Apa Itu Haute Couture?

Lesthia Kertopati & Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Jumat, 13 Mei 2016 09:25 WIB
Di Indonesia, haute couture diterjemahkan menjadi adibusana. Kendati belum semapan Paris, adibusana di Indonesia sebenarnya sudah berjalan cukup lama.
Koleksi Haute Couture Giambattista Valli di Paris Haute Couture untuk musim gugur dan musim dingin 2015. (REUTERS/Stephane Mahe)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika Anda sering membaca majalah mode atau berselancar di internet soal fesyen, pastilah tidak asing dengan istilah haute couture. Di dunia mode, haute couture adalah supremasi fesyen, level rancangan paling tinggi.

Membuatnya tidak mudah. Diperlukan konsep, inovasi dan ribuan jam kerja untuk mewujudkannya secara nyata di atas panggung. Tidak hanya itu, haute couture seringkali dibuat manual dengan tangan, yang menjadikannya istimewa.

Setiap rangkaian payet, untaian mutiara dan taburan kristal, semua punya cerita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, wajar jika pertunjukkan koleksi haute couture disajikan istimewa. Jauh lebih istimewa dibandingkan pergelaran busana ready-to-wear.

Pusat haute couture di dunia berlokasi di Paris. Setiap enam bulan, Paris menggelar Haute Couture Week yang juga merupakan pekan mode paling eksklusif. Hanya ditujukan bagi undangan terbatas.

Bukan hanya undangan yang terbatas, desainer yang berhak pamer koleksi pun tidak sembarangan. Ada asosiasi khusus yang menyeleksi para desainer Haute Couture Week, yakni Chambre Syndicale de la Haute Couture.

Di Indonesia, haute couture diterjemahkan menjadi adibusana. Kendati belum semapan Paris, adibusana di Indonesia sebenarnya sudah berjalan cukup lama. Selain itu, desainer-desainer di Indonesia pun sebenarnya memulai karir dari lini made-to-order, yang terbilang bergaya couture.

“Kalau bicara garmen, industri itu lebih mudah, karena banyak pabrik garmen. Tapi kalau couture beda, dari penanganannya, jenis bahannya, dibuat sesuai ukuran customer itu sendiri, detailnya dan setiap model itu bukan dibikin secara pabrik yang langsung banyak," kata Seba.

Lebih lanjut, pemilik gelar kehormatan Asian Couturier Extraordinaire itu mengatakan, koleksi couture juga bersifat handycraft, yakni dikerjakan secara manual, dengan tangan.

“Lebih banyak menggunakan proses satu persatu, bukan secara mass, misal bordiran walaupun pakai mesin juga tapi satu-satu bukan pakai komputer, kalau garmen dipotong pakai mesin sekali banyak dengan satu ukuran kayak S, M, L, dan lainnya," tambah Seba.

Oleh karena itu, tidak heran bila busana couture terkesan lebih megah dan bercitra seni. Sebut saja koleksi couture Dior karya John Galliano yang terinspirasi Geisha Jepang atau karya adibusana Jean Paul Gaultier yang mengadaptasi gaya perompak kenamaan Jack Sparrow.

Meski demikian, tak menutup kemungkinan sentuhan busana couture diaplikasikan pada busana 'siap pakai'.

Sebagai desainer couture, Seba menyatakan bahwa adanya konsep siap pakai dengan sentuhan couture biasanya dibedakan dari jenis bahan, serta potongan. Tujuannya agar busana tersebut harganya lebih terjangkau.

"Feeling-nya yang dibuat couture, supaya mendapat esensinya. Cutting-nya, kelihatan couture tapi bukan,” kata Seba.

"Untuk membedakan, masyarakat akan tahu dari harga dan kualitasnya.”

Seba menambahkan, sulit mematok harga koleksi couture. Dia mencontohkan, satu rok bisa lebih mahal dari dress panjang. “Dilihat dari waktu pengerjaannya, tingkat kesulitannya, apakah itu full payet, full embroidery, mesti dilukis. Bisa berbanding 1:20, 1:30 atau bahkan bisa 1:100 harganya,” sebut Seba. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER