Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus grup pedofilia di media sosial baru-baru ini membawa Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menekankan pentingnya pemerintah untuk mendorong penguatan keluarga sebagai langkah mencegah anak dari predator.
"Teknologi sekarang ini tidak bisa lagi dibendung atau ditolak. Dan mengagetkan secara tidak sadar melalui media sosial anak bisa jadi korban," kata ketua umum Komnas Anak Arist Merdeka saat dihubungi
CNNIndonesia.com."Sekarang yang harus dilakukan pemerintah adalah bagaimana menyiapkan kembali keluarga dan masyarakat untuk kondisi teknologi ini," lanjutnya.
Arist menilai dengan usulan penutupan atau pembatasan penggunaan teknologi tidak lantas menyelesaikan ancaman kekerasan kepada anak. Kesiapan masyarakat dinilai Arist lebih dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak hanya melalui penyuluhan saja, ada banyak cara untuk itu. Namun semua pihak, saya, Anda, semuanya harus menyadari pentingnya ini dan bersiap diri," kata Arist.
Kasus predator anak menyeruak setelah penemuan grup khusus paedofil di media sosial Facebook bernama Official Candy's Grup.
Dalam grup yang bahkan memiliki jaringan internasional tersebut, terdapat ribuan foto anak kecil dan ratusan tayangan pornografi dengan konten pedofilia.
"Anak-anak dalam foto itu berusia dua hingga delapan, dan mereka tidak paham bahwa itu kegiatan seksual. Oleh karena itu, saya kira anak juga harus disiapkan menghadapi ancaman ini," kata Arist.
"Anak harus disiapkan bagaimana mereka menghadapi orang asing yang mencoba mendekati dan merayu. Bila sejak dini dan terus menerus, anak akan ingat. Ini momennya anak dekat lagi dengan orang tua,"
Orang Tua Harus Lebih PeduliArist lebih jauh menilai bahwa ada celah atau
gap yang terjadi terkait kedekatan orang tua dan anak di Indonesia. Ketua Komnas Anak itu melihat celah itu yang dimanfaatkan para predator anak.
"Saya melihat orang tua saat ini dan anak mereka sangat tidak dekat, dengan alasan pekerjaan dan ekonomi, kini menjadi sangat individualistis," kata Arist.
Pengasuhan anak yang banyak dialihkan kepada pihak lain dinilai Arist membuat anak menjadi tidak dekat secara emosional kepada orang tuanya.
"Kondisi ini berpengaruh ke psikologis anak dan membuat mereka rentan untuk didekati orang lain. Bayangkan kebanyakan keluarga di Indonesia kini lebih bergantung pada pengasuh pengganti," tambahnya.
Arist mengatakan sesibuk apa pun orang tua, harus tetap mempertahankan kedekatan emosional dan lebih peduli terhadap perkembangan anak.
Dengan kedekatan ini, anak akan lebih cenderung tidak mencari perhatian kepada pihak lain dan orang tua dapat membangun pemahaman yang melindungi anak-anak.
(end)