Jakarta, CNN Indonesia -- Batik identik dengan masyarakat Jawa, namun bila berpindah ke Tanah Batak, kain yang menjadi primadona adalah ulos. Bagi Suku Batak, ulos lebih dari sekedar kain. Ada makna mendalam dan filosofis di balik setiap benang yang membentuk ulos.
Perancang mode berdarah Batak, Merdi Sihombing mengatakan dalam sebuah wawancara, bahwa ulos adalah serat kehidupan orang Batak.
“Ulos adalah metafora kreasi dan kesuburan, juga pemberi kehangatan. Oleh karena itu, ulos selalu hadir dalam setiap momen kehidupan masyarakat Batak,” sebut dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dibandingkan dengan kain tenun lainnya, ulos punya ciri khas. Warnanya selalu terdiri dari 3 rona, merah, hitam dan putih. Sebagai tambahan, ulos juga kerap dihiasi manik-manik.
Dari kajian yang dilakukan Miyara Sumatera Foundation, ditemukan fakta bahwa ulos merupakan produk peninggalan peradaban tertua di Asia. Usianya diperkirakan sudah empat ribu tahun. Ulos bahkan disebut-sebut telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil.
Oleh karena itu, tidak heran bila ulos menjadi fokus perhatian di gelaran Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba (KKPDT) 2016. Di acara yang akan digelar pada akhir pekan tersebut, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana akan mengenakan ulos Ragidup Sirara, sedangkan Iriana berbalut ulos bermotif Tum-Tum yang dirancang khusus oleh desainer Edward Hutabarat
“Ulos tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna, tapi juga prestise dari moderenisasi proses akulturasi,” terang Irma Hutabarat, Dewan Pendiri Miyara Sumatera Foundation, organisasi yang bergerak untuk pelestarian budaya, konservasi alam, dan pengembangan pariwisata Sumatera.
Kekayaan dan kedalaman makna ulos tersebut membuat kain tradisional Batak ini tak hanya banyak dikaji di Indonesia, tapi juga di mancanegara.
“Museum dan universitas di Singapura, Amerika Serikat, Inggris dan Belanda ikut menyimpan kajian tentang ulos lantaran dianggap unik dan sangat tua,” tambah Irma.
Soal usia yang tua, Pengamat Budaya Batak Jamaludin S Hasibuan pernah menulis teknik ikat dalam tenun Batak berasal dari kebudayaan Dongson yang berkembang di kawasan Indochina, pada akhir zaman Perunggu sekitar 1000 SM.
Dia juga menambahkan, kekhasan warna merah, hitam dan putih pada ulos punya makna tersendiri. Warna merah melambangkan keberanian, warna putih adalah kesucian, dan hitam berarti kekuatan.
Kain tenun ulos juga merupakan 'selimut' pemberi kehangatan.
“Ada tiga unsur pemberi kehangatan dalam kehidupan orang Batak zaman dahulu, yakni matahari, api, dan ulos yang dikenakan sebagai penjaga keselamatan tubuh dan jiwa pemakainya,” tulis Jamaludin.
Dan pada masa sekarang, ulos tak lagi berfungsi sebagai penjaga jiwa, tetapi penjaga identitas budaya. Di dalam setiap helai benangnya termuat sejarah yang menjadikan identitas Suku Batak.
(les)