Jakarta, CNN Indonesia -- Mewujudkan cita-cita Indonesia untuk jadi pusat busana muslim dunia memang tak mudah. Menjadi acuan mode muslim dunia ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak.
"Kalau Indonesia ingin jadi sesuatu, termasuk jadi kiblat busana muslim dunia, ini harus jadi tanggung jawab semua orang. Bukan cuma desainer saja," kata Musa saat live streaming Indonesia Jadi Kiblat Busana Muslim Dunia, Selasa (10/5).
Berbagai memang dilakukan untuk membuat cita-cita ini jadi nyata. Asosiasi fesyen, pemerintah, dan juga desainer berkolaborasi untuk mensejajarkan langkah dan beriringan untuk menggapai cita-cita. Windri Widiesta Dhari, desainer dari lini busana muslim NurZahra dan Dirjen IKM Kementerian Perindustrian mengungkapkan potensi Indonesia untuk jadi kiblat busana muslim. Mereka juga optimis hal ini akan segera tercapai di tahun 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa harus takut?" ucap Euis Saedah, Dirjen IKM Kementerian Perindustrian, dalam kesempatan yang sama.
Senada dengan Euis, Windri juga mengungkapkan bahwa sebenarnya saat ini Indonesia secara tak langsung sudah jadi pangsa pasar incaran untuk fesyen muslim.
"Berdasarkan Global Islamic Report, ternyata seluruh merek fesyen muslim dari seluruh dunia banyak yang mau jualan di Indonesia," kata dia.
Hanya saja, keoptimisan ini sekaligus juga menimbulkan berbagai pertanyaan dan. Desainer senior sekaligus penasihat Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Musa Widyatmodjo mengungkapkan bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita ini.
"Ketika Paris, Milan, dan New York menjadi pusat mode dunia, mereka punya dokumentasi, sejarah, dan berbagai riset serta penelitian untuk bisa berkembang ke sana. Tapi Indonesia masih banyak bolongnya," kata Musa.
"Bukan tak mungkin terjadi, tapi yang bisa dikejar saat ini adalah Indonesia jadi pusat pasar busana muslim dunia dulu."
Ucapan Musa ini bukannya tanpa alasan. Hal ini juga bukanlah sikap pesimis. Menurut Musa, predikat 'kiblat' ini bukan hanya didasarkan pada penjualan atau tren semata. Predikat 'kiblat' juga harus dibuktikan dengan adanya identitas dari Indonesia.
"Selama ini busana muslim selalu tergerus dengan modernisasi. Adanya karakter dan esensi dari busana muslim khas Indonesia itu harus ada dan masih jadi PR," kata Musa.
"Kebanyakan busana muslim Indonesia ini kebanyakan masih mengadopsi Timur Tengah dan Pakistan."
Sebenarnya, menurut pemilik Musa Atelier ini, Indonesia sudah punya busana muslimnya sendiri, hanya saja masih tak terdeteksi di 'radar' busana muslim. Busana tradisional Indonesia, misalnya baju kurung dan baju labu, menurut dia, bisa diolah menjadi busana muslim.
"Kedua busana ini
kan asli Indonesia, dan semuanya tertutup. Jadi ini bisa dikreasikan sebagai busana muslim dengan gaya khas Indonesia. Ini yang harus diangkat," ujarnya.
"Indonesia masih butuh fashion statementnya sendiri. Tapi juga harus ada roh Indonesia yang ditangkap untuk menjadikannya sebagai fashion statement."
(chs)