Jakarta, CNN Indonesia -- Rasanya tiap perempuan punya impian sendiri tentang gaun yang akan dipakai saat menikah. Dari gaun tradisional sampai gaun putih cantik yang berekor panjang bak putri kerajaan.
Tak salah memang punya bayangan dan keinginan soal gaun pengantin impian dan ingin mewujudkannya. Yang menjadi sebuah kesalahan adalah ketika mulai ada banyak hal yang dipaksakan dan membuat si pemakai jadi tak nyaman menggunakannya.
Desainer Anne Avantie, Tuti Adib, juga Barli Asmara mengungkapkan bahwa sebenarnya faktor terpenting ketika memilih gaun pengantin adalah faktor kenyamanannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka akan berdiri berjam-jam dan harus terlihat prima, dan harus berhijab. Pada hijab-nya juga ada desain di kepala yang bertumpuk. Makanya dia [pengantin] harus merasa nyaman. Kalau nyaman,
inner beauty-nya akan keluar. Tapi kalau dia enggak nyaman, ya akan gelisah, bete, mukanya jadi enggak bagus," kata Tuty kepada CNNIndonesia.com.
Sayang faktor penting ini sering terkalahkan oleh gengsi dan juga keinginan untuk mewujudkan mimpi masa kecil. Anne berujar bahwa ada beberapa calon pengantin wanita yang tidak memperhatikan kenyamanan. "Karena sudah mimpinya dia mau pakai kebaya yang ini," katanya.
Ia menyayangkan sikap calon pengantin yang menganggap bahwa pernikahan adalah sebuah pertunjukan yang ditonton banyak tamu. "Kadang saya pusing, misalnya badannya pendek tapi gaunnya mau seperti ini. Cuman karena itu sebuah mimpi, jadi mau enggak mau [harus] saya lakukan. Idealnya, tidak boleh seperti itu," ucap Anne.
Keduanya turut memberikan beberapa tips, baik untuk desainer muda maupun calon pengantin. Ia menyarankan agar para perancang gaun pernikahan memberikan arahan yang terbaik untuk para calon pengantin. "Desainer harus pintar menangkap apa yang mereka (calon pengantin) mau. Itu harus jelas di awal. Konsepnya seperti apa, lokasinya di mana, dipakai kapan, pesan yang ingin disampaikan apa," ucap Anne.
Hal-hal rinci seperti itu lah yang harus banyak digali oleh para perancang. "
My dress, my identity," kata Tuty, "Bagaimana busana itu benar-benar blend dengan calon pengantin. Desainer harus bisa pilihin jenis kainnya, agar pengantin tak kepanasan atau kedinginan."
Selain itu, sejak awal perancangan, kedua belah pihak juga harus sepakat tentang konsep gaun pengantin yang ingin digunakan. "Apakah mau
pure nasional,
fifty-fifty, atau sepuluh persen etnik dan 90 persen internasional," tambah Anne.
Terakhir, Tuty berpesan, "Fungsi desainer untuk mengarahkan calon pengantin. Tapi kita [perancang], tetap harus menyerap apa yang menjadi impiannya dia. Keinginan mereka tetap kita akomodasi, tapi kalau terlalu bengkok, desainer harus
ngelurusin. Jadi busananya tetap tepat."
(chs/chs)