Jakarta, CNN Indonesia -- Saat Nintendo meluncurkan Pokemon Go, pada Juli 2016, publik menyambutnya dengan antusias.
Game yang satu ini sukses memaksa si pemain untuk lebih aktif bergerak.
Sementara game era sebelumnya dianggap tidak sehat lantaran memaksa si pemain ‘membatu’ di depan layar
gadget maupun televisi. Berjam-jam, bahkan seolah tak kenal waktu.
Namun menurut hasil penelitian terbaru dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, langkah yang diambil pemain maupun non-pemain Pokemon Go hanya bersifat sementara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guna menentukan seberapa besar pengaruh aplikasi modern tersebut, para peneliti mencermati langkah 1.182 pengguna iPhone seri 6 berusia 18 hingga 35 selama beberapa minggu.
Para peneliti membandingkan statistik pemain Pokemon Go dan non-pemain. Pada minggu pertama, ada peningkatan aktivitas yang signifikan: ayunan 955 langkah, atau sekitar 11 menit lebih lama dibanding langkah sehari-hari.
“Ini benar-benar temuan yang pasti,” kata Katherine Howe, penulis hasil penelitian yang dimuat British Medical Journals edisi Natal dan dilansir
Pop Science. "Itu separuh lebih banyak dari rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia—WHO.”
Namun peningkatan langkah ini masih jauh lebih sedikit dibanding para pengguna alat lain, macam Fitbit. Para peneliti menemukan, para pengguna Fitbit mengambil sekurangnya 2.500 langkah.
Setidaknya, mereka mengambil lebih banyak langkah dan terus bertambah setiap hari. Tak heran bila setelah minggu pertama, perbedaan antara pemain Pokemon Go dan non-pemain makin meruncing.
Non-pemain ternyata mengumpulkan langkah sebanyak atau bahkan lebih banyak dari pemain Pokemon Go.
Namun, penelitian ini tidak membahas lebih jauh soal manfaat mental, emosional dan sosial dari berkegiatan di luar ruang. Sekalipun diakui Howe, para peneliti akan dengan senang hati melakukannya.
Yang jelas, Pokemon bukan jalan keluar untuk mengentaskan krisis obesitas global. Sekalipun game yang satu ini tetap menyenangkan.
(vga/vga)