Indonesia Masih 'Kurang Tepat' Soal Hari Ibu

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 22 Des 2016 11:04 WIB
Ternyata, Hari Ibu digagas Presiden Soekarno sebagai salah satu cara untuk mengenang pahlawan perempuan selain Kartini.
Ilustrasi. (VaniaRaposo/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hari Ibu dirayakan pada 22 Desember setiap tahunnya. Beragam perayaan di tanggal tersebut dijadikan momen memberikan ucapan sayang untuk ibu tercinta. Namun, ternyata Indonesia masih ‘kurang tepat’ terkait makna bahkan pengetahuan mengenai Hari Ibu.

Hal ini terlihat dari jajak pendapat independen CNNIndonesia.com melalui media sosial tentang asal-usul penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Dari 455 responden yang mengikuti jajak pendapat, sebagian besar atau 59 persen menjawab bahwa Hari Ibu 22 Desember berasal dari Kongres Perempuan Indonesia I yang berlangsung pada 1928.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, 21 persen menjawab bahwa Hari Ibu ditetapkan karena hari lahir Dewi Sartika. 

Sebanyak 16 persen menilai Hari Ibu 22 Desember berdasarkan hari lahir RA Kartini, padahal pejuang perempuan dari Jepara itu lahir pada 21 April.

Dan hanya empat persen responden yang menjawab penetapan 22 Desember berdasarkan Dekrit Presiden RI pada 1953.

Sebagian responden yang menjawab 22 Desember berasal dari Kongres Perempuan Indonesia pertama pada 1928 sebenarnya tidak salah. Karena sebenarnya pertemuan akbar para organisasi perempuan seluruh Indonesia itu benar diadakan pertama kali pada 22 hingga 25 Desember 1928.

Namun saat itu, belum ada pernyataan untuk merayakan Hari Ibu. Pertemuan yang diselenggarakan di gedung Dalem Jayadipuran, Yogyakarta tersebut bertujuan untuk meningkatkan hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.

Kongres Perempuan Indonesia I ini sebenarnya terinspirasi dari hasil Soempah Pemoeda yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928. Para tokoh perempuan Jong Java membentuk Panitia Kongres Perempuan yang diketuai oleh RA Soekonto, Nyi Hajar Dewantoro sebagai wakil, dan Soejatien sebagai sekertaris.

Dalam kongres selama empat hari tersebut, beragam pidato dengan berbagai tema dibacakan. Mulai dari tema 'Pergerakan Kaoem Istri, Perkawinan dan Pertjeraian' oleh RA Soedirman, 'Deradjat Perempoean' oleh Ny Siti Moendjijah dari Aisjijah Djoekjakarta, 'Perkawinan Anak-anak' oleh Saudari Moegaroemah, hingga 'Hal Keadaan Isteri di Europah' oleh Ny Ali Sastromiadjojo.

Pertemuan ini juga sebagai bentuk persatuan berbagai organisasi yang melanjutkan perjuangan para pahlawan wanita Indonesia sejak abad 19 seperti Kartini, Martha Christina Tiahahu, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Maria Walanda Maramis, Rasuna Said, dan sebagainya. 

Pada Kongres Perempuan Indonesia 1938, Soekarno menetapkan tanggal lahir Kartini sebagai Hari Kartini. Namun penetapan ini memunculkan protes lantaran banyak yang menganggap Kartini lebih pro-Belanda dan cuma berjuang di daerah Jepara.

Lantaran sudah kepalang menetapkan Hari Kartini, Presiden Soekarno berpikir cara untuk memperingati pahlawan perempuan selain Kartini.

Maka pada 1953 melalui Dekrit Presiden No 316, bertepatan pada Kongres Perempuan Indonesia ke-25, Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional. 

Tanggal tersebut dipilih lantaran sebagai momen pertama kali kongres diadakan dan ditujukan mengenang para pahlawan wanita alias kaum ibu dan seluruh warga Indonesia. Seluruh peserta kongres menyetujui ide tersebut dan dianggap sebagai perayaan Hari Ibu terbesar juga paling meriah.

(ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER