya.

"Secara medis, Sindrom Patah Hati adalah keadaan jantung sementara yang diakibatkan karena kondisi stres berlebihan yang harus dialami seseorang. Beberapa kondisi yang dapat memicu stres berlebihan adalah meninggalnya orang yang dikasihi, perceraian, putus pacaran, perselingkuhan atau cinta yang ditolak," sebut dr Jessica.

Layaknya penyakit jantung pada umumnya, Sindrom Patah Hati memiliki gejala layaknya nyeri dada, sesak napas, jantung berdebar-debar, tubuh lemas, dan perasaan seperti serangan jantung.

Dia menyebut Sindrom Patah Hati terjadi akibat stres dan sedih berlebihan. "Hal itu menimbulkan produksi hormon stres yang juga berlebihan dalam tubuh, sehingga menyebabkan jantung memberikan reaksi tertentu," ujarnya.

Sebagian jantung membengkak untuk sementara sehingga tidak dapat memompa darah dengan semestinya, sedangkan bagian jantung yang lainnya tetap normal dan membuat bagian tersebut harus bekerja lebih keras dalam memompa darah.

"Kabar buruknya kondisi ini dapat berlanjut menjadi kerusakan otot yang berat dan menyebabkan gagal jantung," imbuhnya.

Namun, pada kebanyakan kasus, kondisi ini dapat pulih dalam waktu satu minggu dengan penanganan yang baik oleh tenaga medis. 

(les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER