LIPUTAN KHUSUS

Penginapan Murah Jalan Jaksa Harus Ikuti Zaman

Agung Rahmadsyah | CNN Indonesia
Minggu, 20 Mei 2018 16:27 WIB
Sekitar tahun 1990-an Jalan Jaksa menjadi rujukan bagi turis yang mencari tempat penginapan murah.
Turis mancanegara yang sedang berkeliling di Jalan Jaksa. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekitar tahun 1990-an Jalan Jaksa menjadi rujukan bagi turis yang mencari tempat penginapan murah. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp100 ribu sampai Rp300 ribu per malam. Konsep tempat penginapannya homestay alias bermalam dalam rumah warga. 

Walau harus masuk dan keluar gang, letak Jalan Jaksa yang strategis ditambah konsep 'berhemat demi uang jajan selama jalan-jalan' membuat banyak turis backpacker memilih menginap di sana.

Tapi sejak beberapa tahun yang lalu kawasan ini tak lagi ramai dikunjungi. Padahal di sekitarnya berdiri banyak bangunan baru hostel sampai hotel berbintang lima. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam wawancara terpisah sebelumnya, Helmi--pemilik Memories Cafe, bahkan mengatakan kalau sebanyak 80 persen tempat penginapan di Jalan Jaksa sudah gulung tikar.

Wakil Ketua Umum Bidang Litbang dan IT Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Christy Megawati, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan penyusutan tamu tempat penginapan di Jalan Jaksa.

Faktor yang pertama ialah konsep tempat penginapan yang kurang mengikuti perkembangan zaman.

"Kalau pemilik tempat usaha di Jalan Jaksa ingin berkompetisi, maka mereka harus berkembang mengikuti zaman," ujar Christy saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon pada pekan kemarin.

"Operator hotel virtual, seperti Airy Room, Red Doorz, Nida's Room dan sejenisnya, sebenarnya bisa digandeng pemilik tempat penginapan di sana untuk mengembangkan dan mempromosikan usahanya," lanjutnya.

Faktor kedua adalah perkembangan kawasan di sekitar Jalan Jaksa yang jauh lebih pesat.

Christy mencontohkan kawasan Menteng yang dulu sepi saat ini sudah disesaki oleh bangunan tempat penginapan baru, dengan tarif menginap mulai dari Rp500 ribu sampai Rp5 juta per malam.

Konsep 'satu tempat beragam fasilitas' diterapkan mereka. Tak hanya kolam renang, bahkan ada hotel yang menyediakan fasilitas kelab malam di atas atapnya.

"Jadi kalau ditanya (pengunjungnya) menyusut atau tidak, sangat tergantung konsep pengembangan tempat penginapan di Jalan Jaksa ke depannya. Mau dibawa ke arah mana?" ujar Christy.

Christy lanjut mengatakan sebenarnya Jalan Jaksa sudah diuntungkan dari segi lokasi. Pengunjung Jalan Jaksa juga mereka yang gemar nongkrong atau masuk dalam kriteria 'leisure' di dunia perhotelan.

Sebagai pembanding kawasan yang juga mengusung konsep leisure, Christy mencontohkan kawasan Kemang.

Menurutnya Kemang fokus mengembangkan kawasannya dalam sektor kuliner, belanja sampai tempat penginapan sebagai magnet kedatangan pengunjung, terutama ekspatriat dan turis mancanegara.

Dari data yang dimiliki oleh PHRI diketahui bahwa industri hotel di Jakarta sedang mengarah pada jasa penginapan untuk kelas menengah ke atas. 

Untuk hotel murah (budget hotel) sendiri, Christy tidak melihat adanya pertumbuhan yang agresif seperti pada tahun 2012 sampai 2014.

"Budget hotel masih ada tapi gak banyak. Karena memang Jakarta ini lebih untuk bisnis bukan leisure," pungkasnya.

(agr/ard)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER