Lenny Agustin Buka-bukaan Soal Dunia Mode di Buku Kedua

Rahman Indra | CNN Indonesia
Jumat, 24 Nov 2017 21:15 WIB
Lewat buku keduanya 'In Between Colors', desainer busana Lenny Agustin buka-bukaan soal kehidupan pribadinya, perjalanan karier, dan dunia mode Indonesia.
Lewat buku keduanya 'In Between Colors', desainer busana Lenny Agustin buka-bukaan soal kehidupan pribadinya, perjalanan karier, dan dunia mode Indonesia. (Foto: CNN Indonesia/Rahman Indra)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Menjalani peran sebagai istri, ibu rumah tangga yang harus mengasuh bayi, dan mahasiswa yang punya mimpi besar menjadi fashion designer bukanlah perkara mudah.' (hal 67)

Penggalan kisah itu bisa jadi mewakili cerita yang dibagi desainer busana Lenny Agustin lewat buku kedua 'In Between Colors' yang baru dirilisnya, di Jakarta, pada Kamis (23/11). Ditulis Eko Wustuk, buku tersebut dibacakan Lenny di sela-sela gelaran I-Creative Week, di Kemang Village.

Lewat buku ini, Lenny membuka selebar-lebarnya akan perjalanan di balik layar kiprahnya sebagai seorang desainer. Tidak hanya dari awal dia memulai peragaan busana tunggal, tapi dari awal mula ia menyukai desain, mengambil studi desain di tiga sekolah mode, hingga ikut serta dalam berbagai peragaan busana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Tak hanya soal fashion, Lenny juga membuka kisah hidup pribadinya, yang tak bisa lepas dari perjalanan kariernya itu. Bagaimana ia bertemu Sofian Susantio yang kemudian jadi suaminya, menikah dan menjadi ibu dari tiga anaknya yang kini sudah remaja, Gavin, Deedra dan Nyra. Lenny membuka semuanya dari ia bukan siapa-siapa dan hanya punya mimpi sejak mahasiswa hingga kini termasuk salah satu desainer busana yang diperhitungkan di Indonesia.

"Menjadi fashion designer itu tidak gampang, tapi saya anggap tantangan," ujarnya lugas.

Lenny Agustin Buka-bukaan Soal Dunia Mode di Buku KeduaLenny Agustin berbagi cerita di peluncuran bukunya 'In Between Colors'. (Foto: CNN Indonesia/Rahman Indra)
Buku kedua

'In Between Colors' adalah buku kedua Lenny setelah berselang lima tahun sejak buku pertamanya 'Fashion is My Playground'.

Buku barunya ini ia tujukan buat menginspirasi perempuan Indonesia agar bisa berkarya meski tetap jadi ibu rumah tangga. Ini berbeda dengan gaya bahasa dan penuturan di buku pertama yang lebih ia tujukan untuk siswa sekolah mode dan perancang-perancang busana muda yang ingin mengetahui proses kreatif dan ide-idenya dalam merancang busana.

Karena ditujukan sebagai inspirasi bagi perempuan Indonesia, lewat buku ini Lenny berceloteh seperti halnya seorang teman ngobrol yang santai, dan lugas seperti karakter aslinya. Membaca setiap paragraf seperti mendengar cerita sahabat yang sedang berbagi kisah. Tak hanya kisah hidup di permukaan, tapi lebih dalam.

Lenny membuka pintu selebar-lebarnya untuk melihat bagaimana ia membagi waktu buat dirinya, dan keluarga. Bagaimana ia menikmati Hari Minggu untuk bersama suami dan ketiga anaknya. Bagaimana ia kemudian juga membagi waktu sebagai fashion designer, dan anggota aktif organisasi desainer busana. Di luar itu, ia juga membagi sedikit ruang dan mimpinya untuk kemajuan dunia mode Indonesia.


Empat bab besar

Buku ini ia bagi dalam empat bagian bab besar. Di bagian pertama, pembaca akan mendapati kisahnya mengawali karier sebagai desainer busana.

Lenny mengungkapkan apa yang ia rasa dan lihat saat menyiapkan peragaan busana tunggal perdananya pada 2007, enam tahun sejak ia serius merintis karier sebagai desainer. Mengutip Taruna K. Kusmayadi, ia mengatakan: "Konsepmu sudah jelas. Lagi pula, sudah lama gak lahir bintang baru."

Kompas dalam rubrik ulasan fashionnya menyebut: "Lenny membongkar 'kemapanan' busana tradisional."

[Gambas:Instagram]

Kisah itu berlanjut ke bagian kedua. Lenny dengan terbuka mengungkapkan tiga desainer yang menjadi inspirasinya: Christian Lacroix, Vivienne Westwood dan Kenzo. Setiap desainer memiliki keunikan yang menurut dia menjadi pijakan bagi dirinya dalam mendesain dan menemukan karakter atau gaya rancang busananya.

Baru pada bagian setelahnya, Lenny menyenggol tentang kehidupan pribadinya bersama suami dan tiga anaknya. Siapa yang tahu sebelumnya, kalau ia juga pernah was-was ketika putrinya pulang hingga larut malam, atau khawatir akan putranya yang maniak game lalu beraksi di atas panggung sebagai impressionis Michael Jackson.


Pada bab keempat, Lenny berbicara lebih luas, tak lagi tentang dirinya, tapi tentang mimpi sebuah bangsa Indonesia sebagai pusat fashion dunia. Dia juga bercerita tentang potensi desainer muda seperti Sav Lavin yang mampu menggebrak dunia mode di luar negeri, serta bagaimana peran asosiasi desainer busana di Indonesia.

Lenny juga dengan lugas mengungkapkan seluk beluk dan keberadaan tiga asosiasi mode Indonesia, seperti Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI), Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) dan Indonesia Fashion Chamber (IFC). Bagi sebagian orang bisa jadi kisah di bagian ini akan sedikit mengejutkan.

Membaca 'The Story of Lenny Agustin: In Between Colors' adalah memasuki wilayah pribadi seorang desainer busana Indonesia yang sangat terbuka, inspiratif dan sekaligus juga edukatif. Lenny tak pelit untuk berbagi ilmu khususnya tentang dunia mode. Siapapun yang terkait dalam kisahnya ini, bisa jadi suka, bisa jadi juga sebaliknya. (rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER