Jakarta, CNN Indonesia -- Eksekusi gelaran
pekan mode hanya berlangsung singkat. Tak lebih dari satu bulan, tujuh hari saja. Namun, siapa sangka jika gelaran mode akbar itu membutuhkan persiapan yang memakan waktu sepanjang tahun.
Orang-orang di balik pekan mode itu bakal berjibaku selama setahun penuh merancang program, mencari desainer, merekrut model, hingga menggaet sponsor.
Kerja keras satu tahun itu jadi pertaruhan demi satu minggu gelaran pekan mode. Hasilnya, bisa jadi sukses atau justru gagal total. Tak ada yang sempurna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
Ngomongin pekan mode orang cuma tahu pestanya tujuh hari. Kerjanya enggak berhenti sepanjang tahun. Begitu Jakarta Fashion Week (JFW) 2019 selesai, akan ada rapat lagi untuk JFW tahun depan," kata Program Director JFW, Zornia Harisantoso saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com di tengah kesibukannya memantau pekan mode akbar di Indonesia itu, beberapa waktu lalu.
Keterlibatan Zornia dimulai sejak tahun pertama pekan mode ini digelar dengan nama Festival Mode Indonesia pada 2007 silam. Setahun berselang, mengikuti tren pekan mode dunia seperti Tokyo Fashion Week atau Paris Fashion Week, ajang itu berganti nama menjadi Jakarta Fashion Week.
Baru terhitung tahun lalu, Zornia dipercaya menjadi
program director yang bertanggung jawab terhadap jalannya semua program di JFW.
Jauh-jauh hari Zornia menyusun program itu. Penyusunan itu dimulai sejak helatan JFW rampung digelar pada akhir Oktober.
 Peragaan busana Danjyo Hiyoji dalam Jakarta Fashion Week 2019. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Sepanjang satu tahun itu--dari JFW ke JFW--Zornia dibuat sibuk oleh berbagai hal yang kudu dipersiapkan. Mulai dari mematangkan konsep hingga merancang sederet program pendukung.
Bagian yang paling sulit ada pada fase pematangan konsep yang kudu rampung di awal tahun. Bagaimana tidak, gelaran tahunan serupa JFW bakal membosankan jika tanpa inovasi.
"Kita harus lebih kreatif, apalagi JFW sudah 11 tahun. Mengikuti tren baru juga cukup menguras energi," kata Zornia. Dia jelas tak mau membuat penikmat mode kecewa dengan konsep asal-asalan.
Belum lagi program pendukung yang mulai digelar pada awal tahun. Mulai dari Indonesia Fashion Forward hingga lomba perancang mode.
Khusus untuk JFW 2020, persiapan bakal gila-gilaan lantaran bertepatan dengan peringatan 40 tahun lomba perancang mode (LPM). Lomba ini sudah menelurkan banyak nama besar seperti Itang Yunasz hingga Tex Saverio. "Pasti akan ada persiapan yang lebih matang," kata Zornia singkat.
Ditambah lagi urusan pendukung lain seperti promosi, di mana Zornia juga kudu menggelar
roadshow ke beberapa tempat dan daerah. Tak lupa pula pencarian desainer yang bakal tampil di
runway JFW.
 Proram Director Jakarta Fashion Week Zornia Harisantoso. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman) |
Yang juga turut menyita waktu adalah proses kurasi desainer untuk mengisi panggung pamungkas Dewi Fashion Knight.
Ketika semua sudah dipersiapkan, bukan berarti Zornia bisa duduk santai. Di saat pagelaran, masalah kerap muncul dari hal-hal di luar dugaan, khususnya terkait teknik.
Terparah, tenda JFW pernah roboh diterpa hujan dan angin besar. Itu terjadi saat helatan JFW 2012 lalu. "Sempat bikin syok, tapi enggak jadi drama berkepanjangan," kata Zornia mengenang. Alhasil, JFW yang seyogianya digelar selama tujuh hari, bertambah hingga sepuluh hari.
Gelaran yang Selalu MolorSampai saat ini, tantangan terbesar dari penyelenggaraan JFW, menurut Zornia, masih datang dari ketepatan waktu. Dia mengaku masih kesulitan mengejar waktu agar sesuai dengan jadwal dengan berbagai alasan seperti hujan, menunggu tamu penting, atau bahkan menunggu model.
"Tantangannya biar
on time, atau enggak molor-molor banget. Tahun ini, yang
ngaret lebih sedikit," ujar Zornia. Perkara waktu ini juga jadi komplain yang paling banyak diterima Zornia sepanjang pekan mode digelar.
Kendati demikian, masalah-masalah yang muncul itu bakal jadi bahan evaluasi Zornia untuk perbaikan di pekan mode berikutnya.
(ptj/asr)