Jakarta, CNN Indonesia -- Baru-baru ini, seorang warganet membeberkan bahwa dirinya tertular
virus HIV setelah melakukan prosedur
facial. Dia berbagi cerita melalui akun Instagram @catwomanizer milik seorang aktivis kesehatan seksual, Andrea Gunawan.
Tak ayal, akibat pengakuan itu, muncul kekhawatiran serta beragam pertanyaan seputar keamanan prosedur
facial.
Istilah
facial sering digunakan untuk rangkaian perawatan dengan tujuan membersihkan wajah melalui pengangkatan komedo dan lapisan kulit mati. Prosedur itu biasa dilakukan di sejumah klinik kecantikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr Jonathan Raharjo Subekti, mengatakan bahwa setiap tempat perawatan memiliki pelayanan dengan cara yang saling berbeda. Ada klinik yang melakukan ekstraksi komedo dengan alat serupa sumpit besi dengan ujung bulat. Ada pula yang menggunakan mesin mikrodermabrasi.
Sementara itu, penggunaan jarum untuk prosedur
facial, kata Jonathan, hanya dilakukan untuk kasus tertentu seperti
mengatasi jerawat pada wajah.
Namun, proses mengeluarkan jerawat besar pun tak dilakukan sembarangan. Prosedur itu kudu dilakukan oleh tenaga medis bersertifikasi.
"Soalnya proses itu meliputi membersihkan wajah menggunakan jarum suntik steril
disposable untuk membuka jalan keluarnya isi jerawat. Kemudian, dilakukan penekanan menggunakan '
cotton buds' atau ekstraktor khusus yang steril," papar Jonathan pada
CNNIndonesia.com melalui surat elektronik, Rabu (26/9).
Jonathan menegaskan, peralatan harus berada dalam kondisi steril atau baru untuk menghindari infeksi dan penularan bakteri, virus, serta kuman yang tertinggal pada alat.
Selain itu, kebersihan alat juga kudu dilakukan demi menghindari efek berupa munculnya jerawat baru yang bisa menimbulkan luka saat pecah. Luka terbuka rentan menjadi jalan masuk penularan hepatitis dan HIV.
Lantas, apa yang harus diperhatikan saat melakukan prosedur
facial?
Jonathan memberikan beberapa tips agar orang bisa melakukan facial dengan aman tanpa tertular penyakit.
1. Pastikan tempat tersebut memiliki izin atau bersertifikasi.
2. Tenaga medis yang melakukan harus memiliki sertifikat kompetensi yang tepat.
3. Kebersihan tempat tersebut terjaga dengan baik.
4. Memiliki mesin sterilisasi alat seperti autoclave, UV, dan lain-lain.
5. Tenaga medis atau staf tempat perawatan selalu mencuci tangan sebelum tindakan.
6. Apabila menggunakan alat baru yang masih disegel, biasanya tenaga medis akan menunjukkan pada klien sebelum membukanya.
7. Apabila ada yang tidak jelas mengenai obat atau alat yang digunakan, tanyakan kepada tenaga medis yang melakukan tindakan. Jonathan mengatakan, seharusnya tenaga medis harus mampu menjelaskan alat atau obat yang digunakan.
(els/asr)