Memahami Terapi 'Cell Cure' demi Keamanan Pasien

Rahman Indra | CNN Indonesia
Rabu, 20 Sep 2017 21:53 WIB
Dalam konteks pelayanan kesehatan dunia kedokteran modern, terapi yang diberikan pada pasien harus berdasarkan evidence based medicine atau bukti ilmiah medis.
Dalam konteks pelayanan kesehatan dunia kedokteran modern, terapi yang diberikan pada pasien harus berdasarkan evidence based medicine atau bukti ilmiah medis. (Foto: Dok. Cell Cure Centre)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hadirnya jenis pengobatan terapi sel atau Cell Cure di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta masih menjadi perdebatan sejumlah pihak. 

Terapi tergolong baru ini disebut masih dalam tahap penelitian dan sepatutnya belum dikomersilkan. Kalaupun diberikan pada pasien, publik perlu mendapatkan informasi terkait tentang status uji ilmiah terapi tersebut.

Inez Nimpuno MPS MA, dokter yang juga pengamat persoalan kesehatan masyarakat mengungkapkan untuk memahami keberadaan terapi sel atau Cell Cure ini, ada beberapa hal yang patut diketahui publik. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam konteks penyediaan pelayanan kesehatan dalam dunia kedokteran modern, terapi yang diberikan pada pasien harus berdasarkan evidence based medicine (EBM). EBM atau bukti ilmiah medis ini menjadi patokan bahwa terapi tersebut sudah terbukti aman dan efektif untuk pasien," ungkapnya melalui pesan elektronik, pada Rabu (20/9).

 
Dokter yang bekerja di Kementerian Kesehatan Negara Bagian Australian Capital Territory tersebut menambahkan, setiap terapi selain berguna juga pasti ada efek sampingnya yang sering merugikan. Oleh karenanya, EBM menjadi patokan yang menunjukkan bahwa ‘kerugian’ karena terapi tersebut lebih kecil dibandingkan kegunaannya.

Dengan prinsip berpatokan pada EBM ini, ada mekanisme untuk melindungi pasien semaksimal mungkin dengan cara yang teruji, terukur dan terstruktur. 

EBM sendiri, kata dia, dihasilkan dari sebuah proses uji ilmiah yang panjang. Secara sederhana, proses panjang ini bisa dibagi dua, yakni uji laboratorium dan uji klinis.

"Uji ilmiah yang melibatkan manusia terjadi pada tahap uji klinis. Karena melibatkan manusia inilah maka sebelum masuk ke tahap uji klinis, sebuah temuan yang diajukan sebagai terapi baru tersebut harus lolos penilaian ketat etika uji klinis pada manusia," tegasnya.

Tahap uji klinis  

Menurut dokter Inez, lolos etika uji klinis tujuannya adalah menjamin kepastian perlindungan hak pasien yang menjadi obyek uji klinis. Pada saat yang sama, lolos etika uji klinis akan melindungi pihak peneliti dari pelanggaran hak asasi manusia, menjamin penerbitan hasil penelitian ilmiah di jurnal internasional yang bereputasi, dan bisa menjadi prasyarat dana penelitian.

"Mengenai dana penelitian ini termasuk membiayai seluruh uji klinis, artinya, peserta uji klinis (pasien yang menerima terapi) tidak dikenakan biaya karena biaya terapi dalam rangka uji coba ini sudah termasuk biaya penelitian," ujarnya.


Begitu terapi baru sudah lolos uji klinis, harus ada pengesahan dari pihak yang berwenang yang akan memfasilitasi pendaftaran (registrasi) dan pemberian merk dagang pada terapi baru tersebut.

Dalam konteks terapi kanker, ada dua sel terapi yang bisa dijadikan contoh. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) baru-baru ini mengesahkan tisagenlecleucel (yang dijual dengan merk dagang Kymriah) untuk terapi sel pada pasien leukimia limfoblastik akut (ALL) tipe tertentu yang berumur dibawah 25 tahun dan sudah resisten terhadap terapi ALL lain yang ada.

Selain itu, pada 2010, FDA juga mengesahkan sipuleucel-T (merk dagang Provenge) sebagai terapi sel untuk kanker prostat tipe tertentu yang sudah resisten terhadap obat-obat untuk kanker prostat yang ada.

"Jadi, ini dua contoh terapi sel untuk kanker berbasis imunoterapi yang dipasarkan sesudah jenis sel terapi tersebut ber-lisensi/ter-registrasi," ujarnya.

Lalu, apakah Cell Cure yang diumumkan sudah final atau belum?


Pihak penyedia layanan terapi sel memasang harga Rp300 – 500 juta per terapi. Inilah yang membentuk asumsi bahwa sel terapi tersebut sudah final karena pasien harus membayar.

Namun, kata Inez, mesti diingat bahwa sesuatu yang masih dalam rangka uji coba, etikanya, pasien tidak dibebani biaya terapi. Jadi kalau pelayanannya sudah berbayar, asumsinya, layanannya sudah ber-EBM.
(rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER