Sapporo, CNN Indonesia -- Sebelum menikmati pengalaman bersalju di ClubMed Sahoro dan ClubMed Tomamu, saya singgah semalam di Sapporo.
Pusat kota Hokkaido itu memang menjadi destinasi wisata musim dingin di akhir tahun, dengan keberadaan Gunung Sahoro dan Gunung Tomamu yang diselimuti salju untuk pecinta ski.
Penerbangan dari Jakarta menuju Sahoro (Bandara Internasional Chitose) saya tempuh sekitar 12 jam, sudah termasuk transit di Tokyo (Bandara Internasional Narita).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai di Sahoro, waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Walau berada di Asia, tapi dinginnya tetap terasa seperti di Eropa, dengan suhu sekitar -1 derajat Celcius malam itu.
Dari bandara, saya langsung menuju hotel yang berada di kawasan Susukino. Saya menumpang Chuo Bus yang bertarif JPY1.030 (Rp125 ribuan) per orang. Waktu tempuhnya sekitar 45 menit. Ada juga kereta dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Tapi saya yang kedinginan memilih langsung naik bus.
20.00 - Takoyaki di SusukinoSusukino merupakan surga belanja kaum yang berkantong tebal. Pilihan tokonya tak jauh berbeda dengan Mall Grand Indonesia.
Setelah meletakkan barang dan beristirahat sejenak, saya menyempatkan berkeliling Susukino.
Kawasan belanja ini dihiasi oleh lampu hias dan papan iklan. Selain toko ada juga bar dengan menu ramen dan bir. Ya, kedua menu itu memang identik dengan Sapporo yang disebut Kota Ramen dan Kota Bir.
Karena masih merasa kenyang, saya memilih jajan kaki lima. Kedai Gindaco Takoyaki saya sambangi.
 Kaki lima yang wajib dicoba. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Menu yang saya pesan Teritamam berupa takoyaki yang dilumuri saus teriyaki dan salad telur. Rasanya belum ada restoran Jepang di Jakarta yang menjual menu ini.
Seharga JPY680 (Rp83.000-an), saya mendapatkan delapan takoyaki seukuran bola golf atau lebih besar dari yang biasa dijual di Jakarta. Harga yang lumayan untuk turis dengan dana terbatas seperti saya.
 Makan malam dengan takoyaki. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Ketakutan saya akan sulitnya berkomunikasi selama berada di Jepang tak terbukti di Sapporo. Di kawasan ramai turis sebagian besar penduduknya bisa berbahasa Inggris, meski dalam logat Jepang. Segala papan nama dan buku menu juga disertai bahasa Inggris. Khususnya untuk makan minum, jika bingung tinggal pilih gambar yang paling mengundang selera atau menyontek orang sebelah.
 Malam dan tetap ramai. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Karena sudah lewat pukul 21.00, sebagian besar toko di Susukino sudah tutup, walau keramaian tetap terlihat. Selain bar, tempat hiburan malam yang buka juga karaoke. Penduduk Jepang, terutama kaum pekerjanya, terkenal gemar berkumpul sambil bernyanyi, mirip seperti dalam komik Kariage-kun.
Salju juga turun di Sapporo, tapi tidak selebat di Sahoro dan Tomamu. Beberapa kali saya hampir terpeleset, sebelum akhirnya saya meniru cara berjalan penduduk di sana yang menyeret kakinya.
Penasaran, saya akhirnya mencoba berjalan dengan sepatu diseret dan ternyata berhasil! Rasanya berjalan di dataran licin jadi lebih aman karena kaki melangkah seperti sedang bermain ice skating.
10.00 - Dua ikon kotaPagi harinya, saya memulai hari dengan sarapan onigiri yang dijual di minimarket Lawson persis di samping tempat penginapan saya.
Tak buang waktu, saya memulai perjalanan menuju Sapporo Clock Tower, salah satu ikon kota Sapporo. Saya berpikir tidak ada salahnya berkunjung ke tempat mainstream bagi turis karena ini menjadi pengalaman pertama berkunjung ke Sapporo.
Dari jauh, bangunan putih berdesain Amerika itu sudah menarik perhatian dan sudah dipenuhi turis.
Di bagian depan dua spot berfoto disediakan, yakni persis di depan dan di samping pintu masuk.
 Asal usul kota Sapporo ada di sini. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Sapporo Clock Tower dibangun pada tahun 1878 dan digunakan sebagai ruangan teater Universitas Sapporo. Kini, bangunannya yang masih kokoh menjadi museum.
Pengunjung dapat mengetahui sejarah pembangunan kota Sapporo dalam museum ini dengan dengan membayar tiket masuk seharga JPY200 (Rp24 ribuan) per orang.
Ada juga patung Dr. William S. Clark, profesor kimia dari Amerika Serikat yang dulu diundang ke Sapporo untuk menjadi konsultan pertanian.
 Patung Dr. William S. Clark. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
"Berambisilah, bukan untuk uang atau popularitas. Tetapi berambisilah untuk pengetahuan, belajar, dan kebenaran," tulis pesan Clark yang diukir di pinggir patungnya dalam berbagai bahasa.
Di lantai yang sama, ada jam besar yang membunyikan loncengnya setiap jam.
11.00 - Odori Park yang tak berbungaSetelah puas berkeliling dan berfoto, saya melanjutkan perjalanan menuju Odori Park. Saya memilih berjalan kaki agar bisa sekaligus melihat Sapporo TV Tower. Hanya butuh waktu sekitar delapan menit berjalan kaki dari Sapporo Clock Tower ke TV Tower.
Persis dari seberang Sapporo TV Tower terdapat jembatan penyeberangan orang yang sering digunakan menjadi spot berfoto dengan latar belakang menara berwarna oranye itu.
Saya lanjut berjalan kaki menuju Odori Park. Sepanjang perjalanan, saya hanya bermodalkan kekuatan kaki, peta daring, serta google. Menariknya, berdasarkan peta Odori Park terlihat sudah sangat dekat dengan Sapporo TV Tower.
Tetapi, pemandangan di depan mata saat itu sangat berbeda dengan Odori Park yang saya lihat sebelumnya di internet. Odori Park yang saya lihat tidak memiliki bunga beraneka warna yang bermekaran.
Saya bolak-balik melewati tempat yang sama, hingga akhirnya bertanya kepada seorang ibu yang sedang duduk di sebuah bangku taman.
Ternyata, ibu ini fasih berbahasa Inggris. Saya langsung bertanya letak Odori Park yang saya cari, sambil memperlihatkan foto dari internet.
Ibu itu menjelaskan bahwa keramaian dalam foto yang saya tunjukkan itu berlangsung dari Februari hingga Oktober, sesudah dan sebelum musim dingin.
Sebagai gantinya, pada musim dingin Odori Park menyelenggarakan festival lampu. Sang ibu menyarankan saya kembali petang hari. Tetapi sayang saya tidak bisa melakukannya, karena sudah harus bertolak ke Sahoro malam harinya.
Tapi Odori Park masih tetap bisa dinikmati di siang hari, terutama untuk yang ingin piknik dalam taman luas di tengah keramaian kota.
Satu hal menarik perhatian saya di sana adalah penampakan beberapa ruang merokok yang berpintu otomatis. Seandainya ruangan seperti itu ada di Jakarta, mungkin para perokok bakal lebih disiplin dalam membuang puntungnya ke tempat yang sudah disediakan.
[Gambas:Video CNN]Bersambung ke halaman berikutnya...
12.00 - Makan ramen di JepangDari Odori Park, saya berencana mengisi perut dengan Yoshiyama Shouten, salah satu restoran ramen yang populer di Sapporo. Ramen ini terletak di lantai 10 Gedung Esta. Saya memilih menggunakan kereta dengan tarif JPY200 (Rp24 ribuan) per orang ke sana.
Gedung Esta merupakan gedung yang sangat pas bagi para turis. Lantai satu sampai empat menjual beragam alat elektronik beserta aksesorisnya.
Sedangkan di lantai lima sampai delapan ada pusat perbelanjaan merk lokal dan mancanegara.
Di lantai sembilan ada arena permainan yang bisa dinikmati anak-anak sampai orang dewasa.
Tujuan saya ialah lantai sepuluh, area makanan. Sebagian besar menjual menu ramen. Jadi, jika sudah punya restoran ramen incaran, jangan lupa menyimpan foto papan namanya untuk mencarinya.
Setelah berkeliling dua kali, ternyata restoran yang saya ingin coba terletak persis di dekat pintu masuk. Tulisannya nyaris tertutup dengan ramainya pengantre di depannya. Saya pun langsung mengantre dan tidak sabar mencoba ramennya.
Saat mengantre, saya sudah ditanya makanan yang dipilih. Saya meminta diberikan menu favorit mereka dan disarankan mencoba Miso Soup Ramen. Saya mengantre sekitar 10 menit sebelum akhirnya bisa duduk.
Penting untuk bertanya menu halal di sini, karena tak semua restoran menyediakannya. Sebaliknya, ada yang menyediakan ramen dengan daging ayam atau sapi.
Restorannya tidak begitu luas tapi cukup rapi dan nyaman. Begitu masuk, pelayan langsung memberikan segelas air es.
Penduduk Jepang tak suka lama-lama duduk untuk makan atau minum. Kecuali turis seperti saya, pengunjung restoran ini pesan, bayar, makan, minum, lalu pulang. Jauh berbeda dengan antrean di mal-mal Jakarta.
 Penampakan ramen yang sesuai gambarnya. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Tak lama, ramen pesanan saya datang. Saya senang melihatnya karena tampilan aslinya sama seperti yang terlihat di buku menu. Lima daging sapi dipotong dalam ukuran besar ditemani potongan telur rebus. Di atasnya dihiasi irisan bawang, rebung, dan wijen.
Seporsi ramen ini dijamin mengenyangkan. Menu yang saya pesan ini seharga JPY1000 (sekitar Rp122 ribuan).
Makan ramen di negara asalnya tentu saja membuat saya tersenyum senang selama mengunyah.
14.00 - Galeri seni tersembunyiTujuan saya berikutnya ialah Sapporo Odori 500-m Underground Walkway Gallery, yang saya datangi dengan menggunakan kereta bertarif JPY200 (Rp24 ribuan) per orang.
 Pameran di bawah tanah. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Terowongan ini menaungi jalan yang menghubungkan Stasiun Odori dengan Bus Center di sana.
Sejak diresmikan pada tahun 2002, dindingnya dihiasi oleh banyak karya seni seniman Sapporo. Berjalan jauh jadi tak terasa karena banyak pemandangan yang unik.
Setelah ramen, kini saya ingin menikmati bir khas Sapporo. Kongko di North Island Beer Bar jadi pilihannya.
Bar ini cukup sulit ditemui, karena berada di dalam rumah susun yang rapat. Saya sampai memutar rusun dua kali untuk menemukan lokasinya.
North Island Beer Bar berada di lantai atas, sementara di lantai dasarnya ada kedai kopi.
Tapi, saya gagal menikmati bir di sana karena barnya sedang tidak beroperasi.
16.00 - Berakhir di sushiMusim dingin membuat langit cepat gelap. Saya memutuskan ke Hanamaru Sushi yang terletak di lantai enam Stellar Palace dekat Stasiun Sapporo. Kereta menjadi opsi perjalanan saya lagi.
Lagi-lagi antrean panjang harus saya lewati. Turis yang datang ke Sapporo sepertinya memang ingin berwisata kuliner.
Antrean pun dilakukan dengan mengambil kartu melalui mesin berbahasa Jepang. Setelah memencet tanpa hasil, saya meminta tolong kepada pelayan yang berjaga.
Pelayan mengatakan ada dua area tempat duduk yang bisa dipilih, di meja atau di bar. Karena ingin lebih khusuk makan sushi, saya memilih duduk di bar.
Saya mengantre sekitar satu jam. Lelah terasa, namun saya bertekad untuk tak lagi kehilangan momen makan di restoran populer di Sapporo.
Saya memakan delapan piring, diantarnya berisi Tamago sushi, Inari sushi, Salmon sushi, Unagi sushi, Hamburg Burger sushi, serta Salmon Belly Aburi.
[Gambas:Instagram]Tak ada kata yang bisa menggambarkan kebahagiaan saya makan sushi di restoran ini. Selain enak, sushi yang saya makan memberi sensasi lumer di mulut, mungkin karena pilihan beras dan bahan lautnya yang terbaik.
Saya sudah siap merogoh kocek dalam setelah makan di restoran seenak dan sepopuler ini. Namun, total harga delapan piring atau sekitar 16 potongan sushi yang saya makan hanya JPY1.293 (Rp157 ribuan). Perut kenyang, dompet tenang, hati pun senang.
Karena sudah malam, Hanamaru Sushi benar-benar menjadi titik terakhir saya di Sapporo. Setelah makan, saya langsung jalan ke Stasiun Sapporo untuk pindah hotel bertemu rombongan ClubMed yang baru datang dari Jakarta.
Saya tak kembali ke hotel awal karena saya sudah menitipkan koper di tempat penitipan barang Stasiun Sapporo.
Koper berukuran 30 inch ternyata muat dalam loker terbesar bertarif JPY700 (Rp73 ribuan-Rp85 ribuan). Jangan khawatir bolak-balik, karena ada banyak tempat penitipan barang di setiap stasiun kereta Sapporo.
 Musim dingin "hangat" di Sapporo. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Sehari semalam berada di Sapporo cukup membuat saya ingin kembali ke sana.
Jika ada waktu, mungkin saya akan datang di musim panas untuk menikmati Odori Park saat bunganya yang sedang bermekaran.
Bagi yang bosan dengan Tokyo, Sapporo sangat menarik dikunjungi. Kalau datang pas di musim dingin, antisipasi menggigil dengan jaket atau pakaian berlapis. Kenakan juga sepatu yang nyaman, sarung tangan, dan syal karena akan banyak berjalan kaki sekaligus diterpa angin.
Untuk yang berkeliling sendirian seperti saya, aplikasi peta dan jadwal kereta jangan lupa diunduh di telepon genggam.
Selebihnya, selamat berlibur!
[Gambas:Video CNN]