Meski Bersalah, Pelaku Bullying Tetaplah Anak-anak

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Minggu, 23 Jul 2017 10:45 WIB
Kasus bullying di Thamrin City menyatakan sembilan anak, lima di antaranya di bawah 12 tahun, bersalah dan dikirim ke pusat rehabilitasi anak.
Kasus bullying di Thamrin City menyatakan sembilan anak, lima di antaranya di bawah 12 tahun, bersalah dan dikirim ke pusat rehabilitasi anak. (Foto: Thinkstock/Tomwang112)
Jakarta, CNN Indonesia -- Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB tapi belum ada tanda-tanda bahwa pemeriksaan akan usai. Sesekali rintik hujan turun dan akhirnya pupus terbawa angin. Yang tersisa hanya debu yang menebal di kulit.

Selang beberapa menit, beberapa ibu berbaju putih keluar. Ia hanya berujar bahwa pemeriksaan masih akan lama.

"Isih suwe (masih lama)," teriaknya sambil berlalu begitu saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah 12 jam berlalu. Sembilan anak pelaku perundungan alias bully diperiksa di kantor Polsek Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat. Mereka berasal dari enam sekolah yang berbeda di kawasan Jakarta. Yang lebih mengejutkan, dari kesembilan anak, lima di antaranya masih berusia di bawah 12 tahun.  


Pemeriksaan sudah berlangsung sejak pukul 09:00 pagi. Orang-orang berseragam pun masuk silih berganti. Beberapa guru berseragam biru, ada pula yang berwarna coklat khaki. Balai Pemasyarakatan (Bapas) pun turut dilibatkan.

Beberapa pria berpakaian rapi pun keluar. Mereka nampak sibuk dengan ponsel masing-masing termasuk Kanit Reskrim Polsek Metro Tanah Abang, Kompol Mustakim.

Beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam parkir persis di halaman. Anak-anak pun keluar dari kantor polisi. Sembari menutup wajah, mereka berjalan beriringan lalu masuk ke mobil. Ada yang masih berpakaian seragam, ada juga yang hanya mengenakan kaos dan celana seadanya.

Tak ada paksaan. Mereka diam dan mengikuti arahan. Beberapa orang, kemungkinan orang tua mereka, hanya bisa diam dan pasrah. Tak ada satu pun dari mereka yang mau buka suara. Bahkan, seorang ibu dengan kerudung krem nampak menangis seiring berlalunya mobil hitam itu.

Rupanya, mereka akan dibawa ke Panti Sosial Marsudi Putra Handayani (PSMP Handayani), Bambu Apus, Jakarta Timur.

Menurut Kapolsek Metro Tanah Abang, AKBP Suwarno, hal ini dijalankan sesuai kesepakatan dalam proses diversi atau proses pengambilan keputusan dengan melibatkan sejumlah lembaga sosial termasuk Bapas, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), pengacara, sekolah, juga orang tua.

"Langkah penyidikan ini, tetap keputusannya mereka dibawa ke panti sosial. Malam ini langsung dibawa," kata Suwarno di Polsek Metro Tanah Abang, Selasa (18/7).


Mereka akan menjalani 'kehidupan baru' selama tiga bulan di fasilitas milik Kemensos ini. Kepala PSMP Handayani, Neneng Heriyani menuturkan, kendati harus tinggal di asrama milik pemerintah, pendidikan mereka tidak akan berhenti begitu saja. Di sana, mereka tetap mengalami proses belajar mengajar layaknya anak sekolah.

"Walaupun mereka pelaku, (mereka) tetap diperlakukan sebagai anak," tambahnya.

Upaya rehabilitasi

Neneng menuturkan panti sosial yang dipimpinnya menangani ABH atau anak yang berhadapan dengan hukum, yakni pelaku, korban dan saksi.

"Kasusnya untuk pelaku seperti pelecehan seksual, pembunuhan, pencurian, perkelahian. (Sedangkan) untuk korban seperti kasus pemerkosaan, eksploitasi ekonomi, penelantaran juga kekerasan terhadap anak," kata Neneng saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Jumat (21/7).

Ia mengatakan, saat ini anak-anak saat ini dalam kondisi baik. Mereka sudah melalui tahapan rehabilitasi antara lain, pemeriksaan psikologis, rekreatif seperti latihan menari dan melukis, kedisiplinan melalui Pelatihan Baris-Berbaris (PBB), olah raga, konseling dengan pekerja sosial, parenting skill, bimbingan fisik sosial mental, advokasi ke sekolah, terapi psikososial dan persiapan reintegrasi untuk kembali pada keluarga.

Neneng mengaku bahawa pantinya sering menerima anak yang melakukan kekerasan secara individu. Namun untuk berkelompok, memang baru kali ini.

"Harapan kami anak bisa berubah ke arah yang lebih baik sampai nanti kembali ke orang tua," ucapnya.

Tak hanya itu, Neneng juga mengatakan pihaknya akan mengupayakan anak-anak ini memperoleh haknya kembali, setelah sebelumnya mereka dinyatakan dikeluarkan dari sekolah dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dicabut. Jika sekolah tidak menerima mereka kembali, maka Kemensos akan mengusahakan sekolah lain.

"Mudah-mudahan pihak sekolah mau menerima kembali mereka. Karena kita harus menyadari bahwa sekolah itu adalah hak dasar yang paling penting bagi anak," katanya.


Peristiwa perundungan itu sendiri jadi viral berkat video yang diunggah ke media sosial. Dalam video nampak anak perempuan dijambak dan dipaksa bersujud di depan pelaku.

Menurut keterangan polisi, pada Jumat (14/7) pasca kejadian, korban melapor ke polisi. Pada Sabtu dan Minggu akhirnya polisi melakukan pemerisaan terhadap korban dan olah TKP. Hingga pada Selasa, para pelaku dipanggil untuk diperiksa. (rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER