Jakarta, CNN Indonesia -- Virus Zika dikaitkan dengan gangguan autoimun tipe ke-dua, menurut studi kecil yang dirilis Senin (11/4).
Seperti diberitakan USA Today, sejak Zika merebak di Polinesia-Prancis pada 2013-2014, para dokter telah mengetahui bahwa Zika berhubungan dengan sindrom Guillain-Barre, yakni sistem imun menyerang sistem syaraf, yang menyebabkan lumpuh.
Kini, ilmuwan mengaitkan kondisi serupa dengan multipel sklerosis. Menurut makalah yang dipresentasikan di pertemuan tahunan Akademi Neurologi Amerika di Vancouver, Kanada, pekan ini, ditemukan encephalomyelitis akut diseminata (acute disseminated encephalomyeltis – ADEM), pembengkakan otak dan sumsum tulang belakang yang mempengaruhi myelin, lapisan pembungkus serat syaraf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penulis studi itu meneliti pasien yang dirawat di rumah sakit di Recife, Brasil akibat gejala yang kemungkinan disebabkan oleh Zika, yakni dengue atau chikungunya, antara Desember 2014 hingga Desember 2015. Semuanya disebarkan oleh spesies nyamuk yang sama, Aedes aegypti.
Seluruhnya pernah demam diikuti ruam. Sebagian mengalami gatal hebat, nyeri otot dan persendian, serta mata merah.
Enam orang di antaranya berlanjut dengan masalah neurologis yang cocok dengan penyakit autoimun. Empat berlanjut dengan sindrom Guillain-Barre. Dua lainnya berlanjut jadi ADEM.
Tak seperti multipel sklerosis, yang merupakan penyakit kronis, ADEM biasanya terdiri dari serangan tunggal dan sebagian besar pulih dalam enam bulan. Dalam sejumlah kasus, penyakit tersebut kembali lagi.
Lima dari enam orang masih memiliki masalah dengan otot ketika mereka keluar dari rumah sakit, menurut laporan tersebut. Satu memiliki masalah penglihatan dan satu lagi bermasalah dengan ingatan dan proses berpikir.
Tes tersebut menunjukkan seluruhnya mengidap virus Zika dan tak ada satu pun dengue atau chikungunya.
Yang paling dikhawatirkan dokter tentang efek Zika adalah terhadap perkembangan otak janin. Wabah Zika di Brasil disertai lonjakan kasus mikrosefalus, yakni bayi lahir dengan ukuran kepala kecil abnormal.
Zika juga dihubungkan dengan meningoencephalitis, inflamasi berbahaya membran yang membungkus otak; kelumpuhan mendadak yang disebut myelitis; serta inflammasi sumsum tulang belakang.
“Sebelum merebaknya Zika di Barat, dunia medis hanya tahu sedikit tentang infeksi ini,” ujar Amesh Adalja, senior associate di Center for Health Security di University of Pittsburgh Medical Center.
“Dengan besarnya jumlah kasus dan meningkatnya pengawasan terhadap kasus ini, kita mulai melihat bahwa penyakit yang disebabkan virus tersebut dapat terdiri dari komplikasi parah yang melibatkan sistem syaraf pusat.”
(sil/sil)