IVA, Pilihan Lain Mendeteksi Kanker Serviks

Syanne Susita | CNN Indonesia
Senin, 17 Apr 2017 12:22 WIB
Upaya deteksi dini kanker serviks bisa melalui IVA. Namun hingga 2016, cakupan skrining IVA hanya 3,5 persen karena prosedur ini belum populer.
Cakupan skrining IVA di Indonesia hanya 3,5 persen. (Thinkstock/champja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kanker serviks jadi penyebab kematian perempuan nomor dua di dunia setelah penyakit jantung koroner. Setiap dua menit, satu perempuan meninggal karena kanker ini. Di negara berkembang seperti Indonesia, kanker serviks jadi salah satu penyebab utama kematian.

Ketua Umum Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), Prof. Andrijono, Sp.OG(K) menjelaskan, hasil penelitian RSCM menunjukkan untuk setiap 1.000 orang yang menjalani skrining kanker serviks, ditemukan 1 penderita.

Data ini tidak berbeda jauh dengan data Subdit Kanker Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, di mana insiden suspek kanker leher rahim adalah 1,3 per 1000 penduduk.

Upaya deteksi dini pun dilakukan HOGI melalui sosialisasi pap smear maupun Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yang dimulai tahun 2007. Dan, mulai tahun 2016, sosialisasi vaksinasi HPV digencar Pemrov DKI Jakarta yang kini sedang diupayakan menjadi program nasional eradikasi kanker serviks.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga 2016, baru sekitar 1,5 juta perempuan usia 30-50 tahun yang menjalani skrining kanker serviks (bersama kanker payudara) dari target 37 juta perempuan usia 30-50 tahun. Cakupan skrining IVA hanya 3,5 persen, sedangkan pap smear 7,5 persen.

Sosialisasi prosedur pap smear lebih banyak dikenal kalangan luas karena banyak rumah sakit swasta yang menyediakan layanan pap smear. Sedangkan inspeksi IVA kurang diminati karena prosedurnya kurang dikenal.

Padahal, menurut situs tanyadokter, metode IVA ini mudah, murah, dan memiliki keakuratan sangat tinggi dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker hingga 90 persen.

Metode IVA ini dilakukan dengan cara inspeksi visual pada serviks yang diberi asam asetat atau dikenal dengan asam cuka. Setelah dilihat posisinya, leher rahim dipulas dengan asam asetat kadar 3-5 persen, selama 1 menit.

Proses ini tidak menyakitkan. Hasilnya langsung diketahui saat itu juga, antara normal (negatif), atau positif (ada lesi pra-kanker). Jika ada kelainan, plak putih akan muncul pada serviks. Plak putih ini yang harus diwaspadai sebagai luka prakanker.

Metode IVA ini sudah dikenalkan sejak 1925 oleh Hans Hinselman dari Jerman, tetapi baru diterapkan tahun 2005. Biaya mendeteksi kanker serviks dengan metode IVA ini juga terjangkau. Deteksi dini ini tidak harus dilakukan oleh dokter, tetapi tenaga terlatih seperti bidan di puskesmas. (sys)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER