Banyuwangi, CNN Indonesia -- Setiap kali berbincang dengan pemilik tempat usaha wisata di suatu daerah, sebagian besar dari mereka pasti menyebut kalau wisatawan asal Timur Tengah sangat royal, bersama dengan wisatawan asal Amerika dan Eropa.
Salah satu pemilik hotel di Bali mengatakan, kalau wisatawan Timur Tengah biasa berlibur bersama rombongan, minimal enam orang.
Raja Minyak, sebutan bagi wisatawan yang memang berasal dari kawasan kaya minyak itu. Dengan uang ‘tak berseri’, wisatawan Timur Tengah tak ragu untuk mengeluarkan uang jutaan untuk merasakan fasilitas dan mendapatkan layanan yang terbaik.
Kurang lebih sama halnya seperti yang dilakukan oleh Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz, saat berkunjung ke Jakarta dan Bali pada beberapa bulan yang lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika itu, Raja Salman datang membawa rombongan sebanyak 1.500 orang, termasuk 10 menteri dan 15 pangeran.
Mulai dari mobil penjemputan sampai kamar hotel semuanya dipilih yang paling mewah.
Yohan, wisatawan asal Iran yang sempat berbincang dengan
CNNIndonesia.com di Bali pada Juni, mengatakan kalau pemilihan fasilitas dan layanan super bukan sebagai alasan kalau wisatawan Timur Tengah suka pamer.
“Istilahnya, kami ini tinggal di gurun pasir. Sama seperti penduduk di negara bersalju, tentu saja kami ingin merasakan pengalaman berlibur dengan lebih nyaman, berbeda dengan suasana yang kami temui setiap hari,” kata Yohan, yang saat itu menginap di Ayana Resor bersama keluarganya.
“Harga sebuah kenyamanan memang tidaklah murah,” lanjutnya sambil tersenyum.
Dari data kunjungan wisatawan mancanegara yang dihimpun oleh Kementerian Pariwisata, sepanjang 2016 sebanyak 205 ribuan wisatawan Timur Tengah telah datang ke Indonesia.
Mereka berasal dari Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Bharain, Kuwait, Yaman, Qatar dan Oman.
Menurut Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, wisatawan Timur Tengah memiliki pangsa pasar yang cukup besar. Hal itu dilihat dari jumlah pengeluaran mereka untuk sekali melakukan kunjungan wisata.
“Dalam sekali berlibur, mereka minimal menginap selama 8,5 hari dengan pengeluaran rata-rata perhari US$1.190 (sekitar Rp15 jutaan),” kata Arief, saat ditemui oleh CNNIndonesia.com dalam jumpa pers pada Mei.
“Selain wisata alam dan belanja, wisatawan Timur Tengah juga menyukai wisata religi. Wisata halal. Saat ini, kita harus bersaing dengan Malaysia dan Thailand yang juga semakin gencar mendatangkan mereka,” lanjutnya.
Dari Pulau Santen banyuwangi bersiapBerbicara mengenai wisata alam, belanja dan halal, Kabupaten Banyuwangi mengklaim kalau kini daerahnya siap menawarkan hal tersebut.
Tahun lalu, kampung halaman Menpar Arief ini telah dikunjungi oleh 3 juta wisatawan domestik dan 72 ribu wisatawan mancanegara. Sekitar 10 persennya merupakan wisatawan Muslim, yang melakukan wisata religi dan keluarga.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, menyatakan ketertarikannya mengembangkan wisata halal setelah melihat kepopuleran Aceh, Lombok dan Padang.
 Pulau Merah di Banyuwangi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
“Pasar ini sedang berkembang. Kita ketahui bersama Islam adalah agama terbesar ke-dua di dunia. Jumlah pemeluknya mencapai 24 persen dari total penduduk di dunia. Ditambah lagi dengan jumlah wisatawan kelas menengah yang terus tumbuh,” ujar Anas kepada CNNIndonesia.com saat ditemui di Banyuwangi pada Selasa (6/7).
Bumi Blambangan, begitu nama lain kabupaten ini, berencana mengembangkan wisata halal yang berpusat di Pulau Santen yang berada di kawasan Karangrejo.
Dikatakan pria yang berusia 43 tahun ini, pengembangan wisata halal di sana sekaligus ingin menghapus sejarah kelam pulau yang berbatasan dengan Selat Bali itu, karena Pulau Santen sempat menjadi pusat lokalisasi.
Pantai Syariah, begitu nama objek wisata yang secara bertahap sedang dibangun di sana.
Di pantai ini, wisatawan akan dibedakan sesuai jenis kelamin. Wanita di sebelah kiri, keluarga dan pasangan di sebelah kanan.
Walau pengaturannya hanya dibatasi pagar besi, jangan harap wisatawan bisa melanggar peraturan tersebut, karena ada petugas Satpol PP yang berjaga.
Empat petugas perempuan dan satu petugas laki-laki tidak segan menegur dan menggiring wisatawan yang tak menaati peraturan.
 Petugas Satpol PP yang berjaga di Pantai Syariah, Pulau Santen, Banyuwangi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Wisata pantai identik dengan kehidupan malam, seperti di Bali atau Lombok. Berada di tengah kota, sejatinya Pantai Syariah bisa seramai Pantai Kuta atau Gili Trawangan. Namun, Anas punya kehendak lain.
“Garis pantai di Banyuwangi sepanjang 175 kilometer. Saya merasa tidak rugi jika harus menyisakan garis pantai sepanjang 1 kilometer hanya untuk Pantai Syariah. Ini semua demi rencana pengembangan wisata halal,” kata Anas.
“Saya memang ingin menjadikan Banyuwangi sebagai daerah tujuan wisata alam, bukan kehidupan malam. Sudah banyak tempat wisata yang seperti itu. Agar memiliki keunikan, kita harus punya pembeda, salah satunya wisata halal,” lanjut politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Sebelum berbincang dengan Anas, CNNIndonesia.com sempat berbincang dengan beberapa staf di kantornya mengenai objek wisata halal di Banyuwangi.
Sebagian dari mereka merasa bingung dengan konsep wisata halal, hanya sebatas ada lebih banyak restoran halal dibandingkan non-halal.
Padahal, untuk disebut sebagai daerah tujuan wisata halal yang sah, sebuah daerah harus memiliki banyak tempat dengan sertifikasi halal, mulai dari restoran sampai hotel.
Politikus yang kabarnya digadang bakal maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur ini setuju dengan anggapan kalau banyak kalangan yang belum paham mengenai konsep wisata halal.
Menurutnya, pemahaman bisa diterapkan melalui sosialisasi, terutama untuk penduduk lokal, supaya siap menerima wisatawan Muslim.
“Industri pariwisata Banyuwangi sudah banyak perkembangan, tapi saya akui, untuk sumber daya manusia masih sedikit yang berkualitas. Saya ingin pelaku usaha memberikan mereka pelatihan lebih lanjut, terutama mengenai wisata halal,” ujar Anas.
“Sosialisasi lainnya bisa melalui di dunia maya. Saya rasa itu cukup ampuh, karena mengikuti perkembangan zaman, biayanya murah serta tepat sasaran,” lanjutnya. Selain sumber daya manusia yang harus mengikuti standar dunia, Anas juga mengakui ada kekurangan dalam segi infrastruktur.
Untuk hal yang berhubungan dengan dana, ia mengaku terus melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat. Selagi belum mendapat jawaban, ia berusaha mengatasinya dengan dana kabupaten atau mengundang investor asing.
“Pantai Syariah memang belum sempurna, masih perlu banyak penambahan fasilitas. Objek wisata lain juga demikian. Setiap tahun kami sudah punya rencana pembenahannya, selagi menunggu bantuan pemerintah pusat,” kata Anas, yang juga mengatakan kalau mulai 16 Juni 2017 ada dua maskapai besar yang membuka penerbangan langsung dari Jakarta ke Banyuwangi.
“Investor asing boleh saja masuk, hanya saja jangan melupakan penduduk lokal. Mereka wajib memperkerjakan, memberi pelatihan dan membagi keuntungan yang adil penduduk lokal. Saya ingin penduduk lokal ikut ambil bagian dalam roda industri pariwisata Banyuwangi,” pungkasnya.