Jakarta, CNN Indonesia -- Selama ini vetsin atau micin dianggap sebagai kontributor utama penyebab kebodohan. Namun, tampaknya anggapan ini perlu dipertimbangkan kembali.
Sebuah studi teranyar mengungkap polusi udara menjadi penyebab penurunan kemampuan intelegensia alias kebodohan.
Meski riset hanya dilakukan di Cina, tapi kesimpulan studi layak diaplikasikan di negara-negara lain di dunia. Secara global, 95 persen populasi penduduk bumi menghirup udara yang tidak aman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi menemukan, tingginya polusi mengakibatkan penurunan signifikan pada nilai tes bahasa dan aritmatika. Jika dirata-ratakan, dampaknya setara dengan kehilangan satu tahun masa pendidikan.
"Namun, efek ini lebih buruk untuk lansia, khususnya yang berusia di atas 64 tahun. Atau juga pada pria, dan untuk mereka dengan tingkat pendidikan rendah," ujar Xi Chen, anggota tim studi dari Yale School of Public Health, Amerika Serikat, melansir
The Guardian.
Para peneliti melakukan analisis lewat tes bahasa dan aritmatika sebagai bagian dari studi panel keluarga Cina. Total partisipan yang terlibat sebanyak 20 ribu dalam kurun waktu antara 2010 hingga 2014. Peneliti membandingkan hasil tes dengan laporan polusi nitrogen dioksida dan belerang.
Penelitian yang diterbitkan dalam
Preceedings of the National Academy of Science ini menemukan bahwa semakin lama orang terpapar udara kotor, semakin besar kerusakan kemampuan intelegensia seseorang. Lebih spesifik, kemampuan bahasa lebih 'hancur' daripada kemampuan aritmatika.
Jika dilihat dari jenis kelamin, pria lebih banyak mengalami kerusakan daripada wanita. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan kinerja otak pria dan wanita.
Sekilas, polusi udara mungkin tampak sepele. Namun, Chen berkata bahwa ini bisa membawa dampak penting.
Misalnya saja polusi udara yang bakal mengganggu seorang siswa yang harus menjalani tes masuk sekolah.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan lebih dari 90 persen orang di dunia menghirup udara dengan tingkat polutan yang tinggi. Artinya, sembilan dari sepuluh orang menghirup udara berkualitas buruk.
"Tak ada jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan ini. Pemerintah sangat perlu mengambil langkah nyata untuk mengurangi polusi udara," ujar Chen.
(asr/chs)