Jakarta, CNN Indonesia -- Lenggokan santai para
model dengan wajah datar yang berujung senyum tipis di ujung
catwalk saat berpose di
pekan mode tak muncul ujug-ujug.
Gerakan dan ekspresi model itu sudah diatur jauh-jauh hari sebelum
peragaan busana berlangsung. Ada sosok koreografer yang menjadi 'otak' di balik pertunjukan itu.
Seorang koreografer bakal membikin konsep pertunjukan. Konsep itu tentu disesuaikan dengan tata letak panggung, tema koleksi busana desainer, dan sumber daya model yang tersedia. Persiapan ini memakan waktu tiga hingga enam bulan sebelum pekan mode dihelat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itulah yang dilakoni Panca Makmun saban tahun. Sejak 2008 lalu hingga kini, Panca bergelut sebagai pengarah gaya di ajang Jakarta Fashion Week.
Kepiawaian Panca menciptakan konsep koreografi tak bisa dianggap remeh. Bermodal seni tari yang dimilikinya, hingga kini tiga dekade sudah dia berkecimpung di dunia model dan fesyen.
"Enam tahun jadi penari dan koreografer, di saat yang sama aku juga seorang model. Lalu aku pikir kayaknya belum banyak pengarah gaya
fashion show.
Style-nya itu-itu saja," kata Panca saat bercerita dengan
CNNIndonesia.com di sela-sela kesibukannya memastikan setiap koreografi berjalan dengan baik di Jakarta Fashion Week, beberapa waktu lalu.
 Peragaan busana Dior dalam Paris Fashion Week. (REUTERS/Gonzalo Fuentes) |
Panca lalu menawarkan konsep koreografi baru dengan karakter yang lebih terkonsentrasi pada koleksi baju, alih-alih menonjolkan hiburan. Konsep Panca di tahun 90-an itu banyak diterima oleh para perancang.
Kini, dengan evolusi dunia fesyen, konsep koreografi Panca juga dituntut semakin kreatif. Dia mesti memutar otak untuk puluhan koreografi yang diarahkannya setiap tahun. Apalagi di pekan mode, dalam seminggu Panca bisa menangani belasan pertunjukan sekaligus.
Di JFW 2019 misalnya, Panca menjadi koreografer untuk peragaan busana koleksi Deden Siswanto, Vivian Lee, Rama Dauhan, tiga desainer dari Iwan Tirta Private Collection, Day and Night, Paulina Katarina, Rani Hatta, BINHouse, Andhita Siswandi, dan Jenahara.
Ragam koleksi yang berbeda membikin konsep peragaan pun berbeda pula. Panca kudu membuat dan menginterpretasikan konsep yang cocok dengan tema koleksi itu.
Proses berawal dari tiga bulan sebelum gelaran. Panca bertukar pikiran dengan para desainer. Dari situ, baru lah Panca membuat konsep koreografi.
"Bikin konsep itu sendiri bisa satu bulan. Bisa awalnya menentukan gerakan, ekspresi, lalu musik, tata cahaya, atau pilih musik dulu," ungkap Panca.
 Peragaan busana Novita Yunus dalam Jakarta Fashion Week. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Tak sulit Panca mencari bahan. Referensi Panca rata-rata bermula dari kehidupan sehari-hari, pertunjukan luar negeri, hingga deretan pekan mode dunia. Meski sedikit 'mencontek', tapi Panca selalu punya gaya sendiri yang lebih kreatif.
Puluhan tahun bergelut dengan model membuat Panca hafal betul karakter model yang cocok dengan busana-busana tertentu.
"Aku sudah tahu model ini bakal pakai baju yang mana, aku sudah punya ukuran mereka. Aku hafal berat dan karakter mereka," ujar Panca. Maklum, selain bertindak sebagai pengarah gaya, dia juga berperan sebagai
model search consultant.
Usai menentukan model, Panca akan memberikan arahan koreografi dalam dua hingga tiga kali pertemuan. Mulai dari cara berjalan hingga ekspresi yang harus muncul dijelaskan olehnya.
"Misalnya di bagian ini harus galak, harus dingin, harus seksi, harus sensual. Itu harus bisa aku sampaikan ke model," pungkas Panca.
Tengok saja peragaan busana BINhouse, rancangan Josephine W Komara alias Obin di JFW 2019. Panca menghadirkan konsep peragaan yang realis. Model berjalan dengan luwes yang tak berbeda dari gayanya sendiri. Tak jarang mereka memainkan tangan di bagian bibir dan kepala. Sesekali mereka melirik malu-malu.
"Konsepnya ini lebih menonjolkan gerakan, karakter, mood dan ekspresi. Semua diajarkan sampai ekspresinya. Sudah seperti mau main film," tutur Panca.
Jika ada model yang terlambat dan salah saat pertunjukan, Panca tak sungkan untuk memarahi si model.
"Kalau jatuh di panggung itu tidak aku marahi. Kalau jatuh, ya, bangun dan jalan lagi, karena itu
force majeur, tapi lain kali hati-hati. Tapi, kalau salah muncul, iya dimarahi," kata Panca.
Beberapa masalah teknis seperti lampu dan musik yang tak menyala juga pernah terjadi. Saat itu terjadi, semua mesti tetap berjalan dengan profesional. Tak jarang Panca juga kerap menerima setiap masukan untuk pertunjukan berikutnya.
"
Show must go on. Kalau komplain enggak pernah, tapi masukan ada, aku terima," ucap Panca.
(ptj/asr)