Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah bekerja keras selama lima hari, biasanya waktu libur di akhir minggu dihabiskan dengan bermalas-malasan. Namun ternyata hal itu dipandang tak baik secara psikologi.
"Setiap pekan kan ada jadwal libur, nah itu waktunya memanjakan diri sendiri. Pikirkan apa yang dapat
recharge atau memulihkan tenaga diri sendiri," kata Vierra Della, psikolog sekaligus akademisi Universitas Atma Jaya, ketika berbincang dengan
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Tindakan ini penting menurut Vierra, terutama bagi karyawan yang tidak mendapatkan fasilitas penjagaan kesehatan mental dari perusahaan. Seharusnya, perusahaan memberikan fasilitas yang membuat kondisi mental karyawannya sehat seperti pelayanan psikologi, fasilitas relaksasi, atau paket liburan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi karyawan yang bernasib kurang sejahtera ini, momen libur di setiap pekan menjadi sangat penting agar stres yang didapat dari pekerjaan tak mengganggu mentalnya sendiri. Namun psikolog menyarankan untuk menghabiskan waktu libur untuk benar-benar melupakan diri dari pekerjaan.
"Jangan lakukan kegiatan 'pelarian' seperti tidur dan ke mal saja. Bisa nonton film favorit, makan makanan sehat dan kesukaan, relaksasi atau spa, olahraga, banyak hal. Kalau ini rutin dikerjakan sepekan sekali, dapat menghindarkan diri dari stres," kata Vierra.
Dia menyebut, kegiatan bermalas-malasan di rumah saat akhir pekan hanyalah membuang waktu. Di sisi lain, itu dapat menyebabkan tubuh lebih banyak lagi menanggung stres yang tak dikeluarkan. Akibatnya, stres tersebut menumpuk dan membutuhkan penanganan lebih kompleks.
Tindakan menjaga kesehatan mental kedua bagi mereka yang ‘kurang piknik’ adalah menciptakan kondisi nyaman di keluarga. Menurut Vierra, keluarga adalah media ampuh untuk meredakan stres akibat pekerjaan.
Dengan nuansa keluarga yang nyaman, penuh keceriaan, dan komunikatif, dapat membuat stres akibat pekerjaan hilang. Kondisi ini menurut Vierra dapat dibentuk melalui penerapan komitmen antar anggota keluarga.
"Buat komitmen untuk berkomunikasi dengan cara yang menyenangkan, misal sambil bercanda, buat suasana tidak tegang atau saling suruh-menyuruh. Atau bisa juga buat hari tanpa gawai, atau rekreasi dengan anak di rumah, misalnya mengecat bersama dengan anak. Kegiatan tersebut dapat mempererat ikatan anggota keluarga juga," kata Vierra.
Namun bagi mereka yang tinggal di kota besar, 'mengungsi' dari kesibukan kota untuk berlibur kadang menjadi penyebab stres yang baru. Apalagi kalau bukan karena kemacetan. Vierra mengatakan, kondisi lingkungan di sekitar rumah dapat dimanfaatkan untuk kesehatan jiwa, alih-alih pergi ke Puncak, Jawa Barat, dan kesal karena macet.
"Melepas stres juga bisa sangat terbantu dengan kegiatan komunitas. Biasanya di sekitar lingkungan perumahan ada pusat kegiatan masyarakat, dan itu bisa dimanfaatkan untuk liburan," kata Vierra. "Atau dengan sahabat, datang ke rumah, ngobrol, makan bersama, sudah bisa.”
"Orang zaman sekarang itu lebih stres dibanding generasi sebelumnya. Mungkin beban kerja sama saja, namun pelepasannya itu saat ini tidak ada. Beberapa orang beralih dengan belanja saat stres, namun ketika melihat tagihannya, malah makin stres,” tutur Vierra.
(les)