Jakarta, CNN Indonesia -- Sayembara Desain Arsitek Nusantara 2016 memang sempat menghebohkan.Tim CV Realline Studio yang menjadi pemenang Pemenang Utama Sayembara Desain Arsitek Nusantara 2016 untuk kategori Destinasi Danau Toba dengan judul karya Jabu Na Ture akan segera merealisasikan mimpinya. Desain homestay yang diserahkan di Kementerian Pariwisata pada hari Selasa (25/10) lalu bakal menjadi pertimbangan tim percepatan pembangunan Danau Toba dalam membangun rumah wisata milik masyarakat yang akan dikembangkan di sana.
“Mimpi yang akan segera terwujud adalah bayangan rumah kami berada tepat di pinggir Danau Toba dengan keelokan danau, dan air yang tenang seperti lukisan pemandangan yang sejuk juga nyaman. Itulah mimpi yang mudah-mudahan segera terwujud,” ujar Ketua Tim CV Realline Studio, Deni Wahyu Setiawan.
Dalam menciptakan karya itu, tentunya Wahyu tidak sendirian. Pria yang berdomisili di Semarang itu memiliki tim di antaranya Christian Ihotasi Siregar, Hendrayawan Setyanegara, Ricky, Gabriel Hutagalung, Muhammad Najib Sholeh, dan Bayu Andika Putra. Seperti yang sudah diketahui, Sayembara Desain Arsitek Nusantara 2016 digagas oleh Badan Ekonomi Kreatif, Kementarian Pariwisata, dan PT Propan Raya sebagai panitia pelaksana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Wahyu memaparkan bahwa Jabu Na Ture punya arti banyak bagi karifan lokal di Danau Toba. Wahyu menuturkan bahwa timnya membuat desain homestay itu memang untuk disiapkan sebagai rumah yang nyaman untuk wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
“Hal yang kami pikirkan di desain homestay ini adalah pencahayaannya. Jadi, sensasi cahaya dan udara yang sejuk di Danau Toba akan terasa hingga di dalam rumah. Itulah keunggulan Jabu Na Ture dan kenikmatan si wisatawan. Hasilnya akan terlihat bagus, jika jaraknya hanya 500 m dari Danau Toba,” kata Wahyu.
Wahyu mengungkapkan bahwa Jabu artinya rumah hunian, na artinya yang memberikan, Ture adalah yang bagus, komplit, atau selaras dan memiliki makna sebagai rumah hunian yang indah juga selaras alam. “Di samping itu semuanya terkoneksi kembali dengan kebudayaan lokal, melalui respresentatif filosofi rumah Batak. Sebab konsep seperti itu, sekarang sudah mulai hilang. Dengan ide homestay yang kami desain semoga akan bangkit lagi dan muncul kembali. Namun bedanya, desain kami akan membuat Anda betah di Rumah,” ujarnya.
Ruang Tataring yang menjadi ciri khas homestay ini terletak pada bagian tengah atau pusat dan langsung terlihat dari pintu ruangan dapur terbuka. Ruang ini nantinya akan menjadi tempat menanak atau memasak nasi dan minuman serta berfungsi sebagai heating atau pemanas ruangan dan dalam pengembangannya akan memiliki ruang yang dapat digunakan untuk ruang baca, maupun galleryi kerajinan khas tiap desa.
“Desain homestay ini mencoba untuk mengakrabkan wisatawan dengan nuansa budaya lokal yang masih sangat alami, sehingga wisatawan dapat berinteraksi sekaligus belajar mengenai aneka kebudayan Batak dan peradabannya. Itu pula sebabnya kenapa bentuk desain yang dikreasi mengambil analogi dan filosofi rumah Batak yang beresensi harmonis, alami, berbudaya, dan wah,” bebernya.
Wahyu juga membeberkan seputar bahan yang akan digunakan. Nantinya akan digunakan material bambu dan batu muntahan gunung sebagai solusi. Bambu digunakan karena merupakan material lokal yang melimpah, namun masih belum dimanfaatkan. Selain itu, juga mengedukasi bahwa bambu dapat dijadikan bangunan yang indah serta terjangkau. Kemudian, alasan daun ijuk dari pohon aren digunakan karena persediannya masih melimpah.
Komposisi ruangan terdiri atas Kamar Pemilik Rumah, Kamar Tamu, Kitchen, Ruang Perapian (Tataring), Kamar Mandi, Meja Cuci, Tempat berjemur, Teras, Ruang Perpustakaan, dan Kloset.
“Selanjutnya, para-para terletak di atas dapur berfungsi sebagai tempat bersantai, ruang baca ataupun tempat meditasi. Membayangkan di bangunan itu, nyaman dan penuh inspirasi. Bangunan Panggung agar dapat menyesuaikan kontur kampung di Danau Toba yang berbeda-beda baik yang berada di bukit, di lembah, maupun di pinggir pantai, akan terlihat lebih asri dan alami. Kami sudah tidak sabar desain kami digunakan pelaku Pariwisata,” kata Wahyu.
Di lain sisi, Menpar Arief Yahya dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sudah menyerahkan hadiah total Rp1 M kepada 30 pemenang Sayembara Arsitektur Nusantara untuk homestay. Menpar menyampaikan bahwa experience merupakan hal terpenting bagi wisatawan. Tentu saja, desain homestay ini tidak akan dijadikan sebagai real estate. Karena kearifan lokal merupakan atraksi dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Mimpi itu rupanya juga sama dengan apa yang dibayangkan oleh Menpar Arief Yahya. Dia berimajinasi bangunan-bangunan di seputar Danu Toba itu memberi ciri khas arsitektur lokal. Sehingga jika orang bangun tidur dan belum sepenuhnya sadar, kemudian langsung menyaksikan bentuk dan model bangunannya saja sudah paham, bahwa dia sedang berada di Danau Toba. “Arsitektur lokal inilah yang akan menjadi penanda ciri khas rumah adat Batak yang bersumber pada budaya setempat,” kata Arief Yahya, Menpar RI.
(odh/odh)