Jakarta, CNN Indonesia -- Industri pakaian dalam Prancis rupanya tak mau kalah dari Amerika Serikat. Usai brand lingerie kenamaan Victoria’s Secret menggelar fashion show meriah November 2016 lalu, Prancis langsung menyelenggarakan peragaan tandingan.
Lewat pergelaran tersebut, tujuan Victoria’s Secret terlihat jelas, mereka ingin memperluas pasar ke Eropa. Oleh karena itu, brand yang terkenal dengan para bidadarinya itu, tak tanggung-tanggung dalam menggelar fashion show. Supermodel cantik dari berbagai negara ‘diterjunkan’ ke Paris, mulai Miranda Kerr hingga Alessandra Ambrosio.
Prancis tidak lantas tinggal diam. Negara yang dikenal sebagai pusat mode dan pencipta pakaian dalam seksi itu pun berusaha menjawab ‘tantangan’ Victoria’s Secret, lewat fashion show serupa bertajuk ‘Lingerie, Mon Amour’. Pergelaran pakaian dalam itu menjadi bagian dari pekan mode Paris Haute Couture.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip
AFP, untuk pertama kalinya dalam sejarah Prancis, sebanyak 14 brand pakaian dalam berbagi panggung dan memperlihatkan kreasi menakjubkan, yang menonjolkan koleksi bra, celana dalam serta korset.
Alain De Rodellec dari label pakaian dalam Chantelle mengatakan sudah saatnya pakaian dalam bersinar di panggung mode. “Selama ini, pakaian dalam dikenal sebagai aksesori, padahal lingerie juga busana dan seharusnya dipertunjukkan di runway, menjadi bagian dari pekan mode,” paparnya.
Adapun, fashion show pakaian dalam tersebut mengisahkan perjalanan pakaian dalam dari era Gallic yang genit, gaya glamor para bangsawan di Istana Versailles, hingga nafas dominatrix ala Dior dan Yves Saint Laurent.
Bahkan mereka pun punya tandingan 'fantasy bra' yang merupakan koleksi jawara Victoria’s Secret.
Namun, tidak menghadirkan bintang pop seperti Lady Gaga dan The Weeknd, 'Lingerie, Mon Amour' menawarkan nuansa pertunjukkan yang lebih klasik dengan orkestra.
“Kami ingin memperlihatkan nuansa kebebasan ala Prancis, seperti Marie Antoinette yang membebaskan perempuan dari kekangan korset,” kata Karine Sfar, pemimpin French Lingerie Federation.
Soal model pun, ‘Lingerie, Mon Amour’ tidak menampilkan jajaran model bintang lima seperti Gigi Hadid dan Kendall Jenner, melainkan menghadirkan barisan model dengan usia yang lebih matang, juga dengan berbagai bentuk tubuh.
“Ini untuk menunjukkan bahwa lingerie, pakaian dalam seksi, bisa dikenakan siapa saja. Wanita dari berbagai umur, warna kulit, serta bentuk tubuh,” papar Sfar.
Dia juga menambahkan, hingga hari ini, Prancis masih jadi produsen pakaian dalam high-end nomor satu dunia.
“Setiap bra punya 30-40 bagian individual dan memerlukan keahlian mumpuni untuk menyatukan itu semua sehingga bisa menonjolkan aset terbaik perempuan,” tambahnya.
Bukan untuk Memuaskan PriaDi sisi lain, Sfar menyatakan bahwa kelebihan Prancis lainnya adalah mereka tahu cara membuat wanita merasa lebih cantik dan seksi dengan memakai pakaian dalam yang tepat.
“Pakaian dalam adalah busana wanita yang paling intim, bukan hanya desainnya yang harus cantik, tapi bagaimana pakaian itu membuat pemakainya merasa cantik,” tutur Sfar.
Selain itu, jika di Amerika, pakaian dalam merupakan hadiah yang diberikan pria pada wanita, di Prancis, lingerie adalah hadiah wanita bagi diri sendiri.
“Di Prancis, pakaian dalam tidak dibeli untuk memuaskan hasrat lelaki, tapi untuk kepuasan pribadi para wanita,” terang De Rocellec.
Sejarah pakaian dalam
high end di Prancis dimulai pada 1889 oleh Hermine Cadolle, yang menemukan desain bra modern. Pada waktu itu, Cadolle menyebutnya sebagai
The French je ne sais quoi, atau ‘keindahan’ Prancis yang tak terlukiskan.
(les)