Jakarta, CNN Indonesia -- Hingga saat ini, pemerintah telah memberlakukan kebijakan bebas visa kunjungan terhadap 169 negara di dunia.
Ada beberapa negara yang tidak dimasukkan dalam daftar kebijakan, karena warga negaranya dianggap aktif dalam perdagangan narkoba dan penyebaran ideologi ekstrem. Negara lain yang masuk dalam daftar namun diberi perhatian khusus yaitu Brasil, China, dan Australia.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kebijakan bebas visa diterapkan untuk mendongkrak devisa melalui pariwisata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dampak keamanan yang dapat timbul setelah pemberlakuan ini, Jokowi mengaku tidak khawatir.
"Kamu lihat Singapura, Malaysia (memberlakukan bebas visa ke) 170 negara lebih. Mereka aman-aman saja kan?” kata Jokowi pada Januari 2016, seperti yang dikutip dari
Antara. Namun, Komisi III DPR RI menemukan penyalahgunaan kebijakan bebas visa oleh wisman dari sejumlah negara di beberapa daerah, termasuk di Jawa Timur yang menyebabkan kerugian hingga Rp1 triliun.
"Kebijakan bebas visa itu bertujuan menaikkan kunjungan wisatawan, namun pihak lain justru dirugikan, seperti Imigrasi Jatim yang rugi hingga Rp1 triliun," kata Ketua Panja Penegakan Hukum Komisi III DPR Desmond J Mahesa pada Oktober 2016.
Dari bebas visa ke KITASMenurut Desmond J Mahesa yang juga politisi Gerindra itu, kebijakan bebas visa banyak disalahgunakan wisman untuk bekerja di Indonesia.
"Tidak jarang mereka bekerja selama 2-3 bulan, lalu mengurus KITAS (Kartu Izin Tinggal Sementara), sehingga mereka tidak bayar pajak masuk negara kita dan Imigrasi yang dirugikan," kata Desmond.
Tak hanya finansial, kerugian non-finansial seperti berkembangnya ideologi radikal, peredaran narkoba, perdagangan manusia, prostitusi terselubung, dan tidak menutup kemungkinan spionase, juga dikhawatirkan akan terjadi.
Oleh karena itu, sejumlah anggota Komisi III DPR justru menyatakan UU 6/2011 tentang Keimigrasian perlu direvisi agar polisi mampu berperan dalam wilayah yang memiliki aspek pidana yakni penyalahgunaan kebijakan bebas visa itu.
Berbagai kasus mulai mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan bebas visa. Ditambah lagi dengan kenyataan di lapangan, kalau jumlah kedatangan wisman pun tak terlalu signifikan.
"Jangan-jangan kita sudah bebaskan visa, tetapi wisatawannya tidak ada. Jadi perlu kita evaluasi juga," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Desember 2016.
Perlu dibarengi promosiPengamat pariwisata dan Ketua Asosiasi Kongres dan Konvensi Indonesia (INCCA) Daerah Bali Ida Bagus Lolec Surakusuma setuju jika pemerintah melakukan evaluasi kebijakan.
Jika tujuannya untuk mendatangkan wisman, ia menyarankan agar bebas visa dibarengi dengan promosi di negara yang bersangkutan.
“Kebijakan bebas visa tanpa diimbangi dengan promosi belum mampu meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia," kata Ida Bagus Lolec di Denpasar, Bali, seperti yang dikutip dari
Antara pada Senin (2/1).
Ida Bagus menambahkan, kalau promosi wisata bukan hanya tugas Kemenpar, tapi juga pemerintah daerah sampai duta besar.
"Setelah dikenal, mereka pasti semakin tertarik untuk datang, apalagi dengan kemudahan bebas visa,” ujar Ida Bagus Lolec.
(ard)