Paris, CNN Indonesia -- Di depan bangunan bernomor 21 berlantai 4 di Place Vendome, Paris, dengan cuaca minus 2 derajat Celsius, sekelompok fashionista mengantri untuk masuk dengan membawa sepotong karton kecil berwarna putih, dengan tulisan kaligrafi bertinta emas.
Di dalam, di lantai teratas bangunan, kursi-kursi kecil bercat emas menyambut, berjejer di antara rak-rak buku, dengan beberapa lukisan karya Marcel Vertes yang tergantung di dinding. Ada juga koleksi foto dari tahun 30-an, diantaranya Wallis Simpson, The Duchess of Windsor, serta Marlene Dietrich.
Dari jendela nampak tugu Napoleon Bonaparte menjulang di tengah-tengah area, yang konon merupakan yang termahal di Paris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bangunan tersebut merupakan lokasi pagelaran fesyen kasta tertinggi dari salah satu rumah mode tertua yang masih eksis: House of Schiaparelli.
Rumah mode asal Italia itu didirikan tahun 1925 oleh Elsa Schiaparelli, wanita yang dikenal eksentrik di eranya.
 Bertand Guyon, desainer House of Schiaparelli, mengikuti langkah pendahulunya, menerjemahkan seni dalam koleksi yang mudah dipakai. (AFP PHOTO / Patrick KOVARIK) |
Dia dikenal dengan karya-karyanya yang berani, pemilihan warna menyolok, juga inspirasi surealisme. Wajar, karena Schiap, panggilan Elsa, sangat dekat dengan seniman seperti Salvador Dali, Jean Cocteau, serta Edward James.
Ketika rumah mode ini tutup di tahun 1954, dan kemudian 'dihidupkan lagi' oleh taipan yang juga pemilik Tod’s, Diego Della Valle di tahun 2012, nama besar Schiaparelli sempat kehilangan gelar 'Haute Couture'.
Di Paris, Haute couture, berbeda dengan couture, merupakan label yang dilindungi hukum dan hanya boleh digunakan atas izin
Chambre de commerce et d'Industrie de Paris, yakni kamar dagang dan industri di Paris.
Haute couture, atau adibusana dalam bahasa Indonesia, merupakan kasta tertinggi fesyen. Itu karena seluruh koleksi Haute Couture, dibuat dengan tangan, memiliki konstruksi rumit serta filosofi yang dalam. Proses pembuatannya pun jauh dari sebentar.
Setiap potong busana
Haute Couture dimulai dengan drapping menggunakan
toile, dan setiap klien paling tidak menjalani tiga kali pengepasan.
Soal harga, jangan harap melihat deretan angka tertera jelas di label baju, seperti yang ada di butik atau lantai department store. Semua serba eksklusif dan privat.
Kembalinya 'Sang Lobster'Kembali ke Schiaparelli. Setelah sempat hiatus dari tahun 1954, dan ‘bangun’ kembali di 2012, tahun ini, Schiaparelli mendapatkan lagi gelar Haute Couture, yang dulu hilang.
Sang desainer, Bertrand Guyon, banyak mengambil inspirasi seni surealis khas Schiaparelli, namun tidak berakhir ‘memenuhi’ seluruh busana, sehingga terkesan sesak.
Contohnya, sebuah mantel putih bermotif gembok dan rasi bintang berwarna-warni, yang terlihat menyegarkan diantara koleksi pastel dan renda dari label lain.
Ada alasan tersendiri kenapa Guyon menghadirkan motif rasi bintang, pasalnya, paman Elsa, Giovanni Schiaparelli, adalah seorang astronom.
Koleksi lainnya yang juga mencuri perhatian adalah jaket bermotif hati dalam warna
shocking pink, yang merupakan warna favorit Shiap.
 Nafas surealisme diterjemahkan menjadi motif grafis yang tersebar di seluruh koleksi. (AFP PHOTO / Patrick KOVARIK) |
Terlihat juga lambang-lambang Surealis bertebaran di berbagai tempat, misalnya motif poligram dua wajah yang berhadap-hadapan, gaun berlubang kunci di bagian dada, serta liontin berbentuk sangkar burung.
Selain itu, terdapat sedikit pengaruh budaya China dan Jepang, seperti motif naga untuk sulaman, serta kimono yang dimodifikasi.
Eksentrisitas koleksi ini begitu kuat, itu juga khas Schiaparelli, yang kerap menyuguhkan kaleidoskop seni dalam wujud busana.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan, Guyon, memberikan penghormatan tinggi pada sang pendiri rumah mode, dengan menghadirkan rancangannya yang paling terkenal: Lobster Dress.
Di tahun 1937, Schiap berkolaborasi dengan Dali menciptakan empat gaun yang namanya terus abadi hingga kini, yakni shoe hat, Lobster, Tears serta Skeleton.
Lobster Dress merupakan gaun sutera putih dengan detail lukisan lobster berwarna merah di bagian pinggang, yang dilukis oleh Dali. Gaun itu kemudian dikenakan oleh Wallis Simpson, dan diabadikan dalam potret oleh fotografer Cecil Beaton, di Château de Candé, sebelum pernikahan Wallis dengan Raja Edward VIII.
Melihat Lobster Dress dan Schiaparelli kembali ke panggung Haute Couture, seperti merasakan roh haute couture kembali ke khitahnya. Sejak awal terbentuknya di tahun 1868, haute couture adalah jawaban fesyen akan seni. Jembatan yang menyambungkan dua dunia yang dianggap berbeda namun begitu mirip.
Schiaparelli paham akan hal itu. Seni yang begitu rumit, bisa dia benamkan dalam koleksi busana yang wearable, mudah dikenakan, tanpa ‘berat’ terbebani.
 Shocking pink merupakan warna favorit Schiaparelli yang terus diabadikan oleh Guyon. (AFP PHOTO / Patrick KOVARIK) |
(les)