Jakarta, CNN Indonesia -- Saat waktu dihabiskan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan, tak sedikit orang yang menunda waktu untuk beristirahat. Mereka lebih memilih menyelesaikan tugas terlebih dulu, demi dapat tidur dengan tenang.
Padahal, melakukan hal tersebut bukan tak mungkin waktu tidur malah semakin sedikit. Telah dibuktikan, bahwa tidur memiliki efek buruk pada jantung. Beberapa penelitian sebelumnya telah menghubungkan hal tersebut dengan hipertensi.
Saat ini, sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam jurnal Hypertension, menemukan bahwa tidur singkat mengarah pada beberapa penanda negatif, terutama bila dilakukan di luar waktu tidur seharusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam studi yang dilakukan di laboratorium tidur University of Chicago, sebanyak 26 orang dewasa muda dan sehat diminta untuk mempersingkat waktu tidurnya selama satu minggu, dengan hanya lima jam untuk memejamkan mata setiap malamnya.
Setengah dari mereka, diminta tidur pada jam normal, dan setengah lainnya tidur diwaktu yang familiar untuk pekerja shift malam. Para peneliti ini mengukur tekanan darah, denyut jantung peserta setiap harinya, juga tingkat kemih norepinefrin, suatu hormon stress yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Serta variabilitas denyut jantung, variasi interval
beat-to-beat yang digunakan sebagai indikator untuk risiko kardiovaskular.
Dalam kelompok penelitian pertama yang mempersingkat durasi tidur, tekanan darah mereka tidak mengalami perubahan. Tetapi, semua orang dalam studi ini, mengalami peningkatan detak jantung pada siang hari, karena pembatasan waktu tidur.
Sedangkan, kelompok yang tidur di waktu siang, mengalami perubahan yang lebih dari itu. Mereka memiliki kadar norepinefrin kemih dan berkurangnya variabilitas denyut jantung di malam hari, saat mereka terjaga.
"Ada kesadaran umum bahwa ketika tingkat variabilitas jantung berkurang, ini merupakan penanda untuk peningkatan risiko kardiovaskular," kata Daniela Grimaldi, selaku penulis studi yang merupakan asisten profesor di Northwestern University Feinberg School of Medicine.
Dilansir dari Time, Grimaldi dan rekan-rekannya fokus dengan apa yang mereka lihat selama tidur ialah 'gelombang lambat', yang biasanya merupakan fase paling restoratif bagi tubuh.
"Tekanan darah turun, denyut jantung turun, itu benar-benar memungkinkan tubuh kembali pulih," kata Grimaldi.
Tetapi, pada kedua kelompok yang tidurnya dibatasi, denyut jantung benar-benar meningkat, terutama pada kelompok pekerja shift malam dan mereka tidak dapat sepenuhnya memulihkan kondisi tubuh.
"Satu-satunya hal yang dapat kami sarankan pada orang-orang tersebut adalah kombinasi makan makanan sehat, melakukan aktivitas fisik, dan mencoba tidur sebanyak yang mereka bisa dan meminimalkan semua kondisi gaya hidup lain yang dapat menyebabkan risiko kardiovaskular juga," ujar Grimaldi.
(meg)